NovelToon NovelToon
BATAL SEBELUM SAH

BATAL SEBELUM SAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Konflik etika / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga
Popularitas:27.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

"Menikahi Istri Cacat"
Di hari pernikahannya yang mewah dan nyaris sempurna, Kian Ardhana—pria tampan, kaya raya, dan dijuluki bujangan paling diidamkan—baru saja mengucapkan ijab kabul. Tangannya masih menjabat tangan penghulu, seluruh ruangan menahan napas menunggu kata sakral:

“Sah.”

Namun sebelum suara itu terdengar…

“Tidak sah! Dia sudah menjadi suamiku!”

Teriakan dari seorang wanita bercadar yang jalannya pincang mengguncang segalanya.

Suasana khidmat berubah jadi kekacauan.

Siapa dia?

Istri sah yang selama ini disembunyikan?

Mantan kekasih yang belum move on?

Atau sekadar wanita misterius yang ingin menghancurkan segalanya?

Satu kalimat dari bibir wanita bercadar itu membuka pintu ke masa lalu kelam yang selama ini Kian pendam rapat-rapat.

Akankah pesta pernikahan itu berubah jadi ajang pengakuan dosa… atau awal dari kehancuran hidup Kian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Mainan di Rumah

Sunyi.

Kanya meremas kain gamisnya. Kata-kata Kian barusan seperti dorongan tak terlihat—menjatuhkannya ke jurang yang selama ini coba ia jauhi.

Harga dirinya sebagai seorang istri hancur berkeping. Diinjak. Ditertawakan dalam diam.

Namun, belum selesai.

Kian masih bicara—dengan nada rendah, tapi tajam seperti pecahan kaca.

“Wanita yang bahkan tak mau memperlihatkan wajahnya pada suaminya sendiri. Yang tak bisa disentuh, tak bisa didekati. Untuk apa aku hidup dengan wanita yang tak ubahnya seperti pajangan di etalase—yang bahkan hanya bisa dilihat… dari pakaiannya?”

Kanya terdiam. Tapi hatinya bergejolak hebat.

Bukan hanya kata-katanya yang menyakitkan. Tapi karena Kian tak sekadar menolak cinta yang baru akan ia tumbuhkan—ia menolak keberadaannya, seolah ia tak pantas diakui sebagai manusia.

Kian menatapnya, datar. Lalu berkata pelan, penuh tekanan:

“Apa kau yakin ingin hidup dengan pria sepertiku?”

Suaranya makin pelan. Tapi justru itu yang membuatnya terasa seperti ditampar berkali-kali.

“Pria yang sama sekali tak mencintaimu… bahkan telah mencintai wanita lain.”

Kanya memejamkan mata sejenak. Menarik napas, lalu menatap Kian.

“Aku minta maaf... karena naif dan egois telah meninggalkanmu tanpa kabar.” Suaranya pelan, tapi jelas. “Aku benar-benar hanya ingin menata hati, bukan mempermainkanmu.”

Kian tertawa pelan. Tawa yang tidak hangat. Tawa yang pahit. Ia memalingkan wajahnya, enggan menunjukkan ekspresi yang sebenarnya.

Tapi Kanya tetap melanjutkan.

“Karena itu... beri aku waktu untuk menjadi istrimu. Menjalankan tugasku, melayanimu... sebagai penebus kesalahanku.”

Kian menoleh, alisnya mengernyit.

“Melayaniku?” ucapnya sinis. “Melayaniku dalam artian seperti apa?”

Dalam hati ia mencibir,

"Kau ingin menggunakan tubuhmu yang remuk itu untuk mengikatku? Berharap aku jatuh cinta dengan cara seperti itu?

Maaf. Aku tidak akan tergoda. Apalagi jatuh cinta karena itu."

Kanya menghela napas panjang. Suaranya pelan, tapi tegas.

"Aku sudah bilang, aku tak akan menunjukkan wajahku... sampai aku yakin kau mencintaiku. Apalagi… melayanimu di atas ranjang."

Ia terdiam sejenak, menenangkan debar di dadanya.

"Aku tak ingin kau mencintaiku karena wajah… atau tubuhku. Aku ingin kau mencintaiku karena hatimu merasa nyaman di sisiku. Karena caraku bersikap. Karena diriku… yang sebenarnya.”

Ia menunduk sesaat, lalu melanjutkan dengan suara nyaris bergetar, namun tetap jelas.

“Karena aku hanya ingin menikah sekali. Dan saat tua nanti… wajah dan kulitku yang kencang akan keriput. Penampilanku tak akan menarik lagi. Gigiku mungkin tanggal, tubuhku melemah, dan wajahku… tak akan semenarik sebelumnya.”

Ia mengangkat kepala sedikit. Tatapannya tak gentar meski suaranya masih lembut.

“Itulah kenapa aku tak ingin cinta kita bergantung pada wajah dan tubuh—karena keduanya akan berubah seiring waktu. Tapi hati… jika kau mencintaiku karena hatiku, mungkin… kau akan tetap mencintaiku sampai akhir.”

Kian terdiam. Tak disangka jawabannya seperti itu. Begitu… mendalam. Tapi ego di dadanya belum tersentuh.

Kanya melanjutkan, lirih namun pasti.

"Aku akan menjalankan semua tugas istri—mengurusmu, merawat rumah, menghormatimu… tapi tanpa dua hal itu."

Kian menyeringai kecil. Dingin.

“Oh, begitu?”

Dalam hati, ia tertawa hambar.

"Kau yakin bisa membuatku jatuh cinta… tanpa menyentuhmu, tanpa tahu seperti apa wajahmu?

Kau benar-benar naif."

Ia menghela napas berat, lalu bertanya dengan nada setengah mengejek.

“Lalu… sampai kapan kau akan melakukan itu? Setahun? Dua tahun? Lima tahun? Atau—”

“Satu tahun.” Potong Kanya cepat.

Tatapannya teguh.

“Beri aku waktu satu tahun. Jika dalam waktu itu kau tak bisa mencintaiku… maka ceraikan aku. Tanpa denda. Tanpa tuntutan apapun.”

Kian memicingkan mata. Menganalisis wajah Kanya meski hanya bisa menatap cadarnya. Dalam hati, ia mengejek.

"Satu tahun? Kau pikir aku akan berubah dalam setahun? Tanpa melihat wajahmu? Tanpa menyentuhmu?

Konyol sekali. Dasar wanita polos."

Namun bibirnya tersenyum samar.

“Baiklah.”

Ia menyilangkan tangan di dada.

“Deal. Satu tahun. Jika sampai saat itu aku masih tak bisa mencintaimu… aku akan menceraikanmu. Dan kau… tak boleh menuntut apapun dariku.”

Kanya mengangguk mantap.

Suara hatinya lirih, tapi kuat.

“Hanya ini yang bisa aku lakukan. Sisanya… aku pasrahkan pada Allah, yang maha membolak-balikkan hati manusia.”

Kian bersandar santai di sandaran sofa. Kepalanya miring sedikit, menatap Kanya yang masih menunduk, menunggu instruksinya sebagai seorang istri.

Otak Kian berputar cepat, memikirkan satu hal. Sebuah permainan kecil. Sebuah perang batin yang ia mulai sendiri.

“Berarti,” ujarnya pelan, “kau akan menyiapkan semua kebutuhanku… sebagai istri. Mengurusku.”

Kanya mengangguk pelan. “Iya.”

Kian menyeringai samar. Bibirnya membentuk senyum yang tak sepenuhnya bisa dibaca.

“Kalau begitu…”

Ia menatap mata Kanya dalam.

“Bantu aku melepas bajuku.”

Deg.

Kanya tersentak. Sekejap tubuhnya menegang. Tapi hanya sejenak.

Kemudian ia menunduk. “Baik.”

Langkahnya pelan. Tertatih oleh kakinya yang pincang. Tapi juga karena gugup. Tak pernah seumur hidupnya, ia menyentuh tubuh lelaki lain—selain ayahnya sendiri.

Dan kini… pria itu—suaminya sendiri. Pria yang tak mencintainya, yang hatinya telah dimiliki wanita lain—memintanya untuk membantu melepaskan bajunya.

Perlahan, Kian berdiri. Diam. Tatapannya dingin, seolah menantang Kanya untuk mundur… atau menyerah.

Tapi Kanya tetap melangkah. Pelan. Ragu.

Tangannya yang gemetar terangkat, menggapai dada Kian. Jemarinya mendarat di kancing pertama tuksedo hitam yang dikenakan Kian sejak prosesi ijab kabul. Hatinya berdebar begitu kencang, seolah tubuhnya menolak, tapi tekadnya tetap melangkah.

Ini bukan tentang tubuh. Ini tentang harga diri.

Tentang kesungguhan membayar luka dengan pengabdian.

Tentang seorang istri… yang mencoba mencintai, meski tahu dirinya tak dicintai.

Satu… dua… tiga…

Bunyi kancing seperti gema yang mengisi ruang sunyi itu.

Kian menatapnya dari atas.

Kemejanya kini tinggal separuh terbuka. Tapi tangan Kanya masih gemetar.

Kanya tak bicara, tak menatap. Hanya fokus membuka satu kancing demi satu, dengan napas yang tak teratur. Hatinya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Dan Kian…

Ia menatapnya lebih dalam, sudut bibirnya naik perlahan membentuk senyum tipis.

Bukan karena luluh.

Tapi karena puas.

Ia menang.

"Lihatlah betapa gugupnya kau, Kanya. Bahkan untuk menyentuh tubuh suamimu sendiri, kau gemetar seperti anak kecil ketakutan. Dan aku... akan menjadi lelaki pertama yang kau dekati seperti ini."

Dalam hatinya, Kian terkekeh pelan.

"Kau pikir bisa membuatku jatuh cinta hanya dengan menjunjung kehormatan dan prinsip? Naif. Dunia tak sesuci itu, Sayang…"

Kata ‘sayang’ yang terlintas di benaknya bukan ungkapan cinta, melainkan cibiran sinis yang berlapis ejekan.

Namun semakin lama Kanya berdiri dekat, semakin gamang pikirannya. Bukan karena simpati. Bukan juga karena iba. Tapi ada yang mengganjal. Seperti rasa penasaran yang perlahan menyusup tanpa diundang.

Seolah ia sedang menyingkap tabir misteri yang terlalu lama terkubur.

Tapi itu urusan nanti.

Untuk sekarang, ia masih duduk di balik kemudi permainan ini. Masih percaya bahwa dirinya satu-satunya pengendali.

Semakin banyak kancing yang ia lepas, jantung Kanya semakin tak menentu.

Genggaman jemarinya terasa kikuk. Napasnya sesak, seperti tersangkut di tenggorokan.

Dan kini…

Setelah tuksedo itu terlepas, ia mulai beralih pada kancing kemeja. Satu per satu—perlahan—hingga dada suaminya mulai tampak.

Bidang. Berotot. Dengan garis perut yang tersusun rapi… seperti irisan roti sobek.

Di balik cadarnya, pipi Kanya memanas.

“Tubuhnya bagus banget. Astaghfirullah… apa yang kupikirkan?”

Ini pertama kalinya ia melihat dada seorang pria dari jarak sedekat ini—selain milik almarhum ayahnya… dan para model iklan produk pria yang berseliweran di televisi.

Tangannya masih gemetar saat melepaskan kancing terakhir. Ia menarik napas panjang, menunduk dalam-dalam, lalu perlahan menarik kemeja itu dari tubuh suaminya.

“S-sudah…” ucapnya cepat, hampir gugup.

Tanpa berani menatap lagi, ia buru-buru membawa kemeja dan tuksedo Kian ke keranjang cucian.

Seolah menyelamatkan diri…

dari jebakan yang ia ciptakan sendiri.

Kian mengangkat satu alis.

Ada geli yang menggelitik dadanya.

"Dasar gadis pondok," batinnya.

"Terlalu suci, terlalu polos, terlalu lucu.

Cukup menyenangkan ternyata… punya “mainan” di rumah."

Ia melangkah santai ke arah kamar mandi. Tapi langkahnya terhenti tepat di depan rak handuk, bersamaan dengan Kanya yang baru saja berbalik setelah meletakkan pakaiannya di keranjang.

Bugh!

Tubuh mereka bertubrukan.

Wajah Kanya menabrak langsung dada telanjang Kian.

Deg.

Kanya langsung mundur satu langkah sambil menunduk kaku.

“M-maaf…” ucapnya gugup.

Lalu cepat-cepat berbalik dan pergi, nyaris setengah berlari meninggalkan kamar.

Kian memandangi punggung Kanya yang menjauh.

Bibirnya terangkat sedikit.

Dalam hati, ia menahan tawa.

"Lucu juga."

Gadis itu seperti gabungan dari kebingungan, kepolosan, dan ketakutan.

Tapi ia tetap melangkah mendekat. Tetap berusaha menunaikan janjinya.

"Naif. Tapi juga… menarik."

Dan Kian pun tersenyum lebih lebar.

Karena untuk pertama kalinya, setelah malam penuh luka dan kekesalan itu—ia merasa sedikit… terhibur.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
hati Lo aja masih gamang berharap hak n kewajiban adeh pak ustad ketawa euyy ....pak ustad yeh pak ustad kian butuh ceramah nih
asih
lahhh kamu aja belum bisa menata hati mu kenapa buru buru minta jatah,Hak kewajiban kanya sebagai istri

kanya aja sdh menyanggupi akan memberikan Hak nya kalau kamu sanggup mencintai nya Dan hidup selamanya bersamanya ..kamu aja yg plin plan mas kian

seharusnya kamu juga mikir setiap pernikahan Siri pihak yg paling di rugikan itu wanita, kalau bisa buat kanya menjadi istri sah secara agama Dan negara dulu.baru minta hakmu kian
Anitha Ramto
oo iyaaa,siapakah dua pasang mata yang memperhatikan Kian dan Friska..
Papa Keynan dan Mama Aisyahkah..kalo iya bagus dong biar Kian di kasih wewejang lagi dari Papa Keynan yang telah melanggar untuk menemui Friska bahkan memeluknya....
Anitha Ramto
Kasihan juga Friska...,yang hancur karena gagal menikah dengan Kian

jika kamu ingin mendapatkan hakmu terimalah dulu Kanya dengan baik dan tulus saling nenerima walapun belum sepenuhnya,,minimal kamu bersikap baiklah pada Kanya jangan terlalu datar dan coba untuk mencintai Kanya...
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
sabar Kanya... hurmm.. wajah mu itu tidak harus kau sembunyikan di balik cadar mu..buka lah cadar mu... berikan saja apa yg suami kamu inginkan.. tawakkal kepada Allah SWT..soal tidak tidak mau menyentuhmu itu hak dia..asal kamu sudah izin menjalani kewajipan mu sebagai isteri
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
lebih baik terpegang anjing dari memegang seorang wanita yang haram di sentuh walaupun menyentuh wanita mahram tidak perlu di sertu..kian Kian 😬 kawal nafsu mu
Sri Hendrayani
kasian kanya
Felycia R. Fernandez
kamu aja blom jadi suami yang baik apa yang mau diharapkan...
kamu juga blum mengenal Kanya,
sebagai suami apa yang kamu ketahui tentang Kanya???
coba kamu mulai terima Kanya,jadikan dia prioritas mu, cintai dia setulus hati mu.
jangan hanya Friska doank yang kamu simpan dihati mu.
lagian kamu belum mengenal Kanya
Puji Hastuti
Sabar kian, waktunya setaun, ini belum seberapa
Dek Sri
lanjut
Felycia R. Fernandez
waaah ternyata Friska pelakor nya disini...
merasa dikhianati padahal kamu dan Kian pasangan pengkhianat sebenarnya
untung Kanya wanita bijak dan taat agama,klo gak mungkin Friska udah viral karena mengambil suami orang...
Siti Jumiati
lalu apa yang bias aku harapkan dari pernikahan ini,sabar kian coba kamu terima tawaran Kanya bahwa kamu mau membuka hati dan belajar mencintai Kanya.
septiana
lanjut kak semangat 💪🥰
Fadillah Ahmad
Huh,kalau Sama Pak Buntala,kau mungkin Sudah Tiada Kian. 😁😁😁 dan Kau tak akan bisa hidup nyaman,karena Pak Buntala akan Menfhantuimu sampai ke alam mimpi 😁😁😁
Fadillah Ahmad
"Angkat Kaki?" Apa Maksudnya itu Kak Nana? Apa Kakinya di angkat sebelah untuk berjalan? Padahal dia punya dua kaki?
Fadillah Ahmad: Terima Kasih Kak, ata jawabannya 🙏🙏🙏 Aku Baru Tahu loh Bahwa IGD Dan UGD 8tu Berbeda... Selama ini Aku mengira IGD Dan UGD itu sama Kak Nana... Terima Kasih Banyak loh Kak Nana,ini Menambah Wawasan aku kak... Sekali lagi Terima Kasih Banyak Ya Kak 🙏🙏🙏
🌠Naπa Kiarra🍁: Wah, pertanyaannya luar biasa out of the box! 🤣🔥

Langsung aja kita bahas satu-satu, Kak!

🏥 UGD vs IGD

UGD (Unit Gawat Darurat)

Biasanya ada di rumah sakit kecil atau puskesmas. Dokternya biasanya dokter umum, dan fasilitasnya standar. Fungsinya lebih fokus pada penanganan darurat awal, sebelum pasien dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap jika diperlukan.

IGD (Instalasi Gawat Darurat)

Ini versi “sultan”-nya UGD 😎 Biasanya di rumah sakit besar, dengan fasilitas lengkap dan dokter spesialis standby. Siap tangani kondisi berat kayak serangan jantung, stroke, atau kecelakaan serius.

Jadi bisa dibilang:

UGD = standar emergency

IGD = VIP emergency lounge
total 2 replies
Fadillah Ahmad
F8sioterapi Itu Apa Kak Nana?
Fadillah Ahmad
Apa Bedanya UGD Dan IGD Kak Nana?
anonim
Kian jangan kasar kau sama istri - setidaknya pakai bahasa yang baik. Jiiiaaaahhh Kian - istri mana yang senang suaminya berbagi dengan wanita lain. Kian menantang Kanya nih...minta haknya sebagai suami - sekarang. Disambutlah permintaan Kian - kesanggupan Kanya untuk memberikan kewajibannya sebagai istri - sekarang - dengan dua syarat. SKAKMATT !
Bagaimana Kian ????
Oooo....ternyata noda lipstik dan aroma parfum Friska yang mabuk di tolong Kian.
Kelakuan sang mantan yang hatinya sedang retak - di bawa mabuk rupanya.
Fadillah Ahmad
Ternyata Wajah Wan8ta di balik Cadar itu Sangat Cantik ya kan? Seperti Wajah Wanita,vietnam,korea atau Tiongkok kan,cantik Banget nggk tuh ternyata. gimana dong Kian?

Lanjutkan kak Nana... 🙏🙏🙏 Aku Hadir lagi kak,setelah Menunggu Cukup lama,agar Novel ini Menandatangani Kontrak Eksklusid. Dan Akhirnya Sekarang Aku Bisa Baca 😁😁😁
abimasta
benarkan kian ketemu friska?meski hanya membantunya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!