"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
penyatuan
Ruby dan Rui sudah berada di kamar utama. Rui sedang menggambar pola sihir diatas sprei putih menggunakan darahnya sendiri, Ruby sempat meringis ngilu saat melihat Rui menggores ujung jarinya dengan belati.
Setelah pola lingkaran sihir yang rumit dan menakutkan dibuat. Ruby menutupnya dengan sprei merah agar terasa lebih baik, Rui menarik Ruby keatas ranjang. Jangkung mereka berdebar kencang dengan tatapan mata yang berkabut.
Dengan sekali ayunan tangan Rui bisa mematikan semua lampu lentera dan menyisakan satu untuk penerangan yang redup. Ruby merasa berdebar, apakah malam pertamanya akan memuaskan?.
"Tunggu, bisakah jendelanya di tutup?." Lirih Ruby merasa malu.
Klak
Rui menutup jendela dengan cepat, kini kamar terasa sangat gelap hanya dengan cahaya redup. Ruby dengan nakal meraba dada bidang Rui, Rui merasa geli dan menahan lenguhannya.
Elusan Ruby semakin menurun, dia juga mengecup lembut dada bidang suaminya lalu memberikan tanda kepemilikan disana. Semakin turun hingga ke bawah pusar dan melepaskan celana Hanfu milik Rui.
"Ugh... " Rui melenguh, saat Rui menyentuh big dragon miliknya.
Ruby menggesekkan pipinya pada big dragon milik Rui, dia mendongak menatap Rui dengan tatapan yang centil. memiringkan wajahnya dan mengecup lembut, lalu mulai mengulurkan lidahnya dan membuat Rui melenguh terkejut.
"Ugh.. tidak." Rui menahan wajah Ruby.
"Emhhmhh." Rui sengaja bicara sambil mengulum.
"Ekhhhh... sialan." Umpat Rui, matanya berkabut dan wajahnya memerah.
Rui menjambak rambut Ruby kuat, mengayunkannya dengan cepat sampai mata Ruby juling ke atas dan air mata menetes dari pelupuk matanya.
glok
glok
emhh
glok
hukh
Rui menatap ekspresi Ruby dengan buas, gairahnya semakin menyala-nyala. Dia menarik Ruby ke atas dan membantingnya ke samping, Ruby memekik karena tenaga Rui benar-benar sekuat itu.
"Ah jadi gini rasanya di banting suami." Batin Ruby.
Dengan tarikan kuat Rui merobek Hanfu milik Ruby lalu membuangnya asal. Rui menjambak Ruby hingga terduduk dan memeluknya dari belakang, tubuh mereka saling menempel dan merasakan kehangatan yang haqiqi.
Rui mengecup ceruk leher Ruby, memberikan tanda kepemilikan di segala sisi. Ruby hanya bisa melenguh menikmati sentuhan suaminya, dia merasa bagian bawahnya geli dan membuatnya gelisah.
Entah kenapa Ruby merasa panas dan lapar akan nafsu birahi, dia merasa matanya gleyengan dan dia merasa haus akan sentuhan.
"Ahh sentuh aku Rui, aku ingin lebih." Racau Ruby.
Rui sendiri juga sudah terlihat terbakar gairah, dia merasa sekujur sendi dalam tubuhnya memberontak. Dia tau ini semua akibat tanda dibawah mereka, Rui berusaha tetap sadar karena takut menyakiti Ruby, tapi___
Patss
Kesadaran Rui hilang, matanya berubah memerah dengan gairah menakutkan. Dia merasa big dragon miliknya berkedut dan semakin membesar, keduanya sama-sama tidak sadarkan diri tapi Melakukan penyatuan dengan ganas.
Brakk
Ahhh
Ahh
PLAKK
Akhhhhhh
Ahhh
PLAKK
Uhmkk
Ngghh
Mereka melakukan dengan panas dan keras, suara penyatuan lenguhan Ruby terdengar sangat keras. Untung saja kamar Xui dibatasi lorong dan halaman Paviliun, semoga saja suara mereka tidak sampai kesana.
Empat jam berlalu, keduanya masih menyala-nyala dengan penuh gairah. Bahkan mereka terlihat tersenyum seperti orang gila, mereka tidak sadar itu adalah nafsu birahi dalam diri mereka.
Hekkhhh
Aakkkkhhhhhhh
Aaakhhhhh
Ruby berteriak keras, tiba-tiba perut bawahnya terasa penuh dan membesar. Dia merasa ingin mengeluarkan sesuatu, itu terasa sakit tapi juga nikmat.
Arrggghhhh
Ukh
Arrggghhhh
Rui juga merasakan hal yang sama, dia merasa big dragon miliknya terasa sakit dan membengkak. Dia mempercepat temponya, keduanya berteriak dengan keras. Itu bukan teriakan kenikmatan melainkan teriakan rasa sakit yang tidak tertahankan.
Plok
Aakhhhhhhhh
Urgghh
Byuuurrrrr
Crattttttt
Craarttttt
Tidak masuk logika, lahar panas yang di semburkan keduanya sangatlah banyak. Keduanya terengah-engah dan badan mereka gemetaran. Ranjang tiba-tiba bersinar terang dan kesadaran mereka mulai kembali secara bertahap.
Nyutttt
Nyuttt
Ruby dan Rui merasa kepala mereka berdenyut sakit. Bukan hanya kepala tapi seluruh badan mereka terasa sakit.
"Awwhh, sakit." Lenguh Ruby.
"Ruby." Panggil Rui.
Ruby mendongak, terkejut melihat wajah Rui yang kacau sekali. Rambutnya kusut dan lepek karena keringat, wajahnya masih tetap tampan tapi kenapa tubuhnya terlihat jadi bertambah besar.
Rui sendiri terkejut saat melihat Ruby, Ruby tidak kalah kacau darinya tapi entah kenapa terlihat sangat sexy dan menawan sekali. Ruby terlihat semakin tobrut dan menggoda.
Ruby menatap sekeliling dan menutup mulutnya tidak percaya. Bagaimana bisa dia melihat cairan putih begitu banyak terciprat dimana-mana, itu menjijikan dan membuatnya malu.
Ruby dan Rui buru-buru turun dari ranjang, mereka menarik semua sprei dan kelambu yang ada mereka akan membakar dan menghilangkan jejak menjijikan itu.
Mereka juga langsung mandi meskipun Ruby harus berjalan ngangkang. Rui merasa bersalah, tapi dia tersenyum puas melihat Ruby seperti itu.
Deg.
Rui terkejut melihat jejak tamparan di pipi, punggung, dan beberapa tubuh Ruby. Rui mematung tidak percaya, apa dia telah berbuat kasar saat kesadarannya terenggut?.
"Maaf." Rui mengelus Pipi Ruby, merasa bersalah.
"Jangan di pikirkan, aku sendiri juga pasti menikmatinya. Sepertinya kita tidak bisa tidur malam ini, masih ada pesanan donat yang harus kita buat." Ucap Ruby serak.
"Itu bisa pagi nanti, masih ada waktu untuk tidur sebentar." Ucap Rui.
"Bagaimana jika terlambat bangun? kita harus bertanggung jawab sebagai penjual." Ucap Ruby.
"Tidak, aku akan membangunkan mu. Percayalah padaku." Ucap Rui.
"Rui, kau terlihat berubah apa kau menyadarinya?." Tanya Ruby.
"Aku?." Kaget Rui.
"Iya, kau terlihat lebih kekar dari sebelumnya. Terlihat jadi lebih kuat dan kokoh, lalu cara bicaramu sudah lancar tanpa terbata atau terputus. Suaramu juga berubah, kau sungguh tidak sadar?." Ucap Ruby.
"Benarkah? aku merasa masih sama saja." Jujur Rui.
"Begitu ya, apa penyatuan kita berhasil?." Tanya Ruby.
"Ya, ada tatto di pinggang bawahmu, aku juga memilikinya." Rui menurunkan sedikit celana hanfunya.
"Wahh jadi setelah ini kau tidak bisa menikah lagi kan?." Ruby berbinar.
"Milikku tidak akan bisa bangun jika bukan padamu, tentu saja aku bisa menikah jika hanya menikah tanpa berhubungan badan." Ucap Rui.
"Jadi kau tetap akan menikah lagi dan menduakanku?!." Sungut Rui.
"Bukan, aku hanya menjawab pertanyaan mu." Kaget Rui.
"Bohong!!!." Sungut Ruby.
"Aku tidak berbohong." Ujar Rui.
PLAAKKKK
"Oh maaf, tiba-tiba aku membencimu. Aku membayangkan kau akan menikahi wanita lain, maaf.. apa sakit?." Ruby tersenyum smirk.
Rui mematung syok, dia merasakan sensasi panas dan perih di pipinya. Itu tamparan yang keras, apalagi tatapan mata Ruby yang menakutkan. Rui hanya terdiam, tidak atau harus bereaksi seperti apa.
"Aku bertanya.. Apa sakit?." Ruby menusukan kuku jarinya pada dada bidang Rui.
"Ugh.. tidak, tidak sakit." Jawab Rui.
"Apa aku jahat Rui?." Tanya Ruby dengan puppy eyes nya.
"Tidak." Jawab Rui.
"Lalu kenapa aku menamparmu tadi?." Tanya Ruby.
"Karena kau merasa marah, membayangkan aku menduakanmu." Jawab Rui.
"Benar, apa aku sakit hati dan sedih? aku memang gila Rui, aku lebih suka menamparmu daripada menangis." Ucap Ruby, dia memang memiliki gangguan jiwa, bukan hanya pura-pura gila.
"Maafkan aku." Ucap Rui.
"Jangan meminta maaf kecuali kau berbuat kesalahan. Peluk aku jika apa yang aku tuduhkan hanya kebohongan, jangan mengucapkan maaf tapi peluk aku jika itu tidak benar." Ucap Ruby.
Greb
Rui memeluk Ruby dengan erat. Ruby tersenyum smirk, dia merasa bahagia karena Rui dalam kendalinya saat ini. Dia gila jika menyangkut hak milik, jika ada wanita yang berani menantangnya maka dia harus mati.
"Milikku tetap miliku, bahkan jika aku jadi hantu. Aku akan membunuh mereka yang menjadi pasangan baru suamiku." Batin Ruby, psikopat.
Tiba-tiba Ruby tersenyum dengan polos lagi, dia mendongak menatap Rui. Mereka naik ke atas ranjang dan terlelap tidur, mengembalikan energi yang sudah terkuras habis-habisan.
Xui terbangun saat fajar sudah menyingsing, dia mandi dan bersiap untuk berangkat ke akademi. Tapi, kenapa tidak ada apapun di meja makan? Xui celingukan mencari keberadaan Rui dan Ruby.
"Dimana Ibu dan Ayah? apa mereka telat bangun?." Batin Xui.
Drap
Drap
Xui mendengar suara langkah berlari mendekat, ternyata itu Rui yang berlari buru-buru. Sepertinya orang tuanya menang terlambat bangun, mungkin mereka kelelahan.
"Tidak apa-apa Ayah, aku bisa sarapan di kantin akademi." Ucap Xui.
"Tidak, diam disana hanya menyempatkan sarapan tidak membuatmu terlambat." Ucap Rui, bergerak cepat menggoreng telur dan menanak nasi.
"Ayah, apa kau baik-baik saja?." Tanya Xui.
"Ya? apa maksudmu?." Bingung Rui.
"Kejadian kemarin, apa Ayah baik-baik saja." Ulang Xui.
"Tidak perlu di pikirkan." Ujar Rui, menjawab meskipun sibuk menggoreng telur dan dendeng.
"Dimana Ibu? apa Ibu sakit karena pesanan yang membludak?." Tanya Xui.
"Biarkan Ibumu istirahat lebih lama, setelah ini dia harus membuat banyak pesanan." Rui berdehem malu.
"Benar juga. Ayah, apa aku boleh bertanya sesuatu?." Tanya Xui.
"Apa?." Rui menoleh.
"Apa kau benar-benar Ayahku?." Entah kenapa ini mengusik hati Xui, meskipun mirip bukan berarti benar.
"Apa yang kau katakan?." Rui menatap penuh pada Xui.
"Beberapa hari ini aku berpikir, bagiamana jika kita hanya mirip? jika aku bukan anakmu, bagaimana?." Xui menunduk.
Rui meletakan telur dan dendeng goreng di piring, dia mendekat pada Xui. Menatap wajah Xui lamat-lamat, dia sendiri pernah berpikiran bahwa ini hanya kebetulan mirip.
"Soalnya... Para pangeran biasanya lahir dengan tanda di dahi, jika belum menikah tanda itu akan berwarna putih dan setelah menikah akan berubah menjadi merah. Tapi, aku tidak memiliki tanda itu." Ucap Xui.
Rui mendengarkan dengan seksama, sesaat kemudian dia menujuk dahi Xui dengan jari telunjuknya, padahal itu hanya sentuhan pelan tapi Xui merasa kepalanya mau pecah.
Phengggg..
"Aarrggggghhhh."