Asila Ayu Tahara. Perempuan yang tiba-tiba dituduh membunuh keluarganya, kata penyidik ini adalah perbuatan dendam ia sendiri karna sering di kucilkan oleh keluarganya . Apa benar? Ikut Hara mencari tahu siapa sih yang bunuh keluarga nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonjuwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian lagi
Hara terduduk di hadapan Hakim yang baru saja kembali setelah memesan makanan mereka malam ini, di bawah tenda pecel lele yang cukup luas itu siapapun bisa melihat senyuman keduanya.
“Kak ada yang mencurigakan gak di TKP?” kini Hara mengeluarkan suara
“Emmm…” Hakim tampak berpikir sejenak
Lalu meraih ponselnya yang ada dalam saku celana levis nya, ia membuka galeri dan menunjukkan satu foto pada Hara.
Foto jepitan berwarna kuning muda dengan gambar bintang itu Hara cukup mengenalnya. Hara terdiam setelah melihat foto yang ditunjukkan Hakim
“Menurut kamu ini punya siapa?” tanya Hakim
Hara terdiam, ia ingat bahwa Dewi memiliki jepit rambut mirip sekali dengan foto tersebut
"Ini ditemui di samping rumah kamu.” lanjut Hakim
Hara tak mau berburuk sangka lagi, ia tak bilang bahwa Dewi juga memiliki jepitan mirip sekali dengan foto itu.
“Mungkin punya Kak Dita” jawab Hara
Kini mengalihkan pandangannya dari foto tersebut, namun Hakim menggeser layar itu membuat Hara juga penasaran foto apa yang akan Hakim tunjukkan lagi.
“Kalo ini?”
Foto itu menunjukkan korek api berwarna silver dengan ukiran kepala harimau di tengahnya, ditambah ada sebuah tulisan tepat di bawah ukiran tersebut.
Hara memicingkan matanya lalu menggeleng lemah sambil menatap Hakim.
“Kedua ini ditemui di samping rumah, yang mana itu tepat di deket pembakaran sampah.”
“Kalo korek ini aku gak tau Kak.” jawab Hara
Obrolan mereka terhenti saat salah satu pelayan pecel tenda itu mengantarkan pesanannya, Hakim membereskan meja agar lebih lega untuk Hara.
Sebelum menyantap hidangan di hadapan mereka, Hara rupanya tengah menggerutu perihal pelaku yang tak meninggalkan sedikitpun petunjuk. Hakim di hadapannya hanya tertawa gemas sambil memotong lele yang masih panas menggunakan tangannya.
Piring Hara di tukar oleh Hakim yang membuat Hara juga ikut berhenti bicaranya.
“Di tuker biar kamu ga susah nanti makan nya. Sekarang makan dulu ya, nanti lagi ngobrol nya. Pasti saya dengerin lagi kok.” ucap Hakim dengan lembut
Pipi Hara tiba-tiba saja terasa panas, ia merasakan deg-degan yang tiada tara dalam dada nya. Meskipun dengan perasaan begitu, Hara tetap menyantap pecel lele yang sudah Hakim siapkan.
Makan mereka tak lama sebenarnya, buktinya kini Hara sudah selesai dengan makanannya dan Hakim pun sama namun kali ini tengah berbincang dengan teman yang tak sengaja di temuinya.
“Kakak aku boleh kesana dulu?” ucap Hara yang sudah mulai bosan menunggu Hakim berbincang
Hakim lihat tangan Hara yang menjulur menunjuk ke suatu tempat, ia tak tahu pasti mau kemana gadis itu namun anggukan lembut menjadi jawaban Hakim atas permintaan Hara barusan.
Hara beranjak dari kursinya meninggalkan Hakim yang masih asik dengan teman yang sedari tadi berbincang, ia menghampiri kucing yang tengah makan di dekat tempat sampah lalu mengelus kucing yang kurus itu.
“Aku beli makan dulu ya.” ucap Hara pada kucing seolah mereka memahami dengan apa yang Hara ucapkan
Ia merogoh baju nya tak mendapatkan uang sepeserpun di dalamnya, ia kembali menghampiri Hakim dan menarik lengan baju yang tertua itu
“Apa Hara?” tanya Hakim dengan lembut
“Aku boleh pinjem uang ngga?”
“Berapa?” Hakim merogoh saku celana nya
“Lima puluh ribu, boleh?”
Hakim mengeluarkan uang seratus ribu dari dompetnya, membuat Hara berbinar melihat nya.
“Aku mau beli makan kucing dulu ya!” seru nya
Hakim mengelus pucuk kepala Hara sambil mengangguk lembut.
Hara berlari sedikit ke arah seberang untuk ke minimarket mencari makanan kucing yang ia cari, ia berkeliling dari rak satu ke lainnya hingga menemukan yang ia cari. Ia ikut mengantri di kasir yang rupanya sangat ramai itu.
Hingga tibalah giliran dirinya untuk maju namun sosok dengan tubuh tinggi besar menyelak antriannya, matanya mengerling malas dan menatap dingin lelaki dengan tampilan preman itu.
“Apa?!” sulut lelaki tersebut
Pundak Hara di dorong ke belakang membuat Hara mengeluarkan nafas kasarnya
“Antri.” ucap Hara
“Gak mau!” jawab lelaki tersebut
“Jangan nyesel kalo abis ini nyawa kamu melayang” ucap Hara sangat kecil
Kecil sekali sampai lelaki itu tak mendengarnya.
Sejujurnya Hara tak tau pasti nasib preman di hadapannya ini, namun kini ia tengah bertaruh dengan perasaannya. Dari kejadian kemarin-kemarin orang yang berurusan dengan Hara memang mati dan entah ini kesengajaan atau memang kebetulan.
Maka nya kali ini Hara ingin membuktikan perasaannya, benarkah bahwa ia kini tengah diawasi untuk dijaga oleh siapapun itu yang tak ia ketahui juga.
Hara kembali dengan makanan kucing itu dan memberi total dua kucing yang tengah kelaparan, Hakim yang melihat kegiatan gadis nya kini tersenyum senang melihatnya.
“Udah?” tanya Hakim sambil mengelus pucuk kepala Hara
Hara mendongak lalu tersenyum pada Hakim.
Kini mereka melanjutkan perjalanan nya menuju rumah orang tua Hakim, perjalanan malam dengan lagu yang berputar di dalam mobil itu menambah ketenangan bagi Hara. Ia melihat jendela sampingnya yang menampilkan mobil yang juga berjalan searah dengan mobil Hakim.
“Ngantuk?” tanya Hakim sekilas menoleh ke arah Hara
Hara menoleh ke arah Hakim yang tengah menyetir dengan fokus
“Ngga kok”
“Kalo ngantuk tidur aja”
Hara mengangguk sambil tersenyum dan masih menatap Hakim
“Kenapa liatin saya begitu.”
“Kakak punya pacar gak?”
Hakim melirik sebentar ke arah Hara
“Apa pertanyaan nya, kok gitu?”
“Emang aku gak boleh tanya ya? Siapa tau Kakak punya pacar dan Kakak malah anter jemput aku begini, gimana perasaan pacar Kakak”
Hakim terkekeh kecil, lalu menjulurkan telapak tangannya mengelus pucuk kepala Hara
“Ngga ada” jawab nya dengan lembut
“Kak”
“Hmm?”
“Tadi…”
Hakim menunggu Hara melanjutkan perkataannya, namun Hara sama sekali tak ada suara saat itu membuat Hakim menoleh ke arah sampingnya. Menemukan raut wajah Hara yang tengah bingung.
“Udah sampe” ucap Hakim kini mengalihkan pembicaraannya
Hara berbinar ketika melihat rumah yang terang dengan kedua orang tua Hakim yang sudah menunggu di depan pagar.
“Kok Ayah Ibu ada di luar malem-malem gini Kak?”
“Soal nya mau nyambut kamu” ucap Hakim tersenyum sambil melihat Hara
Hara membuka pintu mobil Hakim dengan perlahan laku menurunkan kakinya satu persatu hingga akhirnya menampakkan dirinya di hadapan orang tua Hara.
Hara bisa melihat tatapan khawatir dari mereka berdua ingin rasanya ia langsung berlari dan melompat ke arah pelukan keduanya, namun ia mengurungkan niatnya.
Melihat telapak tangan Hakim yang terulur ia meraih telapak yang sangat ia percayai sekarang, dengan senyuman nya ia berjalan menghampiri orang tua Hakim.
“Anak Ibu, ya tuhan” ucapan perempuan tua itu langsung memeluk Hara dengan suara yang gemetar
Hara terkejut pasalnya Ibu Hakim langsung memeluknya bukan memeluk Hakim.
Ia membalas pelukan itu sambil tersenyum hangat, hangat sekali ini adalah pelukan hangat yang sangat ia damba.
Mereka berjalan menuju ke dalam rumah, namun tiba-tiba Hakim menghentikan jalannya dan mengangkat handphone yang sedari tadi bergetar.
Mereka juga ikut berhenti untuk menunggu Hakim.
"Apa Kal?”
“Kim, pembunuhan lagi”
“Dimana?”
“Di pasar deket kantor kita”
“Gue telat ya, gue langsung ke TKP nanti. Sekarang gue lagi di rumah”
“Anjir lah, buruan ya. Hara juga terlibat lagi kali ini”
Hakim memandang Hara lalu menggaruk tengkuk nya yang tak gatal, ia mematikan teleponnya
“Kenapa Kak?”
Hakim masih fokus pada ponselnya, melihat foto yang baru saja dikirim kan oleh Kala.
“Kak?” kini Hara menghampiri Hakim
“Kamu kenal orang ini?” Hakim menunjukkan foto tersebut
Hara terbelalak ketika melihat foto mayat seorang lelaki yang tak asing, preman yang tadi sempat ia sumpahi kematiannya kini benar-benar mati dengan tragis dan lagi-lagi dengan tubuh dan kepala yang hampir putus.
Hara mengangguk lemah, membuat Hakim mencengkram bahu Hara
“Dimana?”
“Tadi di minimarket”
“Ada kejadian apa tadi?”
“D-dia nyelak antrian aku, terus. Udah.”
Hakim menghela nafasnya lelah, melepaskan cengkraman di bahu Hara
“Kamu terlibat lagi sekarang.” nada bicara Hakim sungguh sangat pasrah
Ayah dan Ibu menghampiri keduanya
“Gak mungkin Hara, kan Hara dari tadi sama kamu. Kamu ini gimana sih!” ucap Ibu
“Masalahnya sebelum dia meninggal dia terlibat cekcok sama Hara Bu.”
“Pokoknya Hara gak boleh kemana-mana, dia harus disini!” ucap Ibu Hakim yang kini menggenggam erat lengan Hara
Hara yang masih mencerna situasi itu diam sambil menatap wajah frustasi Hakim.
“Kak? Serius, bukan aku.”
Hakim mengangguk paham, karna memang tak masuk akal jika Hara pelakunya. Namun ia benar-benar tak habis pikir ada dengan kejadian ini.
“Kita balik lagi ke kantor, kamu harus jelasin”
“Ngga! Hara tetep disini!” sergah Ibu
“Bu, Hara cuma kasih keterangan aja kok.” ucap Hakim lembut
“Pasti disana Hara dicecar, suruh ngaku, padahal memang bukan perbuatan nya!” ucap Ibu
“Gak apa-apa kok, nanti kalo udah selesai Hara langsung pulang.” Hara melepaskan dengan lembut pegangan Ibu Hakim
Ibu Hakim tampak tak terima dengan itu, ia sedikit merasa berat hati melepaskan genggamannya pada Hara.
Hara dan Hakim kembali ke kantor polisi, Hakim menoleh ke arah Hara yang tertidur di sampingnya. Ia menatap sendu pada gadis di sebelahnya itu.
Ia mengelus rambut Hara dengan pelan takut mengganggu tidur nya yang tenang, benar buktinya kini Hara menggeliat dalam tidurnya
“Ssstt, ssst. Ada saya Hara, kamu gak perlu takut”
Hara meraih lengan yang masih bertengger di kepalanya, lengan itu ia genggam dalam kondisi mata yang masih terpejam ia menggenggam erat tangan Hakim.
“Aku percaya Kakak, Kakak bakal terus lindungi aku.”
Ucapan Hara dengan nada mengantuknya itu membuat Hakim tersenyum, dan mengeratkan genggamannya.