Kehidupan sempurna. Paras cantik, harta melimpah, suami yang berkuasa. Nayla merasa hidupnya begitu sempurna, sampai ketika Stefan suaminya membawa seorang gadis muda pulang ke rumahnya. Kecewa dan merasa terkhianati membuat Nayla memutuskan untuk menuntut cerai suaminya ...
Dan di saat terpuruknya, ia menerima lagi pinangan dari seorang pria muda bernama Hayden yang menjanjikan kebahagiaan baru padanya ...
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Mari bersama-sama simak ceritanya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Punggung yang Kokoh
Sesaat sebelumnya, saat Nayla dan Stefan tengah berdansa bersama. Mereka sempat merasa canggung setelah Nayla mengabaikan pertanyaan Stefan sebelumnya. Nayla memang sengaja tak ingin menjawabnya. Perasaannya saat itu sangat dilema.
Sudah beberapa bulan ini, hubungannya dengan Stefan suaminya meregang. Dan baru pertama ini lah keduanya kembali sangat dekat lagi. Nayla merasa kesal, sedih dan jijik dalam waktu bersamaan saat Stefan memeluknya. Namun, ia harus terlihat baik-baik saja.
Nayla juga merasa sangat menyedihkan. Dimana ia teringat kenangannya bersama Stefan dan harapannya dulu yang ingin hidup selamanya bersama Stefan. Namun, kini semua itu hanyalah masa lalu, karena baginya masa depan itu sudah tidak ada.
"Jawab aku Nayla. Apa yang kamu bicarakan dengan pria tadi?" Tuntut Stefan yang masih penasaran. Nayla membuang nafas kesal.
"Hanya obrolan normal, selayaknya teman."
Mendengar jawaban Nayla itu membuat alis Stefan berkerut.
"Teman? Dengannya? Hahaha ... Nayla sayang, usia kalian saja terpaut cukup jauh. Bagaimana kamu bisa berteman dengannya?" Ejek Stefan menertawakan jawaban Nayla yang tedengar Naif.
"Kenapa tak boleh? Kekasihmu juga kan jauh lebih muda dari usiamu. Bahkan jauh lebih muda lagi dari tuan Hayden." Sindir Nayla dengan seringai di wajahnya. Stefan terlihat sangat kesal.
Sedangkan Nayla tak sengaja melihat Hayden yang berdiri di salah satu tepi ruangan dengan masih memegang setangkai mawar yang pemuda itu berikan padanya tadi. Saat mata mereka bertemu, Hayden melambaikan tangan pada Nayla. Senyum kecil pun muncul di wajah Nayla.
"Walaupun aku memiliki kekasih dengan gadis lain. Aku tak akan membiarkanmu mencari pria lain juga Nayla." Seru Stefan saat melihat perbedaan ekspresi Nayla saat melihat Hayden. Nayla sendiri menatap Stefan dengan tatapan heran.
"Aku tak mengerti apa maksudmu, Stef?" Tanya Nayla kebingungan.
"Tidak perlu berpura-pura Nayla, kamu pasti sangat putus asa sampai ingin membuatku cemburu dengan mendekati pria lain. Tapi, ingat aku tak akan membiarkanmu memiliki hubungan dengan pria lain. Terutama tuan Hayden!"
"Aku tak tahu apa yang kau pikirkan tentangku dan tuan Hayden. Tapi, kami tak ada hubungan seperti itu. Lagipula, aku bukan pengemis yang terus mengharapkan perhatianmu Stefan. Bagiku, kau tak ada bedanya seperti sudah mati." Sarkas Nayla pada Stefan. Ia tak bisa menahan kekesalannya.
Dan saat itu tepat lagu dansa mereka telah usai. Nayla ingin segera melepaskan pelukan Stefan darinya. Namun, Stefan justru menariknya mendekat dan dalam sekejap ia mendaratkan ciuman di bibirnya.
Nayla terkejut dan berusaha mendorong tubuh Stefan menjauh. Tapi, Stefan justru menekan tengkuknya dan memperdalam ciumannya. Kesal, Nayla menggigit bibir Stefan dan akhirnya ciumannya pun terlepas.
Setelah membungkuk hormat, Nayla segera meninggalkan ruang pesta. Perasaannya campur aduk. Ia segera berlari ke kamar mandi dan segera membasuh bibirnya dengan air. Ia juga berusaha menggosok bibirnya dengan kuat sampai lipstik yang ia kenakan hilang.
Nayla merasa jijik dengan ciuman Stefan. Karena, ia membayangkan bibir itu juga sudah dibuatnya mencium pelac*r itu. Membayangkan mereka berbagi ciuman yang sama membuat Nayla merasa mual. Ia terus berusaha menggosok bibirnya dengan kuat, hingga hampir terkelupas sampai sedikit berdarah.
Dan di saat itulah, air matanya tak lagi bisa terbendung. Nayla menangis sambil terus melontarkan sumpah serapah pada Stefan.
Setelah cukup tenang, Nayla segera membasuh wajahnya. Ia berencana langsung pulang terlebih dulu karena penampilannya sudah begitu buruk. Sama dengan suasana hatinya juga. Ia sudah tak bisa berpura-pura baik-baik saja di depan semua orang lagi saat itu. Jadi, untuk lebih amannya. Nayla memutuskan untuk kembali terlebih dulu.
Saat berjalan di lorong menuju ke tempat parkir, ia melihat Hayden yang sudah menunggunya. Dan ntah benar atau tidak, Nayla melihat kalau pemuda itu terlihat seperti mengkhawatirkannya.
"Nona ..."
"Maaf tuan, saya ingin pulang terlebih dulu." Ujar Nayla dengan kepala tertunduk.
"Maaf saya bersikap lancang. Tapi, saya akan mengantarkan anda. Permisi." Ucap Hayden sebelum menggenggam pergelangan tangan Nayla dan membawanya ke arah mobilnya. Karena sudah lelah, Nayla terlihat hanya pasrah saja.
Hayden dengan lembut membukakan pintu mobil untuk Nayla. Membantunya duduk dan bahkan ia juga memasangkan sabuk pengaman untuk Nayla. Ia juga melepas jasnya untuk menyelimuti tubuh Nayla. Karena gaun yang dikenakan olehnya sedikit basah. Nayla hanya diam saja menerima semua sikap manis Hayden itu. Tubuh dan hatinya terlalu lelah untuk merespon.
Setelah itu Hayden segera duduk di kursi pengemudi dan segera meninggalkan tempat pesta. Selama perjalanan, Nayla hanya diam sambil mengamati jalanan dibalik kaca mobil.
Disepanjang perjalanan itu, Nayla kembali teringat kenangan-kenangan indah bersama Stefan. Mulai saat Stefan yang melamarnya, moment mereka mengucapkan sumpah pernikahan. Dan banyak hari berharga dan bahagia yang mereka hadapi bersama. Namun, semua itu sudah hilang.
Ia menebak-nebak alasan dibalik perubahan sikap Stefan padanya. Apakah karena ia yang masih belum bisa memberikan anak pada Stefan? Atau apa? Padahal, Nayla sudah berusaha menjalankan tugasnya sebagai istri dan rekan bisnis dengan sangat baik. Tapi, pengkhianatan lah yang ia dapatkan. Tak terasa air matanya kembali menetes.
Hayden sempat melirik ke arah Nayla. Ia pun mencengkram kuat kemudi menahan emosi. Akhirnya ia membanting stir ke tepi sebuah sungai di pinggiran kota yang sempat ia temukan saat berkeliling sebelumnya.
"Mari turun sebentar, nona." Ajak Hayden setelah menepikan mobilnya di jalan setapak dekat dengan sungai.
"Dimana ini tuan? Bukankah anda mengatakan akan mengantar saya pulang?" Tanya Nayla yang kebingungan melihat sekitarnya banyak ilalang dan cukup gelap. Hanya beberapa lampu jalan yang remang-remang saja. Ia segera melemparkan tatapan waspada pada Hayden.
"Tenang nona. Saya tidak bermaksud jahat. Saya rasa anda membutuhkan udara segar. Dan saat kita berkeliling sebelumnya, tempat ini terlintas di benak saya. Jadi, saya membawa anda kemari. Sungguh, saya bersumpah tidak akan melakukan sesuatu yang buruk." Seru Hayden sungguh-sungguh sambil mengangkat kedua tangannya.
Melihat keseriusan Hayden, akhirnya Nayla pun luluh. Hayden dengan segera membukakan pintu mobil dan mengulurkan tangannya pada Nayla. Ia juga segera menyandarkan jasnya lagi ke bahu Nayla agar ia terlindungi dari angin malam.
Nayla berjalan perlahan ke tepi sungai. Malam itu begitu cerah. Tak ada awan di langit. Bulan pun bersinar begitu terang dan cahayanya juga terpantul di permukaan sungai. Udara segar malam itu sedikit meringankan nafasnya yang berat.
"Di sini tidak ada orang nona. Anda bisa berteriak dengan lantang agar beban di hati anda juga sedikit mereda." Ucap Hayden yang tersenyum lembut padanya.
Awalnya, Nayla ragu. Namun, sesak di dadanya membuat Nayla memberanikan diri. Ia berjalan lebih ke depan. Nayla menarik nafas panjang sebelum mengeluarkan sumpah serapahnya pada Stefan.
"Dasar Brengs*k! Aku benar-benar membencimu Stefan!" Teriak Nayla diakhir sumpah serapahnya. Setelah itu ia kembali menangis.
"Anda bisa meminjam punggung saya nona. Saya tidak akan melihat anda. Saya akan pura-pura tidak tahu, nanti." Ucap Hayden sebelum membelakangi Nayla.
Melihat itu Nayla tak bisa lagi berpikir jernih. Ia pun menangis sambil menyandarkan kepalanya di punggung Hayden. Hayden hanya diam saja dengan tenang menjadi sandaran Nayla.
Walaupun ia tak bisa memberikan hal banyak pada Nayla. Setidaknya, Hayden ingin memastikan bahwa Nayla tidak seorang diri di saat-saat terpuruknya.
"Anda tak sepantasnya menangisi laki-laki brengs*k seperti suami anda itu, nona." Gumam hati Hayden yang ikut merasa marah mendengar tangisan Nayla di belakangnya.
.
.
.
Bersambung ...