Semua berawal dari rasa percayaku yang begitu besar terhadap temanku sendiri. Ia dengan teganya menjadikanku tumbal untuk naik jabatan, mendorongku keseorang pria yang merupakan bosnya. Yang jelas, saat bertemu pria itu, hidupku berubah drastis. Dia mengklaim diriku, hanya miliknya seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusi Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15
Aku memandangi tubuhku dari depan cermin. Bagus juga selera Elbarra, aku suka piyamanya. Berwarna merah muda, senada dengan sandal yang kumiliki.
Baru saja aku berbicara dengan Elbarra tentang keinginanku untuk bermalam di apartement ini, untung saja pria itu langsung setuju. Dia bilang, dia juga bosan dirumah.
"Sayang, tolong ambilkan pakaianku di paperbag hitam!"
Aku mengangguk, lalu mengambil paperbag hitam dan memberikannya kepada Elbarra yang masih berada di kamar mandi.
"Kau tidak ingin membantuku berpakaian, Sweety?" tanyanya sambil tersenyum jahil.
"In your dream!" Buru-buru aku menjauhinya. Aku berjalan menuju kasur, lalu merebahkan diri disana.
Televisi masih menyala sejak tadi, aku mengganti tayangannya namun tak ada satupun film yang kusukai.
"Menonton melalui netflix saja, Sayang!" Elbarra sudah keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Film apa tapi?"
"Drakor maybe,"
Aku menggeleng, aku sedang tidak mood untuk nonton drakor.
"Bagaimana jika aku yang memilih?" Elbarra menawari, aku langsung mengangguk setuju.
Kuberikan remot itu kepadanya. Sembari menunggu film yang akan ditonton, aku memutuskan untuk memejamkan mata sebentar. Tiba-tiba Elbarra menghampiriku kemudian ikut rebahan di kasur.
"Hey, kau ingin tidur atau menonton?"
Kedua mataku langsung terbuka lebar. Ternyata Elbarra mematikan lampu utama, menyisakan lampu di dapur dan layar televisi sebagai penerangan.
"Kenapa harus dimatikan?" ucapku gusar. Aku merasa canggung bila lampunya mati.
"Tidak apa-apa, Sayang. Biar lebih menikmati." Elbarra mengambil posisi duduk di sebelahku sembari bersandar. Mendadak ia menarik tubuhku hingga kepalaku terbentur dengan dadanya. Tangannya lalu melingkar di perutku, seperti memeluk dari belakang.
Aku merasa ada yang tidak beres dari intro film ini. Rasanya tidak asing, apa ya judulnya? Aku lupa-lupa ingat. Dahiku terus mengkerut memikirkan judulnya, sampai akhirnya para pemain film itu muncul.
Oh, Gosh. Mataku terbelalak lebar. Kulirik Elbarra yang nampak santai, dengan pundakku yang menjadi penyangga dagunya. Bagaimana bisa dia mengajakku menonton film ini? Fifty Shades of Grey.
"El, tidakkah kita mencari film lain?" Aku meremas bajuku tidak tenang.
"Ada apa, Sayang? Memangnya apa yang salah dengan film ini?"
Dia pura-pura tidak tahu, atau memang tidak tahu isi dari filmnya?
"Filmnya mengandung adegan+++, aku tidak suka."
Lihatlah bagaimana caranya tertawa, apa dia sengaja melakukannya?
"Baiklah-baiklah. Aku mengganti filmnya, oke?" Elbarra mengambil remote, kemudian mencari film lain.
"Aku ingin nonton Avatar!"
Ia mengangguk iyakan. Namun yang ia klik bukan Avatar yang kuinginkan.
"Bukan itu, El. Aku ingin menonton Avatar yang berwarna biru, bukan yang botak."
"Oh, salah yaa?"
Aku mengerucut sebal, buru-buru Elbarra mengganti filmnya lagi. Akhirnya Avatar yang kuinginkan tayang juga. Aku begitu antusias menontonnya, sementara Elbarra terlihat tidak semangat.
Disaat setengah jalan, aku tidak bisa fokus saat merasakan tangan besar milik pria itu yang perlahan memasuki bajuku. Ia mengelus-elus perut datarku, sesekali mencubitinya.
"El, hentikan! Geli!" Kutahan tangannya seraya memasang wajah galak.
Bukannya berhenti, tangan itu justru makin naik yang semakin membuatku panik. Aku melotot kearahnya, namun ia terlihat biasa saja.
"Kau fokus saja menonton, Sayang. Jangan perdulikan aku!"
Are you crazy? Bagaimana bisa aku fokus jika diganggu seperti ini? Pria ini pasti tidak akan berhenti. Aku berpikir keras, hingga tercetuslah sebuah ide. Pura-pura aku menguap lebar.
"Aku mengantuk," ucapku sambil mengucek mataku.
"Baru pukul 7, Sayang."
"Tapi aku sudah mengantuk," Tanpa menunggu respon darinya, aku segera membebaskan diri kemudian rebahan disampingnya.
"Ya sudah, istirahatlah kalau begitu." Ia mencium keningku sekilas, kupikir dia akan ikut merebahkan diri, ternyata lanjut menonton.
Film Avatarku justru diganti dengan film yang awal tadi, ia masih ingin menonton film Christian Grey dan Anastasia. Benar-benar menjengkelkan.
Ehh, tunggu. Kenapa aku justru berharap bahwa Elbarra akan ikut tidur denganku? Oh, sepertinya aku mulai gila. Berulang kali aku memukul keningku pelan, agar bayangan Elbarra hilang di kepalaku.
Entah apa yang dilakukan pria itu akhirnya, aku tidak tahu. Yang awalnya hanya pura-pura, aku akhirnya benar-benar merasa mengantuk lalu terlelap.
...****************...
Di pagi hari yang cerah ini, aku kembali ke kampus dengan diantar Elbarra. Tak seperti biasanya, Addie sudah lebih dulu ke kelas.
"Ad, bagaimana kondisimu? Kau baik-baik saja kan?"
"Apa maksudmu, Si? Memangnya apa yang terjadi kepadaku?" Addie tertawa kecil, lalu melanjutkan bermain ponselnya.
"Syukurlah jika kau baik-baik saja," Aku bernafas lega mendengarnya. Tapi satu hal yang agak berbeda dari Addie, dia tak banyak bicara seperti biasa.
"Ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan Colt akhirnya?" tambahku yang penasaran.
Addie menghentikan aktivitasnya, ia menatapku kemudian tersenyum. "Seperti yang kau harapkan."
"Memangnya apa yang kuharapkan?" tanyaku sambil tertawa kikuk.
"Bukankah kau ingin aku mengakhiri hubunganku dengan Colt? Pria semacam dia tidak cocok untukku, bukankah kau mengatakannya kemarin?"
"Ah, iya benar." Aku lupa jika aku pernah mengatakan itu kemarin. "Kau pasti akan mendapatkan yang lebih baik, Ad. Aku yakin."
"Seperti Elbarra maksudnya?"
Aku bergeming. Ada apa dengan Addie?
Tiba-tiba saja ia tertawa, "Aku bercanda, Si. Mana mungkin ada pria sebaik dan seromantis Elbarra, bukankah begitu?"
"Menurutmu Elbarra baik?"
Addie mengangguk mantap, "Kau salah satu wanita yang beruntung. Dari caranya menatap dan memperlakukanmu, Elbarra benar-benar jatuh cinta kepadamu, Si."
Benarkah itu?
"Bisa kau ceritakan kepadaku awal mula bertemu dengannya? Mungkin saja Elbarra memiliki seorang teman yang sama seperti dengannya," Addie berbicara dengan antusias.
"Aku tidak pernah melihat Elbarra bersama temannya, ia lebih sering sendiri." Aku mengatakan apa adanya.
Kulihat reaksi kecewa dari sahabatku itu. Aku tersenyum menenangkan, "Tidak masalah, Ad. Aku akan bertanya pada Elbarra nanti. Mungkin saja Elbarra memiliki seorang kenalan."
"Benarkah, Si?"
"Tentu saja!"
"Ah, Sisi. Terima kasih banyak..." Menyenangkan rasanya melihat Addie kembali seperti dulu lagi.
"Oh ya, aku lupa mengatakan sesuatu," Entah apa yang dikeluarkan Addie dari dalam tasnya, nampak seperti sebuah kartu.
"Clarissa akan mengadakan pesta ulang tahunnya pada besok malam. Dia mengundangku bersamamu."
Aku mengambil kartu undangan ditangan Addie, kubaca dengan seksama. Clarissa merupakan teman sekelas kami, hanya saja hari ini dan besok ia tidak masuk kuliah, mungkin untuk menyiapkan pesta besok malam.
"Kau bisa mengajak Elbarra bersamamu," saran Addie, aku tak langsung setuju. Lagipula aku harus minta izin kepada Elbarra lebih dulu.
"Lalu, kau akan pergi bersama siapa?" tanyaku.
Addie mengendikkan bahunya acuh, "Mungkin sendiri."
Kepalaku mengangguk pelan, kubaca kembali kartu undangan itu. Lokasinya ternyata di hotel bintang lima, mungkinkah Elbarra akan mengizinkanku? Tapi semoga saja iya. Aku sungguh ingin datang, jarang sekali aku mendapat undangan seperti ini.