NovelToon NovelToon
Cinta Kecil Mafia Berdarah

Cinta Kecil Mafia Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Beda Usia / Fantasi Wanita / Cintapertama / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Zawara

Zoya tak sengaja menyelamatkan seorang pria yang kemudian ia kenal bernama Bram, sosok misterius yang membawa bahaya ke dalam hidupnya. Ia tak tahu, pria itu bukan korban biasa, melainkan seseorang yang tengah diburu oleh dunia bawah.

Di balik kepolosan Zoya yang tanpa sengaja menolong musuh para penjahat, perlahan tumbuh ikatan tak terduga antara dua jiwa dari dunia yang sama sekali berbeda — gadis SMA penuh kehidupan dan pria berdarah dingin yang terbiasa menatap kematian.

Namun kebaikan yang lahir dari ketidaktahuan bisa jadi awal dari segalanya. Karena siapa sangka… satu keputusan kecil menolong orang asing dapat menyeret Zoya ke dalam malam tanpa akhir.

Seperti apa akhir kisah dua dunia yang berbeda ini? Akankah takdir akan mempermainkan mereka lebih jauh? Antara akhir menyakitkan atau akhir yang bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zawara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Firasat Buruk Bram

Senyum Zoya tidak luntur sedikitpun, seolah direkatkan permanen di wajahnya. Ia melompat kecil melewati pagar, menyenandungkan lagu K-Pop acak yang nadanya meliuk-liuk di udara sore yang mulai temaram. Dengan energi yang meluap-luap, ia menekan gagang pintu.

"ASSALAMUALAIKUM! ZOYA YANG CANTIK JELITA PULANG!"

Teriakan itu menggema, memantul di dinding ruang tamu yang sunyi.

"Waalaikumsalam. Astaga, Neng! Nggak usah teriak-teriak!" sahut Bi Inem dari dapur, buru-buru keluar sambil mengelap tangan basah di celemeknya. Wajahnya menyiratkan kecemasan murni, matanya langsung tertuju pada jam dinding yang berdetak konstan. "Ini udah jam berapa? Langit sudah gelap, Non! Non dari mana saja? Jantung Bibi rasanya mau copot, Bibi kira Non Zoya diculik!"

"Bibi! Zoya laper! Perut Zoya udah konser dangdut nih!"

"Non jawab dulu atuh. Kenapa baru pulang jam segini," tegas Bi Inem, kali ini nadanya tidak bisa dibantah. Ia menanamkan kedua tangannya di pinggang.

Zoya, yang masih memasang cengiran lebar, akhirnya melempar sepatunya ke rak, kali ini bunyi buk yang memuaskan terdengar saat sepatu itu mendarat sempurna, lalu berlari menaiki tangga. Bunyi tapak kakinya beradu riuh dengan lantai kayu.

“Dihukum Biii,” Teriak Zoya. Suaranya melengking santai, sama sekali tidak terdengar menyesal, lalu menghilang di tikungan tangga yang remang-remang.

Bi Inem hanya bisa mengelus dada. "Dihukum kok malah segirang itu? Hmm… Non.. Non."

Brak!

Pintu kamar dibuka dengan semangat. Engselnya sedikit berdecit protes. "Haaah... hari yang me-le-lah-kan..."

Zoya tidak memindai ruangan itu. Ia sudah terlalu hafal. Ia langsung menghamburkan tubuhnya tengkurap di atas ranjang empuknya. Ia menendang-nendangkan kakinya di udara dengan gembira, wajahnya langsung terbenam di bantal yang menguarkan aroma stroberi manis, sebuah aroma yang biasanya dapat menenangkan dirinya dikala lelah.

"Hhh... Pak Radit... gantengnya bikin candu..." gumamnya pada serat kain bantal, suaranya teredam namun penuh damba.

"Ek-khem."

Sebuah suara deheman rendah yang dipaksakan dan penuh kekesalan terdengar tepat di sebelahnya.

Zoya membeku. Seluruh udara di paru-parunya seolah tersedot keluar. Napasnya tertahan. Ia lupa. Bagaimana mungkin ia bisa lupa kalau ada 'pasien' tak diundang yang sedang bersemayam di kamarnya?

Sangat, sangat pelan, disertai bunyi leher yang kaku, Zoya memutar kepalanya ke kiri.

Di sana. Tersandar pada tumpukan bantal pink miliknya, duduk Pak Genderuwo alias Bram. Wajahnya sekusut pakaian yang belum disetrika, namun sorot matanya tajam, dingin, dan mematikan.

Tapi yang paling parah adalah apa yang ada di tangannya yang besar dan kasar.

Ia sedang memegang salah satu koleksi 'sakral' Zoya. Sebuah novel romansa murahan dengan sampul glossy bergambar pria bertelanjang dada yang ototnya berlebihan. Judulnya tercetak norak: "Cintaku Sedalam Palung Mariana".

"AAAAAAAA!" Zoya menjerit kaget. Refleks tubuhnya bekerja lebih cepat dari otak, ia berguling menjauh hingga hampir jatuh dari kasur. "PAK GENDERUWO! NGAGETIN AJA, SIH!"

Bram menutup novel itu dengan satu gerakan pelan, wajahnya datar tanpa emosi seolah baru saja membaca buku telepon

"Pertama, kamu lah yang menerobos masuk ke kamarmu sendiri seperti badai," katanya. Suaranya rendah, menggetarkan gendang telinga Zoya dengan aura dominasi yang alami.

"Kedua, kamu hampir mematahkan tulang rusuk saya yang sedang disatukan. Kamu melompat ke ranjang ini seperti seekor badak lepas."

Zoya menelan ludah, menyadari kesalahannya tapi gengsi untuk mengakuinya. Ia duduk bersila, merapikan rok dan seragamnya. "Ya maaf! Habisnya Bapak diam saja seperti patung! Saya kan lupa kalau ada Bapak di sini!"

Rasa kagetnya perlahan menguap, digantikan rasa penasaran saat matanya menangkap kembali novel di tangan pria itu. Cengiran jahil perlahan terbit di bibir Zoya.

"Cieee... lagi baca apa tuh, Pak?" goda Zoya, nadanya naik turun menggoda. "Aduh, aduh... 'Kisah Cinta Si CEO Dingin dan Gadis Bar-bar'. Awas baper lho, Pak. Nanti Bapak jadi menye-menye kayak tokoh cowoknya."

Bram menatap sampul buku itu dengan ekspresi jijik yang tak terselubung, seolah ia sedang memegang bangkai tikus.

"Tidak ada bacaan lain di ruangan ini selain buku pelajaran Kimia dan... limbah ini," desis Bram. "Kosa katanya lebih merusak sel otak daripada obat bius dosis tinggi. Saya terpaksa membacanya untuk menjaga kewarasan saya tetap stabil dari menatap dinding pink disini."

"Halah! Bilang aja Bapak naksir sama Mawar, tokoh ceweknya! Ngaku!"

Bram tidak membalas. Ia melempar novel itu ke sisi tempat tidur dengan gerakan malas. Ia diam sejenak, matanya yang gelap dan waspada memindai wajah Zoya, seolah mengevaluasi sesuatu.

Zoya, yang masih dalam mood baik, tidak menyadari intensitas tatapan itu. Ia merebahkan diri lagi, kali ini telentang, menatap langit-langit kamarnya yang penuh stiker glow in the dark berbentuk bintang.

"Hhh... Pak Radit..." Katanya lagi, senyum konyol kembali menghiasi wajahnya, matanya menerawang membayangkan wajah gurunya.

"Pak Radit?"

Suara Bram memotong lamunannya, terdengar tajam dan fokus.

Zoya langsung menoleh, kaget dengan perubahan nada bicara pria itu. "Hah?"

"Itu nama pria yang mengantarmu pulang?" tanya Bram datar. Nadanya dingin, tanpa emosi, tapi telinga Zoya bisa menangkap introgasi di sana. "Di dalam sedan hitam mengkilap, plat nomor ganjil. Dia yang namanya Pak Radit?"

Jantung Zoya serasa berhenti berdetak sedetik. Bulu kuduknya meremang.

"Bapak... Bapak liat?" cicit Zoya, suaranya mengecil.

Bram mengangguk pelan, dagunya menunjuk ke arah jendela kamar yang tirainya sedikit tersibak. Jendela itu memang menghadap langsung ke jalan di depan gerbang komplek.

"Kaca jendela ini tipis, tidak kedap suara, dan mata saya masih berfungsi dengan baik," ujar Bram analitis. "Saya melihat semuanya. Kamu keluar dari mobil, melambai seperti orang gila, dan berdiri di gerbang sambil senyum-senyum sendiri selama tepat tiga menit dua puluh detik sebelum masuk."

Wajah Zoya seketika memerah padam, panas menjalar hingga ke telinga. Malu setengah mati karena tingkah noraknya yang seperti ABG kasmaran itu ternyata diamati oleh seseorang

"I-Itu Pak Radit! Wali kelas baru Zoya!" seru Zoya, setengah membela diri, setengah pamer. "Dia baik banget, Pak! Ganteng! Wangi! Kayak malaikat turun dari langit! Tadi saya diselamatkan dari hukuman terus dikasih roti, terus diantar pulang! Kurang baik apa coba?"

Bram menatapnya lama. Hening mengisi ruangan itu lagi. Ekspresi Bram tidak terbaca, wajahnya kaku seperti topeng. Sebagai seseorang yang hidup dalam bayang-bayang kematian, ia dilatih untuk membaca mikrosekspresi dan niat tersembunyi. Dan ia tidak suka apa yang ia lihat. Gadis ini terlalu transparan, terlalu mudah dibaca.

"Dia memberimu roti," ulang Bram. Suaranya terdengar lebih sinis, ada nada peringatan yang bergetar di sana. "Dan kamu langsung menganggapnya malaikat."

Pria itu mengambil kembali novel romansa yang tadi dilemparnya. Ia mengetuk-ngetuk sampulnya dengan jari. "Kamu terlalu banyak membaca sampah ini, Zoya. Fiksi ini meracuni persepsimu tentang realitas," ucapnya dingin.

"Ihhh, Bapak! Sirik aja!" Zoya melempar bantal kecil ke arah Bram.

Hup.

Bram menangkap bantal itu dengan mudah hanya dengan satu tangan, meski wajahnya sedikit berkerut menahan nyeri di rusuknya. Refleks kilat itu mengingatkan Zoya, masih banyak rahasia dibalik pria di depannya.

"Bilang saja Bapak cemburu kan, karena penolong baik hati bapak ini dianter sama cowok!"

Bram mendengus. Sudut bibirnya terangkat sedikit, sebuah senyum miring yang meremehkan. "Cemburu?" Kata itu terdengar asing, konyol, dan hina di lidahnya. "Saya hanya mencoba menganalisis apa yang terjadi. Kamu terlalu mudah menyerahkan kepercayaan pada orang asing hanya karena feromon buatan... atau karena dia 'wangi'."

"Bodo amat!" sungut Zoya. Ia merebut novel dari tangan Bram dengan kasar. "Saya nggak peduli analisis Bapak! Yang penting Pak Radit itu baik dan ganteng! Nggak kayak Bapak, udah galak, bau obat, nyebelin lagi!"

Zoya membalikkan badan, memunggungi Bram, memeluk gulingnya erat-erat seolah guling itu adalah perisai. Ia mencoba kembali ke dunia mimpinya yang indah tentang Pak Radit, menutup telinga dari suara rasionalitas di belakangnya.

Bram menatap punggung gadis itu dalam diam. Cahaya lampu jalan mulai menerobos masuk lewat celah tirai, menimpa separuh wajahnya yang keras.

Radit.

Ia memutar nama itu dalam benaknya. Bukan sekadar nama, tapi sebuah variabel baru yang harus diwaspadai. Seorang wali kelas yang terlalu baik pada murid barunya.

Dalam dunia Bram, dunia yang penuh darah dan pengkhianatan, tidak ada yang namanya kebaikan gratis. Dan kebaikan yang terlalu manis, biasanya menyembunyikan racun yang paling mematikan.

1
knovitriana
iklan buatmu
knovitriana
update Thor saling support
partini
🙄🙄🙄🙄 ko intens ma Radit di sinopsis kan bram malah dia ngilang
partini
ini cerita mafia apa cerita cinta di sekolah sih Thor
partini
yah ketauan
partini
Radit
partini
😂😂😂😂😂 makin seru ini cerita mereka berdua
partini
ehhh dah ketauan aja
partini
g👍👍👍 Rian
partini
seh adik durjanahhhhhh
partini
awal yg lucu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!