NovelToon NovelToon
Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Belenggu Cinta Kakak Ipar Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:BTS / Selingkuh / Cinta Terlarang / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Katanya, cinta tak pernah datang pada waktu yang tepat.
Aku percaya itu — sejak hari pertama aku menyadari bahwa aku jatuh cinta pada suami kakakku sendiri.
Raka bukan tipe pria yang mudah ditebak. Tatapannya tenang, suaranya dalam, tapi ada sesuatu di sana… sesuatu yang membuatku ingin tahu lebih banyak, meski aku tahu itu berbahaya.
Di rumah yang sama, kami berpura-pura tak saling peduli. Tapi setiap kebetulan kecil terasa seperti takdir yang mempermainkan kami.
Ketika jarak semakin dekat, dan rahasia semakin sulit disembunyikan, aku mulai bertanya-tanya — apakah cinta ini kutukan, atau justru satu-satunya hal yang membuatku hidup?
Karena terkadang, yang paling sulit bukanlah menahan diri…
Tapi menahan perasaan yang seharusnya tidak pernah ada.menahan ahhhh oh yang itu,berdenyut ketika berada didekatnya.rasanya gejolak didada tak terbendung lagi,ingin mencurah segala keinginan dihati.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 ruang chat yang sebenarnya

​Aku terbangun dengan bau hoodie Raka di bantal. Kehangatan yang tertinggal dari jaket itu tidak memberiku ketenangan, melainkan kerinduan yang menggerogoti. Raka telah berhasil; dia mengubah penundaan menjadi candu.

​Aku harus menghadapi hari itu sambil tahu bahwa suamiku sedang tidur di sebelah istrinya—suamiku yang mengirim pengakuan terlarang kepadaku.

​Pagi itu, suasana di meja makan terasa seolah ada kabel listrik telanjang di udara. Naira sangat perhatian pada Raka, sesekali menyentuh lengannya, memastikan suaminya baik-baik saja setelah malam yang "penuh sakit perut".

​Aku memperhatikan Raka. Dia terlihat sedikit lelah, tapi matanya tetap tajam. Sesekali, matanya bertemu denganku, dan ada kilatan kesenangan di sana, seolah dia tahu betapa tersiksanya aku semalam.

​Saat Naira beranjak ke dapur, Raka mengambil cangkir kopinya dan mendekatiku di meja.

​"Bagaimana tidurmu?" tanyanya, suaranya pelan dan formal.

​"Nyenyak, Mas. Terima kasih jaketnya," jawabku, kaku.

​Dia tersenyum kecil, lalu membisikkan sesuatu yang membuatku nyaris menjatuhkan garpu.

​"Aku harap ciuman di jaket itu cukup menahanmu. Tapi jujur, aku yang lebih tersiksa karena tidak bisa melihatmu memeluknya."

​Itu adalah bom bisikan yang sempurna. Di depan umum, dia adalah suami yang sopan. Secara pribadi, dia adalah predator yang sabar.

​Kendali di Ujung Jari

​Aku menghabiskan sisa pagi itu di kamarku, menanti pesan rahasia itu seolah itu adalah udara. Ketika ponselku bergetar, jantungku berdebar tak karuan.

​Raka (Chat Rahasia): Jaketmu di lemari sudah wangi. Sayang sekali aku tidak bisa menghangatkanmu secara langsung.

​Aluna: Mas, jangan. Kita sedang di rumah.

​Raka: Justru karena kita di rumah. Ada ketegangan yang menyenangkan, bukan? Aku duduk di ruang kerjaku sekarang, melihat ke arah pintu kamarmu, membayangkan kamu sedang...

​Dia membiarkan kalimat itu menggantung.

​Aluna: Membayangkan apa?

​Raka: Membayangkan kamu masih mengenakan hoodie itu dan tidak ada apa-apa di baliknya.

​Aku memejamkan mata. Godaannya kali ini begitu telanjang dan eksplisit. Dia tidak menggunakan metafora; dia menggunakan visual.

​Aluna: Mas Raka, aku akan memblokirmu jika kamu terus seperti ini.

​Raka: Kamu tidak akan. Kamu menyukainya, Lun. Sama seperti kamu menyukai bagaimana aku menyentuhmu di basement. Kamu menyukai bagaimana aku membuatmu bergidik di depan Naira.

​Raka: Aku sedang mencoba mencari alasan untuk masuk ke kamarmu. Katakan, apa yang kamu butuhkan? Sebuah buku? Kunci? Air minum? Aku akan membawakannya.

​Aku tahu ini berbahaya, tapi aku tidak bisa menahan diri. Aku ingin melihat sejauh mana dia bisa melangkah.

​Aluna: Aku butuh obat sakit kepala, Mas. Yang di dapur sudah habis.

​Aku melihat jam. Naira sedang mandi. Ini adalah jendela kesempatan yang sangat sempit.

​Momen di Ambang Pintu

​Lima menit kemudian, ada ketukan pelan di pintu kamarku.

​Aku membuka pintu, memastikan tidak ada Naira di koridor. Raka berdiri di sana, mengenakan kemeja kerjanya yang rapi. Di tangannya, ada blister obat sakit kepala.

​Dia tidak langsung memberikannya. Dia masuk selangkah, menutup pintu sedikit di belakangnya.

​"Obatnya," katanya, suaranya rendah dan serak. Dia tidak memberikannya ke tanganku, tapi meletakkannya di dinding di sebelah telingaku.

​Untuk mengambilnya, aku harus mendekat. Wajah kami nyaris bersentuhan. Aroma parfum dan sabun mandinya menyeruak, membawa kembali memori ciuman di mobil.

​"Terima kasih," bisikku.

​"Kamu terlihat panik," katanya, mencondongkan tubuhnya sedikit. Jarak kami kini hanya beberapa milimeter. Matanya tertuju pada bibirku. "Aku suka saat kamu panik. Itu berarti kamu menginginkanku sebanyak aku menginginkanmu."

​Tanganku terangkat, tanpa sadar menyentuh kemejanya di bagian dada. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang cepat.

​Dia tersentak. Itu adalah sentuhan terlarang yang kami berdua butuhkan.

​"Aku harus pergi. Naira akan selesai mandi sebentar lagi," bisiknya, suaranya tercekat. Dia menjauh, tetapi tidak sebelum tangannya menyentuh leherku dan mengelus tulang selangka di balik rambutku—sentuhan secepat kilat, terlarang, tapi meninggalkan jejak panas yang membakar.

​Dia berbalik, membuka pintu, dan berjalan keluar dengan tenang, seolah dia hanya mengantarkan obat.

​Aku berdiri mematung.

​Obat sakit kepala itu tidak penting.

​Yang penting adalah: Dia datang.

​Dia datang ke kamarku, melanggar batas, memberikan sentuhan yang melampaui chat rahasia, dan dia tahu aku akan menunggunya lagi. Aku tahu bahwa tidak lama lagi, ruang chat yang sebenarnya akan menjadi ruangan ini.

​Aku meraih ponselku, gemetar. Aku harus membalasnya.

​Aluna: Itu bukan hanya panik, Mas.

​Aku menunggu. Sebuah balasan masuk cepat.

​Raka (Chat Rahasia): Aku tahu. Itu gairah. Dan itu baru permulaan, Lun.

1
kalea rizuky
benci perselingkuhan apapun alesannya sumpah eneg bgg
putri lindung bulan: iya kk, aku juga benci,tapi mau apalagi,nasi sudah jadi bubur
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!