💔 Dikhianati & Dibangkitkan: Balas Dendam Sang Ibu
Natalie Ainsworth selalu percaya pada cinta. Keyakinan itu membuatnya buta, sampai suaminya, Aaron Whitmore, menusuknya dari belakang.
Bukan hanya selingkuh. Aaron dan seluruh keluarganya bersekongkol menghancurkannya, merampas rumah, nama baik, dan harga dirinya. Dalam semalam, Natalie kehilangan segalanya.
Dan tak seorang pun tahu... ia sedang mengandung.
Hancur, sendirian, dan nyaris mati — Natalie membawa rahasia terbesar itu pergi. Luka yang mereka torehkan menjadi bara api yang menumbuhkan kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali.
Bukan sebagai perempuan lemah yang mereka kenal, melainkan sebagai sosok yang kuat, berani, dan siap menuntut keadilan.
Mampukah ia melindungi buah hatinya dari bayangan masa lalu?
Apakah cinta yang baru bisa menyembuhkan hati yang remuk?
Atau... akankah Natalie memilih untuk menghancurkan mereka, satu per satu, seperti mereka menghancurkannya dulu?
Ini kisah tentang kebangkitan wanit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Skandal Politik dan Sekutu Taktis
Sebuah Ruangan Rapat Kecil yang Disulap Menjadi Pusat Komando.
Tiga hari setelah pengambilalihan, Kantor Pusat Whitmore Group terasa seperti zona perang yang dingin.
Natalie telah mengisolasi dirinya di sebuah ruang rapat kecil yang diubah menjadi Pusat Komando Audit. Di dalamnya, hanya ada Natalie, Hadiningrat, dan Maya Wiranata. Meja-meja dipenuhi cetakan laporan keuangan, flowchart dana, dan daftar proyek.
Maya, dengan akses internalnya, berhasil membuka banyak data yang selama ini tersembunyi. Hadiningrat, dengan kemampuan analisisnya, menyusun semua temuan itu menjadi sebuah narasi tunggal: skema pengalihan dana yang diotaki oleh Eliza, dieksekusi oleh Aaron, untuk mendapatkan perlindungan politik.
"Nyonya Natalie, ini adalah peta alur dana untuk 'Proyek Pembangunan Resor Bawah Laut di Sulawesi'," jelas Hadiningrat, menunjuk pada flowchart yang rumit. "Proyek ini hanya fiktif di atas kertas. $70 juta dari dana perusahaan dialirkan melalui tiga perusahaan cangkang. Ujungnya, $10 juta masuk ke rekening offshore milik Tuan Aaron, dan sisanya dialokasikan sebagai 'saham non-tunai' untuk Menteri X."
"Menteri X," ulang Natalie, wajahnya mengeras. "Jadi, $60 juta hilang hanya untuk membeli pengaruh politik agar Whitmore selalu memenangkan tender pemerintah?"
"Lebih dari itu, Nyonya," sela Maya. "Whitmore tidak hanya membeli pengaruh. Whitmore diikat. Menteri X memegang surat perjanjian rahasia yang mengikat Whitmore untuk terus mendanai kampanye politik dan proyek pribadinya. Jika Anda memutus alur dana ini, Menteri X akan membocorkan skandal proyek fiktif ini ke publik. Itu akan menghancurkan harga saham kami dan memicu investigasi hukum."
Natalie merenung. Ini adalah dilema klasik: membersihkan korupsi vs. menjaga stabilitas pasar.
"Kita tidak bisa membiarkan $60 juta terus mengalir. Itu merusak perusahaan," kata Natalie tegas. "Kita juga tidak bisa membiarkan skandal ini meledak. Kita baru saja menstabilkan pasar setelah kejatuhan Bank Sigma."
"Tuan Aaron dan Nyonya Eliza pasti tahu tentang ini. Ini adalah 'bom' yang mereka tinggalkan untuk kita," ujar Hadiningrat.
Natalie mengangkat telepon. Ia menelepon Aaron.
"Datang ke Ruang Rapat Kecil sekarang," perintah Natalie tanpa basa-basi, dan menutup telepon sebelum Aaron sempat menjawab.
Lima menit kemudian, Aaron masuk. Wajahnya menunjukkan campuran rasa takut, dendam, dan kelelahan. Sejak menjadi boneka CEO, ia menghabiskan waktunya bersembunyi di kantornya.
"Apa lagi, Natalie? Aku sedang sibuk," sela Aaron dengan nada arogan yang dipaksakan.
Natalie mengabaikan sapaannya, dan menunjuk ke peta alur dana di dinding. "Jelaskan padaku. Proyek Resor Bawah Laut."
Wajah Aaron seketika pucat. Ia menoleh ke Hadiningrat dan Maya, lalu kembali ke Natalie.
"I-itu proyek sensitif. Bukan urusanmu," bantah Aaron.
"Saat uang perusahaan senilai $60 juta dialirkan ke kantong politisi, itu menjadi urusanku sebagai pemilik mayoritas," balas Natalie dingin. "Jelaskan bagaimana cara kerja perjanjian rahasia dengan Menteri X itu. Jangan berbohong, aku sudah tahu 90% detailnya."
Aaron sadar, ia tidak punya pilihan. Kekuasaan telah berpindah tangan. Ia mulai menjelaskan, suaranya pelan dan penuh penyesalan yang terlambat.
"Menteri X... dia ingin mendanai partainya. Eliza yang mengatur. Kami menyediakan dana melalui tiga proyek fiktif selama lima tahun. Sebagai imbalannya, kami dijamin memenangkan semua tender infrastruktur besar dari kementeriannya," jelas Aaron. "Perjanjiannya ada di brankas Eliza. Jika kau memotong alur dana, dia akan merilis data transfer dana dan menjadikanku kambing hitam."
"Menjadikanmu kambing hitam?" Natalie tersenyum sinis. "Kau adalah kambing hitamnya, Aaron. Kau yang menandatangani sebagian besar dokumen itu. Eliza hanya menempatkanmu sebagai pelaksana."
Kemarahan Aaron meledak. "Ini semua salahmu! Jika kau tidak menghancurkan perusahaan, aku tidak perlu berurusan dengan Menteri X!"
"Keputusanmu sendiri yang membawamu pada Eliza, dan keputusanmu sendiri yang membawamu pada Menteri X. Jangan alihkan kesalahanmu padaku," potong Natalie tajam. "Sekarang, aku ingin nama-nama Direktur yang terlibat dalam pelaksanaan proyek fiktif ini."
Aaron menunjuk ke dua nama di daftar direktur. Salah satunya adalah Tuan Hendra, Direktur Properti yang menantang Natalie di rapat pertama.
"Hendra dan Rahmat. Mereka yang menyusun kontrak dan perusahaan cangkangnya," kata Aaron, akhirnya menunjukkan sedikit kerja sama.
"Bagus," kata Natalie. "Tuan Hadiningrat, siapkan paket pengunduran diri dengan pesangon yang murah, dan perjanjian kerahasiaan. Tuan Hendra dan Tuan Rahmat akan diberhentikan besok pagi, dengan alasan restrukturisasi dan kinerja buruk yang parah."
"Kau tidak bisa! Eliza akan marah!" seru Aaron.
"Eliza tidak lagi memiliki kekuasaan di sini, Aaron," ujar Natalie, suaranya menunjukkan otoritas penuh. "Aku tidak peduli dengan kemarahannya. Aku hanya peduli dengan pembersihan dewan direksi. Perusahaan ini sudah terlalu lama dipimpin oleh orang-orang yang tidak kompeten dan korup."
Konfrontasi Jaringan & Citra
Keesokan harinya, pemecatan Tuan Hendra dan Rahmat dilakukan dengan sangat cepat dan senyap. Namun, berita ini bocor. Eliza Whitmore menggunakan koneksi sosialitanya untuk menyerang balik.
Sebuah tweet dari akun gosip elit yang sangat berpengaruh, yang dikenal sebagai 'corong' Eliza, muncul:
@InsiderJKT: Kabar burung dari Whitmore Group: Pemilik baru yang misterius itu mulai membantai direktur lama! Apakah ini pengambilalihan yang jahat, atau hanya manajemen yang tidak berpengalaman menghancurkan sisa-sisa dinasti? Hati-hati dengan 'Elara', dia tidak membangun, dia hanya merobohkan! #WhitmoreChaos
Serangan di media sosial itu langsung mendapat perhatian. Natalie tahu ia harus merespons tidak sebagai "Natalie", tapi sebagai "Elara" yang dingin dan tanpa emosi.
Natalie memanggil tim Komunikasi Perusahaan.
"Saya ingin siaran pers yang sangat singkat, dan satu postingan di LinkedIn atas nama saya," perintah Natalie. "Jangan berikan alasan personal. Berikan alasan bisnis."
Siaran Pers:
WHITMORE GROUP TINGKATKAN EFISIENSI OPERASIONAL
Jakarta – Menyusul akuisisi saham pengendali oleh Elara Holding, Whitmore Group mengumumkan restrukturisasi mendesak pada Divisi Properti dan Legal. Langkah ini diambil untuk memastikan profesionalisme tinggi, transparansi penuh, dan profitabilitas yang berkelanjutan. Pihak-pihak yang kinerjanya tidak sesuai dengan standar etika dan bisnis global Elara Holding telah dilepas.
Postingan LinkedIn (oleh Natalie W. - Chairman Whitmore Group):
"Bisnis bukanlah tentang menjaga perasaan lama, melainkan tentang menghasilkan nilai. Jika loyalitas mengarah pada kerugian, dan koneksi mengarah pada korupsi, maka loyalitas dan koneksi itu harus diputus. Kami telah melakukan pembersihan yang diperlukan. Whitmore Group akan menjadi studi kasus tentang bagaimana sebuah dinasti harus berevolusi, bukan membusuk. Kami terbuka untuk bakat baru yang etis."
Respons Natalie yang fokus pada bisnis dan etika seketika meredam serangan emosional Eliza. Dia membalikkan narasi dari pembantai yang kejam menjadi pemimpin visioner yang bersih.
Di ruang Komando Audit, Maya tersenyum. "Anda mengubah permainan, Nyonya. Mereka menyerang Anda secara personal, Anda merespons dengan data dan standar etika. Ini membuat mereka terlihat amatir."
"Itu adalah kesalahan terbesar mereka, Maya. Mereka pikir aku hanya seorang wanita yang balas dendam," kata Natalie, menatap daftar proyek fiktif. "Sekarang, kita harus mengatasi ancaman terbesar: Menteri X. Hadiningrat, kita akan bersiap untuk bernegosiasi. Dan negosiasi kita tidak akan melibatkan uang tunai, tetapi pertukaran informasi."
Natalie menyadari, Eliza dan Aaron memiliki satu bom lagi di brankas: perjanjian dengan Menteri X. Jika dia bisa mendapatkan perjanjian itu, dia akan memegang kendali penuh.