Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.
Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepedihan Marissa
Bunga membiarkan Rangga keluar, tanpa berniat melarangnya. Toh sekarang mereka bukan lagi suami istri.
"Kenapa? Kenapa dia begitu kejam?" racau Bunga memukuli sofa.
Tak lama kemudian, suara mesin mobil Rangga mulai menjauh. Yang berarti, lelaki itu sudah benar-benar pergi.
Bunga masih bertahan disofa. Dia bahkan duduk terjatuh di lantai, sedangkan wajahnya dibenamkan di antara kedua lututnya.
Tak lama kemudian, Vivi datang ke rumah Bunga. Karena sebelumnya, mereka berdua memang telah janjian untuk belanja bulanan.
Sebelumnya, Vivi memang telah menghubungi Bunga beberapa kali, akan tetapi, Bunga tidak menjawabnya.
Begitu, masuk ke dalam, betapa terkejutnya Vivi ketika melihat Bunga yang begitu terpuruk. Dia berlari, menghampiri anak semata wayangnya.
"Kenapa sayang? Ada apa?"
"Ma, a-aku janda ma, aku diceraikan," adu Bunga dengan tangisan, "Aku janda,"
Vivi langsung memeluk Bunga, dia ikut menjatuhkan air matanya. Rasanya begitu perih, ketika anaknya di campakkan begitu saja.
Satu jam kemudian, Andrian tiba. Dia baru saja dari area pancing bersama dengan rekan-rekan bisnisnya.
Ketika sang istri menghubungi, Andrian buru-buru pamit pada rekannya.
"Dasar lelaki bajingan," ujar Andrian murka.
"Pa, mau kemana?" tegur Vivi kala melihat Andrian dengan muka yang merah.
"Mau ke tempat bajingan itu, berani-beraninya mencampakkan putriku begitu saja, akan ku buat dia sengsara," cetus Andrian mengepal kedua tangannya.
Dan disini lah, mereka semua. Bunga, Rangga dan juga Vivi serta Andrian.
"Maafkan aku papa, mama ... Hidupku terlalu sunyi, aku rindu tangisan seorang anak," ungkap Rangga, ketika Andrian menyuruhnya untuk menjelaskan sebab kata talak itu keluar dari mulutnya. "Sudah hampir tujuh tahun aku menunggunya, tapi tanda-tanda itu, belum juga terlihat,"
"Bukankah, itu baru tujuh tahun? Terus bagaimana dengan aku? Dengan kami? Aku bahkan bisa bersabar sampai sejauh ini," papar Andrian.
"Karena pada kenyataannya, porsi kesabaran kita tidak lah, sama papa. Aku tidak sesabar anda," tutur Rangga seraya menunduk tajam. Dia tak berani menatap ke arah Andrian, ataupun Vivi.
"Lagipula, aku gak bisa menunggu terlalu lama lagi, lihat lah, usia Bunga. Dia bahkan udah lebih dari kepala tiga, dan semakin sulit untuknya hamil," terang Rangga.
Andrian mengepalkan tangannya, ingin sekali dia menonjok lelaki brengsek di hadapannya, akan tetapi, larangan dari Bunga, membuatnya urung, melakukannya.
"Aku ikhlas pa, biarkan dia pergi," ujar Bunga, kala mendengar alasan yang keluar dari mulut Rangga.
...****************...
Tepat satu bulan, sidang perceraian dari kantor pengadilan agama keluar. Sekarang, Bunga sudah kembali ke rumah kedua orang tuanya.
Dan kabar tentang perceraian itu, hanya di ketahui oleh orang-orang dekat. Bahkan, Bunga tidak memberitahukan tentang hal itu, pada keluarga kandungnya.
Dan yang membuat Bunga jengkel dan kesal ialah, Rangga tanpa malu masih bekerja di perusahaan Andrian.
Andrian, yang sebelumnya udah naik pitam, ingin memblokir mantan menantunya dari seluruh industri. Namun, karena larangan dari Bunga, akhirnya dia hanya bisa bersabar.
"Nanti, ketika masa iddah ku selesai, maka akan aku balas semua rasa sakit yang dia torehkan," ucap Bunga, kala Andrian mengatakan keinginannya.
Di kantor, Rangga bekerja seperti biasanya. Dia bahkan mengira, jika Bunga belum juga bisa move-on darinya. Maka dari itu, pak Andrian tidak melakukan tindakan apapun. Dan Rangga sadar, itu semua pasti larangan dari wanita yang masih tergila-gila akan pesonanya.
Sedangkan Risa, gadis itu mulai terang-terangan mengumbar hubungannya dengan Rangga. Bahkan tak jarang, Risa ke kantor untuk sekedar mengantarkan makan siang untuk pacar barunya.
Dan sekarang, Risa malah mengajak Rangga untuk menemui papanya.
"Jadi, kamu seorang duda?" tanya Hartono, mengetuk-ngetuk meja.
"Iy-iya pak,"
"Apa kelebihan mu, sehingga berani, menyukai anak saya?" tanya Hartono, menatap tajam kearah Rangga.
Hartono merupakan orang tua tunggal. Dan selama ini, dia memang enggan ikut campur tentang masalah hidup Risa.
Bahkan, Hartono, tak pernah tahu, jika anaknya merupakan seorang perusak rumah tangga orang.
"Aku, aku hanya membawanya cinta, cinta yang sama seperti yang bapak punya," sahut Rangga, tidak berani membalas tatapan Hartono.
"Kamu yakin, menyukai seorang duda?" tanya Hartono melirik sekilas ke arah Risa.
"Yakin, bahkan dia tidak mempermasalahkan aku, yang sudah," Risa menjeda ucapannya.
Kembali Hartono, menilai Rangga dari kepala ke kaki. Lalu senyum sinis, terbesit di bibirnya.
"Terserah, jika itu maumu," cetus Hartono, membiarkan Risa dengan pilihannya.
Tapi, satu hal yang pasti. Hartono, akan menyuruh orang-orangnya untuk mencari seluk beluk tentang Rangga. Dan dia, bukan orang yang bisa dikendalikan oleh siapapun, termasuk Marissa.
Sebulan telah berlalu, di tangan Hartono, memengangi beberapa informasi dari Rangga. Dan disini lah, Hartono dan juga anaknya. Mereka sedang berada di ruang kerja Hartono.
"Kamu yakin, serius sama duda itu?" tanya Hartono, menatap tajam ke arah putrinya.
"I-iya, kenapa tidak?" Risa membalas tatapan papanya, walaupun hanya sesaat.
"Lihat lah," Hartono, mendorong berkas yang ada di tangannya, ke depan Marissa.
"Jika ini cara papa untuk membuatku melupakannya, maka papa salah. Bahkan, aku udah lebih tahu tentang bang Rangga, melebihi siapapun!" seru Marissa, dengan dada naik-turun.
"Cih, bucin ..." cibir Hartono.
"Bucin? Kemana aja papa selama ini, disaat aku butuh? Bahkan, papa lebih mentingin uang dan uang," balas Marissa dengan napas memburu. "Bahkan, bang Rangga selalu ada, disaat aku ketakutan. Dia selalu mentingin aku, di atas segala,"
"Sampai mengorbankan rumah tangganya?" teriak Hartono, memukul meja. "Dia bahkan lebih dewasa lima belas tahun, dari mu,"
"Aku mau ayah merestui kami, bukan kah, itu tidak sulit? Tidak sesulit, saat aku meminta waktumu, dari umur tiga tahun," dengus Marissa meninggalkan ruang kerja papanya.
Tinggal lah, Hartono seorang diri disana. Dia melirik foto mendiang istrinya, yang selalu ada di meja, menemani hari-hari sepinya.
"Bukankah, uang bisa beli segalanya? Tapi, kenapa kamu berbohong? Bahkan, aku tidak bisa membeli kedekatan antara aku dan anak kita," lirih Hartono.
Kala itu, kehidupan Hartono tidak lah, sekaya kini. Dia kehilangan istrinya, pada saat dia tidak mempunyai apa-apa.
Saat itu, istri Hartono, mengidap penyakit parah. Dan Hartono sendiri, hanya bekerja serabutan untuk memenuhi kehidupannya.
Dan saat istrinya merenggang nyawa di rumah sakit, Hartono seperti lelaki brengsek, yang hanya bisa menatapi, tanpa bisa berbuat apa-apa.
Dan tepat, sebelum napas terakhir di hembus, mendiang istrinya berpesan agar Hartono bisa bekerja lebih giat. Agar putri mereka, tidak merasakan kesakitan ataupun kepedihan seperti yang dia alami.
Maka dari itulah, moto hidup Hartono hanya kerja dan kerja. Dia bahkan melupakan sesuatu yang penting untuk putrinya. Sekedar berbagi waktu dan kasih-sayang.
pasti papa andrian udh menilai dari sikap dan tutur bahasanya si rangga kurang
semoga bahagia buat Arlan sama bunga,,,
semoga Cpet² dikasih momongan ya, biar PD mingkem tuh para org² julidnya,,, 🙏🙏🙏🤭
𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒌𝒂𝒓 𝒅𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎, 𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒂𝒓𝒚𝒂𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒋𝒆𝒋𝒂𝒌 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒌𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒂𝒏𝒕𝒂𝒓𝒌𝒂𝒏𝒎𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒖𝒋𝒖 𝒑𝒖𝒏𝒄𝒂𝒌 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒕𝒊.✿⚈‿‿⚈✿