NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15

Pagi di Jakarta terasa padat. Langit mendung menandakan hari yang tak mudah. Teddy duduk di ruang rapat yayasan, bersama Dimas dan dua pengacara. Di seberang meja, pria berkacamata dengan jas rapi membuka map cokelat. Pengacara dari pihak donatur utama.

"Pak Teddy," pria itu memulai, suaranya tenang namun menusuk, "kami tidak dalam posisi menuduh. Tapi kami mewakili klien kami yang telah mengalami kerugian finansial karena laporan fiktif dalam laporan keuangan yayasan dua tahun terakhir."

Teddy menahan diri untuk tidak menghela napas. Ia hanya mengangguk kecil, "Saya mengerti. Tapi saya baru mengetahui ketidaksesuaian ini beberapa minggu lalu, dan saya sedang berusaha mengklarifikasi semuanya."

Pria itu menyilangkan tangan, "Sayangnya, publik tidak mengenal istilah ‘baru tahu’. Yang mereka tahu, nama Anda tercantum sebagai penanggung jawab utama dalam struktur kepemimpinan yayasan."

Dimas ikut angkat suara, "Kami punya bukti bahwa almarhumah Nadira mengambil keputusan keuangan tanpa sepengetahuan Pak Teddy. Beberapa transaksi bahkan menggunakan rekening pribadi tanpa persetujuan beliau."

Salah satu pengacara menambahkan, "Jika perlu, kami siap membuka pembukuan dan menyajikan audit independen."

Namun, pria berkacamata hanya tersenyum tipis, "Kami menghargai niat baik Anda. Tapi sayangnya, media tidak sebaik itu. Dan mulai pagi ini... beberapa portal berita online sudah mulai menurunkan berita."

Teddy menegang, "Berita apa?"

Pria itu menggeser tabletnya ke arah Teddy.

HEADLINE: “Skandal Baru Yayasan Nadira Wijaya – Benarkah Sang Suami Tutup Mata?”

Subjudul: Teddy Indra Wijaya Diisukan Terlibat dalam Penyelewengan Dana

Teddy menatap layar itu lama, sebelum akhirnya menutup mata. Kepalanya mulai berdenyut.

"Ini... baru permulaan," ucap pria itu pelan. "Kami tidak ingin menyeret nama besar Pak Teddy. Tapi klien kami ingin kejelasan. Dan publik ingin kebenaran."

Di tempat lain, di rumah Monica, pagi itu dimulai dengan ketegangan. Ponselnya berbunyi. Nomor yang sama seperti semalam. Kali ini, pesan disertai lampiran: foto yang sama yang diterima Teddy semalam, dikirim dalam format digital.

“Dia menyembunyikan masa lalu. Dan masa lalunya tidak akan membiarkan kalian bahagia.”

Monica menghela napas gemetar. Ia mencoba menelpon balik, tapi langsung terputus. Tak bisa dihubungi.

Risa masuk ke kamar, melihat wajah kakaknya yang pucat, "Kak Monica? Ada apa?"

Monica hanya menggeleng pelan, matanya tertuju pada layar ponsel, "Kamu percaya nggak sih, Ris... kalau semua orang punya sisi yang gak bisa ditebak?"

Risa mengernyit, "Kakak ngomongin Mas Teddy?"

Monica tidak menjawab. Ia membaringkan tubuhnya perlahan. Ketakutan perlahan menjelma menjadi keraguan. Cinta yang dulu terasa pasti... kini mulai terguncang.

Ruang kerja di kantor yayasan sepi setelah rapat usai. Teddy masih duduk, menatap dokumen yang tak lagi terbaca. Pikirannya melayang ke foto semalam dan wanita di dalamnya. Pintu diketuk pelan.

"Masih ada?" suara resepsionis.

Teddy menjawab tanpa menoleh, "Masuk saja."

Pintu terbuka, langkah sepatu hak tinggi masuk. Aroma parfum lembut menguar. Teddy mengangkat wajah... dan jantungnya seolah berhenti.

Wanita itu berdiri di hadapannya—persis seperti dalam foto. Rambut panjang, gaun hitam formal, dan senyum tipis yang dulu pernah ia kenal.

"Lama nggak ketemu, Ted," ucapnya, lembut.

Teddy berdiri perlahan, "Raline?"

Wanita itu mengangguk, "Kamu kelihatan... masih keras kepala seperti dulu."

Teddy menghela napas, bingung, "Apa yang kamu lakukan di sini?"

Raline duduk tanpa diundang. Ia meletakkan map kecil di atas meja, "Aku sekarang salah satu perwakilan dari firma hukum yang menangani klien donatur yayasanmu."

"Jadi kamu bagian dari...?"

"Tim legal, ya. Tapi bukan itu alasan utamaku datang."

Teddy menatapnya tajam, "Kalau bukan karena kasus ini, lalu kenapa?"

Raline menunduk sejenak, lalu menatap Teddy lurus, "Karena aku pikir... sudah waktunya kamu tahu bahwa Nadira pernah menghubungiku, beberapa bulan sebelum dia meninggal."

Teddy menegang, "Untuk apa?"

"Dia ingin tahu masa lalu kamu. Tentang aku. Tentang apa yang kita tinggalkan."

Teddy terdiam. Suara jam di dinding terdengar jelas.

"Dan sekarang?" tanyanya akhirnya.

Raline menarik napas dalam, "Sekarang aku di sini... bukan untuk mengungkit, tapi untuk memperingatkan. Ada pihak yang ingin menjatuhkan kamu. Yang menggali apa pun dari masa lalu, sekecil apa pun."

Teddy menyipit, "Dan kamu bagian dari mereka?"

Raline tersenyum samar, "Aku bagian dari masa lalu kamu. Tapi bukan bagian dari rencana kotor mereka."

Sementara itu, di desa, Monica menerima kiriman lewat pos. Surat tanpa nama pengirim. Tangannya gemetar saat membukanya. Di dalamnya, secarik kertas dengan tulisan tangan:

“Berhenti sebelum semuanya hancur. Pria itu menyimpan lebih banyak rahasia dari yang kamu sangka.”

Risa menghampiri, membawa dua cangkir teh, "Kak... apa lagi itu?"

Monica menunjukkan surat itu tanpa berkata apa-apa. Risa membaca cepat, lalu menatap kakaknya, cemas.

"Kak Monica... mau sampai kapan Kakak takut sama masa lalu Mas Teddy?"

Monica menghela napas, menatap kosong ke luar jendela, "Sampai aku tahu... dia benar-benar jujur sama aku. Bukan cuma soal yayasan, tapi soal hidupnya... sebelum semuanya ini."

Malam itu, Monica menyalakan ponselnya. Ia memperbesar foto lama yang dikirim oleh pengirim misterius. Fokus pada wajah wanita di samping Teddy. Wajah yang kini terasa... terlalu dekat. Ia sadar: kebenaran tidak hanya menyakitkan. Terkadang, kebenaran datang membawa pilihan. Tetap tinggal… atau pergi sebelum semuanya hancur.

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!