NovelToon NovelToon
Dendam Untuk Aurora

Dendam Untuk Aurora

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Romansa
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Mecca

Aurora menjalani hukuman selama 5 tahun di balik jeruji besi. Bahkan setelah keluar dari penjara, Devandra Casarius tetap menyiksa Aurora , tanpa ampun. Apakah Devandra Casarius akan berhenti belas dendam ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Mecca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AKHIRNYA TAU SIAPA KAMU

Aurora nampak terkejut saat berpandangan dengan orang yang tidak dikenalnya, namun tiap bertemu selalu membuat Aurora bergetar ketakutan.

Aurora mencoba menggedor gedor pintu, namun entah kenapa, sipir tadi seperti tidak mendengar teriakannya.

Aurora mencoba mengangkat wajah dan duduk dihadapan Devandra.

Dengan mengumpulkan keberaniannya Auorora mulutnya terbuka

"Anda siapa, kenapa anda memperlakukan saya seperti ini, bagaimana anda tau bahwa saya sedang hamil," ucap Aurora memelas sambil mengelus elus perutnya yang mulai terlihat menonjol.

Devandra nampak tersenyum mengejek.

"Sepertinya disini hidupmu sangat nyaman, buktinya kamu sempat memakai merah merah di bibirmu," ucap Devandra sambil menunjuk bibir Aurora dan sekali lagi Devandra menunjukkan senyum mematikannya.

Mendengar hal tersebut, Aurora nampak sangat malu dan mengusap usap bibirnya, sampai tangannya menimbulkan bekas pewarna bibirnya.

Devandra nampak senyum dan tercengang

"eiiiiitz, santai saja ,,,, kenapa sih harus di hapus,"

Aurora mencoba memalingkan muka, kemudian memandang wajah Devandra.

"Saya tidak mengenalmu, siapa kamu sebenarnya ?"ucap Aurora sambil meneriaki Devandra dan menggebrak meja lalu mengusap air matanya.

Merasa terpancing dengan ucapan dan perlakuan Aurora, Devandra malah semakin marah dan emosi.

"Bagaimana rasanya membunuh orang yang sedang hamil, apa kamu menikmatinya ," ucap Devandra nampak berkaca kaca dan dengan ekspresi marah yang di tahan.

Mendengar hal tersebut, Aurora tampak tak mengerti kemudian setelah berfikir dia mulai menyadari benang merah yang terjadi antara dia dan Devandra selama ini.

"Apa dia sedang hamil," ucap Aurora menyakinkan dan sungguh sungguh merasa bersalah

Devandra nampak tertawa terbahak bahak kemudian diam.

"Maafkan saya pak, ini semua salah saya, dan saat ini saya telah menebus semua kesalahan saya," ucap Aurora sambil menangis dan tangannya mencengkeram celananya dengan erat karena takut dengan tatapan Devandra.

"Sekalipun sekarang saya ada disini, saya faham dan mengerti ini semua tidak akan bisa menebus kesalahan saya, saya harap bapak bisa memaafkan saya," ucap Aurora sambil meneteskan air mata dan tersenyum getir.

Devandra menghembuskan nafas dan senyumnya mengembang, dia tatap Aurora dari atas ke bawah lalu berhenti diperutnya.

Melihat Devandra melihat dan memperhatikan perutnya, Aurora tampak gelisah dan menutupi perutnya dengan tangan.

"Bagaimana kalau seandainya kamu kehilangan orang orang tersayang mu, apakah kamu mampu tersenyum setiap hari seperti yang kamu lakukan tiap hari" Ucap Devandra.

Pandangannya nanar, saat ini Devandra benar benar hancur bagaimana tidak dia harus kehilangan orang yang di cintainya. Bahkan dia dulu sangat antusias saat tau sebentar lagi dia akan jadi seorang ayah. Namun kenyataan berbalik arah.

Devandra mengusap air matanya lalu menatap Aurora dengan tajam dan tangannya menggenggam teralis besi yang menghalanginya.

"Tak kan ku biarkan kamu hilang dari pandanganku, teruslah hidup agar kamu tau bagaimana rasanya hidup di ne-ra-ka," ucap Devandra sambil menendang barang yang ada di sampingnya hingga mengeluarkan bunyi yang sangat keras sehingga membuat Aurora kaget dan takut.

Aurora mencoba menenangkan diri dan mengambil nafas banyak banyak dia memaklumi perlakuan Devandra.

Saat Aurora berdiri mencoba berbicara dan berkeinginan untuk bertanya, namun Devandra melangkah pergi tanpa menoleh ke belakang melihat Aurora.

Melihat hal tersebut Aurora hanya bisa melihatnya pergi tanpa punya alasan untuk mencegahnya pergi.

Kini Aurora juga sadar bahwa yang terjadi saat ini adalah ulah Devandra termasuk saat dia babak belur.

Devandra masuk mobil dengan perasaan yang campur aduk. Dia memukul mukul stir di depannya tanpa berkata kata.

Sementara William di luar sana sedang menunggu Clarisa di cafe tempat mereka janjian. Dia bolak balik melihat jam tangan, ponsel dan pintu seakan akan menunggu kehadiran Clarisa yang sangat ia kagumi.

Setelah hampir sepuluh menitan, yang ditunggu akhirnya datang dan hal itu membuat William tercengang.

Clarisa memakai gaun berwarna biru laut, langkahnya terlihat mantap terlihat dari bunyi sepatu yang seirama dan tegas.

Rambutnya tergerai indah bewarna hitam bercampur merah bata sangat terlihat sehat karena berkilau dan berisi.

Dia melambaikan tangan dan William tersenyum simpul dan merasa sedikit grogi.

Melihat Clarisa telah sampai di tempat yang ia tuju, William menarik kursi dan mempersilakan Clarisa untuk duduk.

"Terima kasih Will," ucap Clarisa dengan tersenyum.

William mengangguk kemudian dia menyodorkan daftar menu untuk Clarisa.

"Aku matcha latte aja deh," ucap Clarisa sambil menggeser daftar menu lalu menutupnya.

William mengangkat tangan untuk memanggil waitress.

Mereka berdua menunggu pesanan datang dengan saling mengobrol dan tak jarang mereka saling melempar senyum.

"Jadi kamu belum punya pacar," tanya Clarisa sambil melihat William dengan penuh penasaran.

William nampak sedikit bingung lalu dia menjawab dengan mantap.

"Ada,,, tapi hubungan kita lagi sedang tidak harmonis," ucap william terlihat sedih.

Clarisa mengangguk faham lalu tersenyum.

"Namanya juga hubungan pasti ada pasang surutnya," ucap Clarisa mencairkan suasana

" Lalu bagaiman dengan pak Devan," tanya William

Clarisa mengangkat bahu dan menggeleng geleng kepala lalu tersenyum.

Wiliam nampak paham dan mengerti akan ekspresi tersebut namun dia tidak melanjutkan untuk bertanya lebih jauh lagi.

"ini sapu tanganmu, kemarin aku sudah bawa tapi lupa mengembalikannya ke kamu," ucap Clarisa sambil mengulurkan tangan menggenggam sapu tangan.

William tersenyum lalu mengambil sapu tangannya.

"Terimakasih Will, berkat ada kamu sekarang aku seperti punya teman baru," ucap Clarisa.

William tersenyum untuk beberapa kali dan dia merasa sangat spesial dimata Clarisa, dia merasa tersanjung dan berada di angan angan, selama ini dia tidak pernah bermimpi bahwa dia bisa dekat dengan orang terdekat pemilik perusahaan tempat dia bekerja.

'Aku harus bisa memilikinya, harus' ucap William dalam hati sambil menyeruput kopi yang sudah hampir dingin.

Setelah cukup lama mereka berada di cafe, mereka memutuskan untuk pergi, sebelum pergi William bertanya apakah boleh dia mentraktir Clarisa kembali, mengingat saat di cafe tadi yang membayar bill tersebut adalah Clarisa.

Padahal William sudah berniat untuk membayarnya namun Clarisa mencegahnya dan memarahinya, dengan terpaksa William mengiyakan.

"Boleh banget," ucap Clarisa melambaikan tangan dan berbalik ke mobilnya.

"Tahanan 81, ada bingkisan," ucap salah satu temannya yang beda kamar sel sambil berbisik takut ketahuan.

Mendengar hal tersebut Aurora mengernyitkan dahi lalu membuka bingkisan roti dan jus alpokat, diatas roti tersebut terdapat secarik kertas tertulis dari orang terkasih dan bertanda tulisan AKAR.

Akar adalah nama panggilan sayang Aurora untuk William bahkan mungkin orang tidak akan pernah ada yang tau.

Memikirkan hal tersebut Aurora semakin yakin bahwa bingkisan tersebut adalah kiriman dari William.

Aurora menerima bingkisan tersebut dengan tangan terbuka dan senyum sumringah.

Apalagi roti tersebut adalah roti lapis kesukaannya.

Sesampainya dikamar sel, Aurora membuka kembali bingkisan tersebut, dia mencium secarik kertas tersebut lalu meminum jus tersebut sampai habis dan memakan dua potong roti lapis legit tersebut dengan lahap.

Dia juga menawarkan lapis tersebut ke teman sekamarnya, Aurora nampak sedikit curiga kenapa bisa William memberinya bingkisan tanpa melalui prosedur, namun kemudian dia mengindahkan pikirannya tersebut.

Saat Aurora ingin merebahkan diri di kamar sel, dia merasa sedikit aneh karena ada sesuatu yang seperti mengalir di kakinya.

Aurora meraba sumber aliran tersebut dan mencoba mengusapnya.

Betapa kagetnya dia saat melihat darah di tangannya.

Wajahnya terlihat pucat dan tiba tiba semua terasa gelap gulita.

1
Yuki Nagato
Makin ketagihan.
Hebe
Ceritanya keren banget, semangat terus thorr!
Bea Rdz
Gak bisa tidur sampai selesai baca ini cerita, tapi gak rugi sama sekali.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!