Aku tidak akan membiarkan, Saudara tiri dan Ibu tiri menginjak-injak harga diriku.
Ikuti kisah Intan, yang berjuang agar harga dirinya tidak injak-injak oleh ibu tirinya dan kakak tirinya. Tidak sampai situ saja, ikuti kisah perjuangan Intan untuk bisa berdiri di kaki nya sendiri hingga dirinya sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Hari sudah semakin sore Intan pulang dengan jalan kaki. Dia memilih untuk tidak menaiki angkot lagi, Intan berencana untuk mampir di warung nasi goreng yang ada di dekat pertigaan. Dia tidak ingin masak hari ini, jadi dia memutuskan untuk membeli makanan jadi aja sekali-kali.
“Permisi mbak Ayu, saya mau nasi goreng telur dadar nya satu, jangan terlalu pedas ya mbak Ayu” Pinta Intan pada penjual nasi goreng.
“Wehh, neng Intan, tumben kelihatan neng. Nasi goreng satu ya neng? Saya buatkan!” Ucap mbak Ayu penjual nasi goreng yang paling laris di desanya itu.
Saat tengah menunggu pesanannya di buatkan tiba-tiba sekretaris Pak kades datang menghampiri Intan. Intan yang awalnya duduk di kursi plastik langsung berdiri ketika Pak Tono menuju ke arahnya.
“Kamu Intan! sudah pulang saja! saya tadi kira kamu hilang kemana! Balai desa sudah sepi tidak ada orang.” Kesal Pak Tono yang langsung mengambil botol mineral untuk diminumnya.
Intan yang bingung pun mulai ketakutan, apakah dia ada salah sampai di kejar seketaris desa. Atau mungkin ini belum jam pulang tapi dia sudah membubarkan warga, seingatnya ini sudah sesuai dengan jam yang di sepakati.
“Kenapa pak? Saya dan teman-teman saya ada salah?” Tanya Intan yang bingung, kemudian Pak Toni mengeluarkan amplop coklat dari kantongnya.
“Tidak, Bapak cuma di suruh ngasih kamu uang gaji untuk hari pertama, kata Pak kades itu sudah lengkap dengan bonusnya. Oh iya, kasih juga ke teman-teman kamu!” Ucap Pak Tono, akhirnya Intan bisa bernafas lega setelah di buat panik oleh Pak Tono tadi.
“Alhamdulillah… terimakasih ya pak, saya kira tadi Bapak mau ngomong apa, saya sudah takut duluan. Maaf ya pak ngerepotin Bapak. Sampai Bapak harus ngejar saya sampai sini, sekali lagi saya minta maaf ya pak” Ucap Intan dengan santun, dia jadi tidak enak dengan Pak Tono.
“Hm iya, kebetulan saya juga mau beli nasi goreng buat anak istri saya di rumah. Oh, saya hampir lupa, kamu bisa bikin jajanan tradisional? Jajanan apa aja boleh bebas! Buat dibagikan di snack! Kamu buat saja sama seperti yang kamu bagikan tadi! itu yang jual tidak bisa buat lagi katanya pesannya sudah banyak. Kamu buat yang kamu bisa-bisa saja! Sama tambahin air mineral, sama roti! Ini yang buat beli air sama rotinya” Ucap Pak Tono langsung memberikan uang pada Intan.
“Ta-tapi pak, saya takut buatan saya tidak enak pak!” Ucap Intan khawatir, dia tidak terbiasa buat kue tradisional, tapi dulu ibunya pernah mengajarinya buat kue tradisional cuma dia merasa tidak yakin dengan rasanya.
“Pasti enak, toh! Dulu Ibu kamu pintar bikinnya! Coba saja dulu bikin ya! Kalau lancar Lajut bikinnya!” Ucap Pak Tono.
Mbak Ayu juga sudah selesai membuat satu pesanan dari Intan dan tiga pesanan dari Pak Tono. “Ini nak Intan dan Pak Tono pesanannya sudah selesai” ucap mbak Ayu.
“Jadi berapa itu ?” Tanya Pak Tono yang mengeluarkan dompet kulit berwarna coklat. Intan memberikan Pak Tono untuk membayar lebih dahulu, dia mengantre di sebelah pak Tono. “Tiga ya pak, jadi tiga puluh ribu rupiah pak” Ucap Mbak Ayu.
“Sekalian saja sama punya Intan saya bayar! Ini uang lima puluh, itu kembaliannya buat kamu saja Yu” Ucap Pak Tono.
“Tidak usah pak, intan ada uang kok pak” Ucap Intan dia tidak mau merepotkan Pak Tono. Pak Tono hanya mengeleng “Tidak apa-apa” Ucap Pak Tono lalu pergi dengan sepeda motor matic nya, tak lupa Intan menyalimi tangan Pak Tono terlebih dahulu.
“Alhamdulillah rezeki lagi, tapi aku nggak enak kalau terus dibayar gini, memang ini rezeki, tapi aku merasa jadi berhutang pada banyak orang.” Batin Intan. Tak lupa dia juga mengucapkan syukur dan mendoakan orang-orang yang telah berbuat baik padanya. Agar rezeki mereka lancar. Amin.
Setelah mendapatkan nasi goreng, Intan berjalan lagi sejauh lima ratus kilometer. Dia berjalan dengan santai agar tidak merasa begitu lelah. Sampai di depan rumahnya, Intan melihat Ibu tirinya tengah duduk santai di teras dengan Mila yang tengah asik bermain ponsel.
“Wahh-Wahh, nasi goreng tuh enaknya makan nasi goreng sore-sore” Ucap Ibu tirinya sembari merampas nasi goreng yang tengah Intan teng-teng di tangan kanannya.
“Wehh!! Tante!! Kembalikan itu nasi goreng saya!!” Ucap Intan kesal dia mencoba meraih kembali nasi gorengnya. Namun Mila marah merebutnya dari Ibu nya lalu berlari masuk ke dalam kamar.
“Mila!!! Nasi goreng ku!!!” Teriak Intan ikut berlari. Belum sampai di kamar Intan lebih dahulu menjambak rambut pirang Mila. Hingga wajah Mila terdongkak ke atas.
“Akkkhh!!! Sakitt!! Ibu lihat apa yang dilakukan anak sialan ini!!” Teriak Mila meminta tolong pada ibunya.
“Kasih! Nasi goreng gue atau gue jedotin kepala lo ke dinding!!” Ancam Intan, Mila tida bisa berkutik tapi dia masih saja seolah tidak takut dengan ancaman Intan.
“Jedotin saja kalau lo berani!! Wle” ejek Mila
Bguh!!
“Aahkk!! ibu! Hiks!Sakitt!!” Teriak Mila saat Intan menjedotkan dahi Mila di dingding. Jidat nya pun jadi membiru ada benjolan yang juga muncul di dahinya.
“Gimana? Sakit? Siapa suruh ngerampas punya orang? Sakit kan? Ini aja baru gue jedotin belum gue tendang lo!” Ucap Intan yang kembali merampas nasi goreng miliknya.
“Gue tidak akan mau berbagi apapun dengan lo! Cukup lo ngambil papa gue aja! Gue tidak akan biarin lo ngambil yang lainnya lagi! Walau hanya satu biji nasi pun, gue nggak sudi! Buat berbagi sama perempuan perebut kayak lo dan ibu lo itu! Paham!!” Tekan Intan sekali lagi, sebelum dia beranjak ke kamarnya.
Ada sedikit perasaan lega yang dia rasakan, setelah mengeluarkan sedikit unek-uneknya kepada Mila. Dia kembali ke kamar lalu membasuh muka nya, guna menetralkan panas di wajahnya.