Setelah Di Khianati Sahabat Dan Kekasih

"Saudara Rakha Bin Abdul Malik saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri saya Rarasita Denallie dengan mahar seperangkat alat sholat beserta uang tunai 50 juta rupiah dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Rarasita Denallie binti Tobari Yusuf dengan mahar tersebut dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi?"

"Sah." Jawab para saksi bersamaan.

Kini, Rakha dan Rara sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Mereka baru saja meresmikan hubungan mereka, melaksanakan ibadah terpanjang semasa hidup. Semoga niat mereka menikah benar benar karena Allah dan karena ingin membangun keluarga sakinah mawadah warahmah bukan hanya karena nafsu sesaat semata.

Diantara banyaknya para saksi, Dixon duduk yang paling depan, Rakha meminta sang atasan nya itu menjadi saksi utama karena sang atasan merupakan donatur terbanyak yang memberi dana.

Dixon menyumbang sebanyak 100 juta rupiah, bagi seorang Dixon itu bukan lah nominal yang banyak.

Maka dari itu baik keluarga Rakha maupun Rara, mereka memperlakukan Dixon dengan sangat istimewa karena takut sang donatur itu menarik kembali sumbangan yang telah di beri.

***

Usai acara akad, pengantin pria dan wanita berganti pakaian, selanjutnya akan diadakan resepsi di kediaman mempelai laki laki. Jarak rumah mereka tidak terlalu jauh jadi mudah bagi mereka untuk berpindah tempat.

Para warga desa Bujung Sakti begitu bergembira menikmati pesta, mereka berbondong-bondong datang ke acara pesta sang anak kepala desa. Menyantap hidangan yang tersedia, bernyanyi, serta berjoget bersama.

Kali ini merupakan pesta pernikahan yang paling mewah serta meriah diadakan di desa mereka, jadi mereka tidak ingin sampai tidak datang, apalagi saat mendengar mahar yang di dapatkan Rara, mereka menganggap Rara adalah wanita yang paling beruntung karena dipersunting dengan mahar yang fantastis.

Nama Jemima tak luput dari bahan gosip, mereka masih saja meremehkan serta merendahkan Jemima. Mengatakan nasib Jemima begitu malang karena ditinggal nikah serta tidak diundang di acara pesta pernikahan yang paling meriah itu.

Keluarga Jemima diasingkan di desa Bujung Sakti, Jemima ingin bersikap santai dan biasa saja, namun kenyataannya saat hari H tiba, air mata gadis cantik itu akhirnya jatuh juga. Ia tak kuasa menahan bulir bening nya.

Bukan, ia menangis bukan karena dirinya yang ditinggal nikah, tapi karena dia kasihan melihat orang tuanya diasingkan, bahkan tetangga mereka sendiri tak lagi ramah karena mereka yang tidak diundang oleh kepala desa. Karena keadaan ekonomi mereka yang dianggap rendah dan tak layak.

Pak Hasan dan Bu Sekar memilih tetap di rumah saja, bersantai, mengobrol bersama sembari menikmati segelas teh serta sepiring pisang goreng hangat.

Sementara Jemima, dia izin keluar, katanya ingin mencari angin menghirup udara segar.

"Mainnya jangan jauh jauh dan jangan melakukan hal yang dapat merugikan dirimu," nasihat Pak Hasan.

"Baik Ayah. Aku mau pergi ke danau sebentar," ucap Jemima pamit.

Pak Hasan dan Bu Sekar menatap kepergian Jemima dengan tatapan sendu, mereka tau sang putri semata wayang mereka itu tidak dalam keadaan baik baik saja, meskipun berusaha tegar, mereka yakin sekali rasa sakit dan sedih itu pasti ada. Apalagi yang menikah adalah orang yang pernah memiliki hubungan sangat dekat dengannya, tidak mungkin Jemima tidak sedih.

***

Saat sudah tiba di danau, Jemima duduk di tepi danau, ia duduk dengan beralaskan sandalnya.

Ia mengeluarkan buku diary serta pulpen, lalu mulai menulis isi hatinya.

Sambil menangis, ia mencurahkan segala isi hatinya di dalam diary tersebut. Danau yang tenang menjadi saksi betapa ia merasa sangat sakit hati serta kecewa.

***

Di tempat berbeda.

Dixon berdiri dari duduknya. Lalu ia berjalan perlahan meninggalkan lokasi pesta.

Melihat sang bos ingin pergi, salah satu bodyguard bertanya.

"Bos, mau kemana? Biar kami temani," ucap bodyguard dengan tubuh paling kekar.

"Tidak usah. Kalian tetap di sini. Biarkan saya pergi sendiri," tegas Dixon.

Dixon merasa bosan berada di acara pesta karena bukannya sang pengantin yang menjadi pusat perhatian utama tapi malah dirinya. Banyak para tamu undangan yang meminta berfoto bersama dirinya.

Bu Fathiah yang melihat Dixon ingin pergi, berusaha mencegah agar Dixon tetap duduk di kursi nya, tapi dengan tegas Dixon mengatakan kalau dia butuh waktu sendiri.

***

Dixon berjalan kaki mengelilingi desa Bujung Sakti, desa yang tampak sepi karena para warga sedang berada di pesta pernikahan.

Entah kenapa kaki Dixon tergerak ingin melewati rumah wanita aneh yang tadi malam ia sambangi, ia merasa penasaran siapa wanita itu. Di pesta, Dixon menunggu kalau kalau wanita aneh itu akan hadir di pesta namun ternyata yang ditunggu-tunggu kehadirannya sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya.

Dixon penasaran kenapa wanita aneh itu tidak datang ke pesta. Mustahil kan kalau dia tidak di undang, dia kan merupakan warga desa Bujung Sakti. kata pak kades beliau sudah mengundang seluruh warga desa tanpa terkecuali. Pikir Dixon bertanya tanya.

Saat melewati rumah Jemima, Dixon melihat seorang wanita berumur mengangkat kain di jemuran.

Dixon tersenyum menyapa wanita itu.

"Maaf Bu, kenapa tidak ke pesta anak kepala desa?" tanya Dixon. Pertanyaan yang keluar sendiri dari mulut nya tanpa bisa ia cegah. Dixon sendiri pun merasa heran dengan dirinya. Kenapa dia mendadak menjadi manusia kepo, padahal selama ini dia terkenal sebagai orang yang paling cuek dan paling angkuh.

"Iya. Tidak apa-apa. Anda mau ke mana?" balas Bu Sekar ramah.

"Kalau di undang datang Bu, itu sebagai bentuk Ibu menghargai yang mengundang. Saya mau jalan jalan saja," ucap Dixon.

"Keluarga Ibu tidak diundang. Ya sudah, kalau begitu Ibu masuk dulu ya, permisi." Jawab Bu Sekar lalu berlalu memasuki rumah.

Dixon masih diam di tempat nya, mendengar jawaban Bu Sekar, semakin penasaran lah ia, ada apa dan kenapa keluarga Bu Sekar tidak di undang. Padahal kata pak kades beliau sudah mengundang seluruh warga desa.

Akhirnya Dixon kembali melanjutkan langkahnya dengan perasaan sedikit bingung, entah kenapa langkah kakinya malah membawa nya ke sebuah danau yang indah di desa itu.

Begitu sampai di dekat danau, Dixon merasa takjub, tidak menyangka di desa Bujung Sakti terdapat sebuah danau yang indah dengan kealamian nya.

Cuaca siang hari yang mendung.

Dixon melangkahkan kakinya semakin mendekati danau, namun langkahnya terhenti saat ia melihat seorang wanita duduk di depan nya, tepatnya di pinggir danau.

Ia melihat punggung wanita itu, wanita dengan rambut lurus hitam lebat tergerai indah menutupi punggung.

"Hikss ... Hikss ... Aku janji pada diri ku sendiri ini terakhir kalinya aku menangisi mereka," gumam Jemima tersedu-sedu. Gumaman yang terdengar jelas ditelinga Dixon.

"Hei ... kau kenapa?" sapa Dixon.

Sapaan itu berhasil membuat Jemima kaget. Refleks Jemima berdiri lalu membalikkan tubuh nya.

"Kau? Ngapain kau di sini? kau kan pria waktu itu!" tanya Jemima takut. Area danau begitu sepi, Jemima takut dirinya di nodai oleh pria asing di depannya.

Sejenak pandangan mereka bertemu. Saling memandang lekat dengan berbagai pertanyaan bersarang di benak.

Bersambung.