Niatnya mulia, ingin membantu perekonomian keluarga, meringankan beban suami dalam mencari nafkah.
Namum, Sriana tak menyangka jika kepergiannya mengais rezeki hingga ke negeri orang, meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil – bukan berbuah manis, melainkan dimanfaatkan sedemikian rupa.
Sriana merasa diperlakukan bak Sapi perah. Uang dikuras, fisik tak diperhatikan, keluhnya diabaikan, protesnya dicap sebagai istri pembangkang, diamnya dianggap wanita kekanakan.
Sampai suatu ketika, Sriana mendapati hal menyakitkan layaknya ditikam belati tepat di ulu hati, ternyata ...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Isyt : 14
“Kok kamu ngelihatin aku, gitu banget Sri?”
Triani jelas merasa tersindir, terkejut, dan tertohok, tapi dia segera menampik rasa tak nyaman yang mulai merasuk ke kalbu. Bertanya dengan nada separuh membentak.
Raut Sriana biasa saja, netral. Dia mengedikkan bahunya acuh tak acuh. “Kan, aku lagi ngobrol sama Mbak Tria, kalau tidak menatap dirimu nanti dikira ndak sopan, bener to?”
“Lagipula, yang aku katakan bukan cuma asal ceplos, tapi dari curahan hati istri sah mbak-mbak pahlawan devisa di media sosial. Banyak loh, yang pergi memeluk harapan, begitu pulang mendekap kekecewaan. Suaminya selingkuh, hasil kerjanya ludes untuk menyenangkan tempek seupil perempuan murahan." Sriana menaikan turunkan alisnya.
"Ada juga kan yang belum lama ini viral, istri sah duduk diatas buldozer – ikut merubuhkan bangunan rumah hasil keringatnya bekerja bertahun-tahun jadi TKW. Ternyata suaminya diam-diam nikah siri, akhirnya rumah yang dibangun diatas tanah mertua, kembali diratakan. Tak akui dia wanita hebat, ndak mengemis cinta, langsung menghempaskan para Benalu,” lanjutnya.
Tria mendengus. “Kurangi nonton drama murahan demi menarik simpati penonton agar viral, supaya ramai konten fb pro yang memposting.”
“Nggih, Mbak,” nadanya sedikit mengejek, dia berbalik dan kembali mencuci piring yang tinggal sedikit.
Sriana tahu kalau sedang diawasi, berpura-pura biasa saja. Triana masih menatap dirinya lewat pantulan kaca jendela di atas tempat pencuci piring.
‘Ada apa dengan si pekok (bodoh) itu. Apa benar cuma disebabkan datang bulan?’ batinnya bertanya-tanya, matanya mencari kejanggalan pada tubuh Sriana yang membelakanginya.
“Mbak, boleh ndak aku nanya?” Sriana berbalik, dia sudah selesai mencuci piring.
“Opo?!” sahutnya ketus.
Wanita berambut lurus sebahu itu berdiri bersandar pada kitchen set. Lengan baju musim dinginnya diturunkan lagi, dia pandangi tenang wajah kakak sepupunya.
“Tadi kan dirimu bahas tentang Eka yang katanya sering keluar masuk hotel dengan laki-laki, terus langsung kamu cap perempuan ndak bener. Nah, semisal kalau pernyataan lebih ke tuduhan itu dialihkan ke dirimu, apa kamu terima? Mbak Tria juga kan ada iclik (melakukan hubungan) dengan seorang pria, malah mengakui kalau laki-laki itu sudah beristri.”
Tria seperti orang linglung, lalu demi menutupi rasa tidak nyaman, dia melepeh kunyahan buah Pir. “Ya beda lah, aku sama Mas ku cuma main lewat ponsel, ndak melakukan langsung _”
“Tetep aja sama-sama keluar ‘kan? Mencapai klimaks juga ‘kan? Walaupun cuma main dengan tangan sendiri, tapi kalian saling menghayati seraya memandang bagian intim, iya kan?” ada rasa sakit tengah menggerogoti hatinya.
“Kamu ini kenapa to, kok jadi sewot ke aku?!” hardiknya, melototi Sriana.
Kening Sriana mengerut, matanya menyipit, rautnya seperti seseorang bingung. “Bukan aku yang jengkel, tapi Mbak Tria yang sedang sensitif. Toh, biasanya malah pamer ke aku, sengaja mengeraskan suara mendayu-dayu kalau pas telponan di kamar, sering membahas kalau punya Mas mu itu gede panjang berumput semak, belum lagi pas tegak sempurna _”
“CUKUP SRI!!” Tria menjerit kecil, entah kenapa dia merasa tidak lagi senang membahas hal dewasa ini. Biasanya hatinya berbunga-bunga kala memanasi adik sepupunya.
‘Kamu bilang cukup, tentu saja tidak pernah cukup sampai aku berhasil menorehkan luka yang sama dihatimu!’ jujur, dia sakit sekaligus jijik saat membicarakan tentang pusaka pria yang masih berstatus suaminya.
Namun, Sriana membutuhkan rasa sakit itu, ia ingin berteman dengan kesakitan sampai hatinya kebas dan mati rasa.
“Aneh mbak Tria ini. Apa punya dia ndak lagi menarik? Atau pean tertarik dengan milik pria lain?”
Terdengar derit kursi kala didorong oleh Triani, dia berdiri hendak beranjak. “Wes lah, aku mulai ngantuk. Jangan lupa buatkan teh herbalku terus bawa ke kamar!”
Ketika sang sepupu baru melangkah sedikit, Sriana menyeletuk. “Aku penasaran dengan perasaanmu, Mbak. Piye rasanya setelah berhasil menaklukkan pria telah beristri, melakukan hubungan badan dengan cara paling menggelikan. Senang kah? Bangga kah? Tertantang kah? Merasa lebih sempurna dari istrinya kah?”
Triani berbalik, menatap sengit adik sepupunya. “Makin hari cocot mu (mulut) makin kurang ajar, ndak sopan. Inget Sri! Tanpa aku kamu masih jadi buruh pabrik, kalau nggak ya buruh tani – keluar masuk sawah, bermandikan air lumpur. Jadi, tahu diri sedikit!”
Sriana mengangguk-anggukkan kepalanya, tersenyum tipis, sorot mata netral. “Sampai matipun bakalan tak inget Mbak. Nggak bakal aku lupa.”
‘Akan kuingat terus tiga tahun hidup bak di neraka, dimanfaatkan, dibodohi, dikelabui, disiksa lahir batinku. Akan kuingat rupamu dan juga dia, dalang penderitaanku, Septian serta Ambar Ratih.’
Triani mencebik, menatap merendahkan, lalu melengos pergi naik ke kamar lantai atas.
Setelahnya, Sriana membuatkan teh herbal yang dapat membantu menjaga imun tubuh, dan juga menenangkan pikiran. Cairan coklat sedikit pekat itu sedikit berbusa kala dimasukkan sebutir pil berwarna putih.
Sriana terkekeh, dia mencampurkan obat ke teh kakak sepupunya. Pil yang dicurinya dari kepunyaan nenek – obat tidur.
Dibawanya nampan menampung segelas teh hangat, ada juga potongan tomat segar yang akan digunakan sebagai masker alami pada kelopak mata Triani.
Ketika sampai di depan pintu kamar mereka, Sriana menghela napas panjang, mengatur ekspresi agar terlihat biasa saja, supaya tidak mengundang kecurigaan.
"Teh nya Mbak, mumpung masih anget, nanti kalau sudah dingin_"
Triani melepas jel masker. "Meneng'o (diamlah)! Cerewet banget, kamu ndak lihat apa? Aku lagi pakai masker bibir!"
"Maaf, Mbak." Dia tersenyum kikuk, ekspresi biasa disuguhkan kala ditegur oleh Triani.
Sriana meletakkan nampan tadi di atas meja serba guna, bagian bawah untuk pakaian, atasnya sering dijadikan tempat menyetrika.
Ibu Septian dan Ambar Ratih itu lalu naik ke ranjang tingkat, dia sengaja menunggu reaksi obat tadi, ingin menikmati detik-detik Triani terkapar.
"Kamu ndak turun? Bobo sendirian dibawah!" katanya tidak tahu diri, padahal malam ini jadwal dia menemani nenek tidur.
"Bentar lagi, aku mau tiduran sebentar. Kepalaku sedikit pusing, kalau malam ndak bisa tidur nyenyak. Bobo tiap satu sampai dua jam sekali kebangun_"
Triani langsung menyela. "Namanya kerja ya capek, Sri! Apalagi jaga orang tua, kudu banyak sabar. Kamu itu digaji tinggi bukan untuk ongkang-ongkang kaki, tapi diwajibkan kerja yang bener_"
Giliran Sriana yang menyela, lama-lama dia muak mendengar ocehan unfaedah kakak sepupunya. "Itu Mbak Tria paham, tapi kenapa ndak diterapkan, malah asik perawatan badan, padahal ya kita sama-sama babu, sama-sama digaji."
Triani langsung diam, pura-pura tidak mendengar. Dia beranjak, lalu meraih tangkai gelas, dan mulai meneguk teh hingga tandas. Kemudian kembali lagi duduk di kasur, hendak memakai masker irisan buah Tomat.
Beberapa saat kemudian, Triani mengeluh ngantuk. Sebentar-sebentar menguap, berakhir berbaring tanpa memakai krim malamnya.
Sriana memajukan badan, mengintip dari atas, dia tersenyum culas. 'Ayo! Kita kasih pelajaran berharga pelakor sok bijak ini!'
.
.
Bersambung.
semoga berhasil ambil Semua yg berharga,🤲🤲🤲
ada paparazi
lek Dimas?
naaaaaa kaaannnn
sudah lama hubungan mereka
🤬🤬🤬🤬🤬
part Iki misuh troooosss kak cublikkkkk 😆😆😆
astagfirullah astagfirullah astagfirullah astagfirullah
haduuuwww seketika ngakak
🤣🤣🤣🤣maaf zaaa✌️✌️✌️
Treek Treeekkkk
sekarang mulai menata dr awal
pelan tpi pasti keluar dari jeratan laki2 gak guna!
sampai mau nikah dgn laki2 mokondo?
apa ada campur tangan Ita mbokne Tri?
akan ada kegemparan apa?🤔
bener kui Sri 👍👍👍
langsung muntah ke mukamu gooooonggggg
ngarang kentang 🥔
opo mau lewat hape
emange Trisundel, muaaaaaaakkkkk 🤢🤢🤢
tensi meroket huasy* Kowe guuunggg!!!!
astagfirullah astagfirullah astagfirullah
yg ngitung gaji siapa!