NovelToon NovelToon
Penjinak Hati Duda Hot

Penjinak Hati Duda Hot

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Selingkuh
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

“Sadarlah, Kamu itu kunikahi semata-mata karena aku ingin mendapatkan keturunan bukan karena cinta! Janganlah menganggap kamu itu wanita yang paling berharga di hidupku! Jadi mulai detik ini kamu bukan lagi istriku! Pulanglah ke kampung halamanmu!”

Ucapan itu bagaikan petir di siang bolong menghancurkan dunianya Citra.

“Ya Allah takdir apa yang telah Engkau tetapkan dan gariskan untukku? Disaat diriku kehilangan calon buah hatiku disaat itu pula suamiku yang doyan nikah begitu tega menceraikan diriku.”

Citra meratapi nasibnya yang begitu malang diceraikan oleh suaminya disaat baru saja kehilangan calon anak kembarnya.

Semakin diperparah ketika suaminya tanpa belas kasih tidak mau membantu membayar biaya pengobatannya selama di rawat di rumah sakit.

Akankah Citra mampu menghadapi ujian yang bertubi-tubi menghampiri kehidupannya yang begitu malang ataukah akan semakin terpuruk dalam jurang putus asa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 14

“Jangan biarkan saya jatuh, Pak!!” pekik perempuan itu, suaranya cukup melengking memecah keheningan lobi rumah sakit.

Semua orang yang ada di sekitar area itu sontak menghentikan langkahnya ketika mendengar teriakan perempuan tersebut.

Ariestya, Alice, dan Dirga sampai melotot seakan bola mata mereka nyaris copot dari tempatnya saking tak percayanya melihat apa yang baru saja terjadi di depan mata mereka.

Perempuan itu tersandung, tumit sepatunya patah, hingga tubuhnya oleng ke depan. Dalam kepanikan ia meraih apapun yang terjangkau oleh tangannya yang di depannya dan yang berhasil ditangkapnya adalah lengan Ardhanza Lee Dewantara.

“A—HEY!!” seru Ardhanza karena perempuan itu tanpa permisi langsung menarik tangannya sehingga keseimbangannya hilang.

Keduanya terjatuh bersamaan ke atas lantai sehingga terdengar lah bunyi bedebug.

BRUK!!

Tubuh tinggi tegap atletis Ardhanza menghantam lantai marmer, suara benturannya memantul ke seluruh penjuru lobi.

Tapi nasib lebih sial lagi, karena saling tarik-menarik sehingga perempuan itu ikut terjatuh dan menimpa tubuhnya Ardhanza yang lebih duluan terjatuh.

Dan yang membuat semua orang terpaku adalah posisi mereka yang cukup membangonkan. Yaitu bibir perempuan itu menempel tepat di bibir Ardhanza yang saat itu terbuka dan menganga lebar.

Sontak sekujur wajahnya Ardhanza membeku matanya membelalak, bibirnya yang terbuka menganga lebar kini terkunci tidak sengaja oleh bibir asing itu.

Sepersekian detik terasa seperti seabad. Suara terkejut, bisik-bisik, bahkan jeritan tertahan bermunculan dari segala arah ketika menyaksikan adegan tak terduga.

“Astaga!!”

“Ya Allah itu CEO perusahaan TD yang bernama Ardhanza, kan yang sering wara-wiri di majalah bisnis!?”

“Gila, ini beneran kejadian depan mata aku!?”

“Kok kayak drama Korea tapi versi lebih heboh kan!”

Alice menutup mulutnya dengan kedua tangan, wajahnya nyaris berubah putih pucat.

Ariesta mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali, seakan berharap itu hanya halusinasi.

Dirga sampai tidak sadar ponselnya hampir terjatuh dari tangannya karena shock.

Sementara itu, Ardhanza benar-benar tidak berkutik. Wajahnya memerah marah sekaligus malu, rahangnya mengeras, tapi tubuhnya terjebak dalam tindihan tubuh perempuan asing.

Perempuan itu pun sama paniknya, matanya membelalak membulat sempurna melihat betapa dekat wajahnya dengan laki-laki yang ditimpanya.

Beberapa detik kemudian, ia menjerit histeris tanpa sadar ketika menyadari ada benda asing, kenyal dan dingin menyentuh permukaan bibirnya.

“MAAAAF!! SAYA NGGAK SENGAJA!!”

Namun jeritannya hanya membuat semua orang semakin fokus pada mereka.

Para perawat, dokter, bahkan satpam yang lewat pun berhenti. Ada yang mengangkat ponsel, ada yang menahan tawa, ada yang syok, ada yang berpura-pura tak melihat tapi gagal karena terlalu kepo dengan kejadian tersebut.

Drama itu sudah terjadi dan membuat semua orang berbondong-bondong menyaksikan kejadian tidak ada jalan kembali lagi untuk memperbaiki segalanya.

Dan Ardhanza, dengan napas terengah, gigi terkatup rapat menahan emosi, hanya mampu melontarkan satu kalimat dengan suara berat dan penuh tekanan saking marahnya dengan apa yang terjadi padanya barusan.

“Cepat bangun dari atas tubuhku!!” Pekik Ardhanza yang kemarahannya sudah di ubun-ubun.

“Astaghfirullah aladzim… kenapa bisa seperti ini,” rutuknya yang menyalahkan dirinya sendiri.

Namun suara geram itu justru membuat semua orang makin terpaku dan seluruh lobi seakan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya seolah sedang menyaksikan layar lebar.

Perempuan itu sontak meloncat bangun dari atas tubuh Ardhanza setelah tanpa sengaja bibir mereka bersentuhan.

Napasnya memburu, wajahnya merah padam antara malu dan panik. Tangan gemetar merapikan blusnya yang kusut dan rambutnya yang berantakan.

“Maafkan saya, Pak… saya benar-benar tidak sengaja!” ucapnya terbata-bata sambil berkali-kali membungkukkan badan hampir menyentuh lutut karena tak enak.

Ardhanza bangkit tanpa memperdulikan rasa nyeri yang mencengkram tulang punggungnya akibat terjatuh.

Rasa sakit tidak ada apa-apanya dibanding rasa malu yang mendidih di dadanya. Rahangnya mengeras, matanya menajam seperti sebilah pisau yang langsung menghujam jantung.

“Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar tidak sengaja,” ucapnya lagi perempuan itu.

Perempuan itu masih menunduk, tubuhnya gemetar, tidak berani menatap langsung ke arah Ardhanza.

Tatapan Ardhanza menusuk dan seakan-akan menelanjanginya hanya melalui tatapan saja dari atas hingga bawah bukan dengan kekaguman, melainkan kemarahan yang membara di dadanya.

“Kamu jadi perempuan ceroboh amat! Kamu kira ini lapangan ha jadi harus main lari segala?” semburnya tajam, nada suaranya bergema keras sehingga beberapa orang tersentak dibuatnya.

Alice menutup mulutnya dengan kedua tangan, Dirga mendesah cemas, sedangkan Ariesta sampai mundur selangkah karena tahu kalau kakaknya Ardhanza sudah bicara seperti itu artinya itu tanda alarm bahaya.

Tanpa menunggu reaksi lebih jauh, Ardhanza berbalik hendak meninggalkan lobi rumah sakit, langkahnya cukup cepat, bahunya terlihat menegang, jelas ingin mengakhiri kejadian memalukan itu secepat mungkin.

Namun perempuan itu kembali masih diliputi panik dan rasa bersalah hingga berlari mengejarnya.

“Pak! Tolong dengarkan saya sebentar! Saya tidak bermaksud membuat bapak malu, saya sungguh tidak sengaja melakukannya,” mohon perempuan itu yang sudah memohon kepada Ardhanza.

Ia berniat menarik lengan Ardhanza. Tapi nasib kembali mempermainkannya, tumit sepatunya licin karena lantai mengkilap setelah tadi pagi dipel, membuat tubuhnya terseret ke depan.

“Astaga tidak—!!” jeritnya sambil terperangah melongok tak percaya.

Karena tidak seimbang, ia justru menarik bagian pertama yang terjangkau tangannya yaitu pinggiran celana kain yang dikenakan Ardhanza.

Cekrekk!!

Tarikannya kuat sungguh sangat terlalu kuat sehingga membuat celana Ardhanza melorot setengah ke bawah dalam sekali sentakan hingga memperlihatkan separuh celana boxernya

Seketika, seluruh lobi rumah sakit meledak dalam keheningan dan beberapa orang reflek menutupi kedua mata mereka.

Beberapa orang refleks menutup mata, ada yang terperanjat terkejut bukan main sambil membuang muka karena kejadian aneh, absurd dan memalukan itu, ada yang menjerit kaget, ada yang menunduk menahan tawanya sambil geleng-geleng kepala.

Alice membeku seperti patung.” Oh my God!”

Dirga menjatuhkan map dokumen dari tangannya saking syoknya,” ya Allah… apa yang terjadi sebenarnya?”

Ariesta menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya tapi masih mengintip dari sela jarinya.

Dan orang-orang lain yaitu pasien, perawat, dokter, keluarga pasien hanya bisa ternganga seolah adegan itu bukan nyata.

Ardhanza terdiam selama satu detik.

Lalu detik berikutnya. Suara ledakan emosi yang selama ini ditahan akhirnya pecah.

“KAU!!” bentaknya dengan suara menggelegar, urat leher menonjol, wajah merah padam penuh murka.

Perempuan itu langsung jatuh berlutut, tubuhnya gemetar hebat, air mata menggenang karena malu dan takut.

“A—Aku… aku tidak bermaksud… aku—”

“Cukup!” Ardhanza menggeram, suara rendah namun mematikan sambil mengayunkan telapak tangannya.

“Kalau kamu ingin minta maaf, caranya bukan dengan membuat aku jadi tontonan seluruh lobi rumah sakit!” geramnya yang melototi perempuan itu.

Ada keheningan berat, begitu tebal dan panas sampai udara serasa berhenti bergerak.

“Maafin saya, pak. Sungguh aku tak sengaja melakukannya. Kalau perlu aku bersujud kepadamu pak,” ratap perempuan itu.

Ardhanza menarik napas panjang bukan untuk tenang melainkan untuk menahan diri agar tidak meledak lebih jauh.

“Maaf! Dengan mudahnya kamu meminta maaf setelah membuat kita malu ga!?” Dengusnya.

Mata penuh bara itu menatap perempuan yang masih berlutut di lantai, suara rendahnya terdengar seperti badai yang sebentar lagi menghancurkan semuanya.

“Untuk kecerobohanmu hari ini, aku pastikan kamu tidak akan pernah lupa sampai kapanpun.” ucapnya dingin.

Semua orang terpaku, tidak ada yang berani bergerak hanya menunggu apa yang akan terjadi berikutnya.

Ardhanza menunjuk ke arah kedua pasang matanya, kemudian menunjuk ke arah bola matanya perempuan itu.

“Ingat baik-baik, kejadian hari ini bakal aku simpan dalam memoriku dan wajahmu ini tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku!” Tegas Ardhanza.

Kata-kata itu jatuh dari bibir Ardhanza seperti vonis. Bukan sekadar amarah biasa, tetapi penghinaan yang menusuk sampai ke dasar hati.

Perempuan itu terdiam, dadanya terlihat naik turun cepat karena syok dan terpukul. Tapi sebelum ia sempat bicara, Ardhanza maju selangkah, tatapannya membakar.

“Kau tahu apa akibat dari kelakuanmu!? Kau mempermalukan aku CEO Lee Dewantara di depan semua orang! Aku sumpahi, biar hidupku tidak pernah dipertemukan denganmu lagi. Bahkan di ujung dunia sekalipun!” murkanya yang menyumpahi.

Orang-orang yang mendengar sampai kesulitan menelan ludahnya. Doa buruk seperti itu untuk sebagian orang terdengar seperti kutukan.

Perempuan itu mengangkat wajahnya pelan. Air mata sudah di pelupuk, tetapi tidak ada ketakutan yang ada justru luka dan harga diri yang tersulut.

“Kalau Bapak mau marah, silahkan tapi saya sudah berkali-kali bilang saya tidak sengaja!” suaranya bergetar menahan tangis tapi tetap tegas.

“Saya juga malu! Saya juga tidak ingin kejadian memalukan ini terjadi kepadaku! Bapak pikir saya menikmati semua ini!?” tukasnya.

Ardhanza mencibir, terkekeh sinis.

“Tentu saja. Perempuan ceroboh sepertimu biasanya suka cari perhatian dengan cara konyol.”

“Cukup!!” Perempuan itu memotong, suaranya meninggi tanpa sadar.

“Saya bukan perempuan murahan yang mau cari perhatian dari laki-laki angkuh dan arogan seperti Anda! Intinya saya sudah berusaha untuk meminta maaf, terserah bapak mau memaafkan atau tidak,” pungkasnya lagi.

Seluruh lobi bergemuruh dengan suara terperangah terkejut bukan main mendengar perdebatan dua orang yang tak saling kenal itu.

Ardhanza benar-benar terpukul harga dirinya.

“Berani sekali kau bicara begitu pada aku!?” suaranya mengguntur menggelegar di tengah keramaian lobi rumah sakit.

Perempuan itu berdiri tegak dan tubuhnya masih gemetar tapi matanya kini menyala karena terluka.

“Saya minta maaf dari tadi. Tapi Anda malah menghina saya seolah saya ini sampah! Saya tidak akan diam! Saya bukan perempuan yang bisa Anda injak martabatnya!” protesnya.

Ardhanza mendekat, wajahnya hanya beberapa sentimeter dari wajah perempuan itu hingga sang perempuan sedikit mendongak karena tinggi tubuh mereka sedikit berbeda beberapa centimeter.

“Kau pikir suaramu bisa mengubah fakta? Kau tetap penyebab rasa malu yang aku alamin ini. Ingat baik-baik aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Tidak di rumah sakit ini. Tidak di luar sana. Tidak di kehidupan manapun juga, enyahlah dari hidupku!”

Perempuan itu membalas tanpa mundur sedikit pun.

“Bagus! Saya juga tidak mau bertemu dengan seseorang yang pikirannya setinggi langit tapi hatinya serendah tanah!”

Suara “Uuuuhhh—” dan helaan napas kaget terdengar dari banyak orang.

Wajah Ardhanza mengeras, tetapi ia tidak lagi membalas. Tidak karena kalah, tetapi karena amarahnya sudah di titik yang berbahaya.

Sementara perempuan itu menyeka air matanya cepat bukan karena lemah, tapi karena kecewa. Kemudian ia berbalik, mencoba pergi.

Namun sebelum langkahnya menjauh, ia menggumam lirih cukup keras untuk terdengar oleh Ariestya, Alice, Dirga, dan beberapa orang di sekitar.

“Semoga Tuhan tunjukkan siapa yang sebenarnya ceroboh dan siapa yang akan menyesal suatu hari nanti.” ketusnya.

Ardhanza menggenggam tangan hingga buku-bukunya memutih dan kata-kata itu menggores egonya yang paling dalam.

Dirga, Alice dan Ariestya hanya saling pandang dan geleng-geleng kepala melihat kejadian yang membuatnya tidak pernah mereka pikirkan.

“Cantik-cantik tapi ceroboh dan bar-bar juga,” cicitnya Dirga memperhatikan perempuan muda itu meninggalkan lobi rumah sakit.

“Ya Allah… semoga saja kejadian hari ini tidak terekspos ke media,” lirihnya Alice sang sekretaris.

Ardhanza baru kali ini marah dan murka seperti itu, bahkan auranya terlihat sangat gelap.

“Kakak sabar, kita lupakan saja apa yang barusan terjadi. Pak Herman sudah lama menunggu kita,” ujar Ardhila cepat, mencoba meredam bara emosi sebelum insiden itu meledak lebih jauh.

Ardhanza menggertakkan gigi, dadanya naik turun menahan emosi. Ia membuang napas berkali-kali, kasar dan berat, seolah ingin mengeluarkan semua amarahnya dari paru-paru.

Tangannya merapikan jas mahalnya dengan gerakan agresif, bukan untuk gaya tapi karena rasa malu dan kemarahannya sudah campur jadi satu.

Dan ia terus mengumpat di antara giginya yang terkatup rapat.

“Sial! Fuck!! Brengsek perempuan kampungan! Udik! Ceroboh sekali sampai bikin aku jadi bahan tontonan di depan umum…!” umpatnya.

Jantung Ardhanza masih berdetak cepat, wajahnya tegang penuh amarah.

“Kenapa harus aku yang ketemu sama orang kayak gitu hari ini!? Kalau Tuhan dengar aku… aku bersumpah tidak mau bertemu perempuan seperti dia lagi seumur hidupku! Bahkan namanya pun aku tidak mau tahu!”

1
Aqella Lindi
tetap d tguya thor semangat💪
Aqella Lindi
jgn lama2 ya thor nti lupa ceritany
Dew666
🍒🍒🍒🍒🍒
Evi Lusiana
dasar laki² gila lo yg nyakitin,nyerai in tp msih jg mo ngganggu hidupny dasr gak waras
Evi Lusiana
sungguh kluarga ardian yg toxic itu pst dpt balasan tlh menyakiti mendholimi mnsia ber akhlak baik sprti citra
Evi Lusiana
menggelikan satu kluarga toxic tunggu sj karma kalian
Dew666
💥💥💥💥💥
Dew666
💃💃💃💃💃
Sastri Dalila
😅😅😅 semangat Citra
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Dew666
🔥🔥🔥🔥🔥
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
Adrian tabur tuai pasti ada .ingat apa yg kamu tuai itu yg akan kamu dpt, dasar mantan suami iblis
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
Bagus Citra.. usah di balas dgn kejahatan pd org yg tlh berbuat jahat kpd kamu.
Sastri Dalila
👍👍👍
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
semoga bener Citra itu anak pak Ridho yg hilang. aduhhh Citra terima saja pekerjaan yg ditawarkan semoga kehidupan kamu berubah dgn lbh baik lagi.
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
rose pasti akan menerima nasib yg sama seperti Citra, jgn terlalu sombong kerna karma itu ada. apa yg dituai itu yg kamu dpt begitu juga dgn ibu serta sdra Andrian yg sudah menyakiti hati dan mental Cutra
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
siapa yg dtg ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ditebak kira-kira siapa???
total 1 replies
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
ayuh Citra ga usah peduli dgn kata2 pedas dari keluarga mantan sok percaya diri bgt mereka.
Zie Zie
cerita yg menarik mencetuskan emosi yg berbagai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak kakak sudah mampir ditunggu updatenya yah 😘🙏🏻🥰
total 1 replies
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
kk mampir di sini thor
itu suami kayak bagaimana ya ga ada perasaan dan hati nurani kpd istrinya yg baru saja keguguran.
Soraya
lanjut thor
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak sudah mampir kakak 🙏🏻😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!