Hidup Syakila hancur ketika orangtua angkatnya memaksa dia untuk mengakui anak haram yang dilahirkan oleh kakak angkatnya sebagai anaknya. Syakila juga dipaksa mengakui bahwa dia hamil di luar nikah dengan seorang pria liar karena mabuk. Detik itu juga, Syakila menjadi sasaran bully-an semua penduduk kota. Pendidikan dan pekerjaan bahkan harus hilang karena dianggap mencoreng nama baik instansi pendidikan maupun restoran tempatnya bekerja. Saat semua orang memandang jijik pada Syakila, tiba-tiba, Dewa datang sebagai penyelamat. Dia bersikeras menikahi Syakila hanya demi membalas dendam pada Nania, kakak angkat Syakila yang merupakan mantan pacarnya. Sejak menikah, Syakila tak pernah diperlakukan dengan baik. Hingga suatu hari, Syakila akhirnya menyadari jika pernikahan mereka hanya pernikahan palsu. Syakila hanya alat bagi Dewa untuk membuat Nania kembali. Ketika cinta Dewa dan Nania bersatu lagi, Syakila memutuskan untuk pergi dengan cara yang tak pernah Dewa sangka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Syakila
"Dewa, sudah dua jam. Hujan dan badai juga belum ada tanda-tanda akan reda. Apa kamu tega membiarkan Syakila menderita di luar?"
Lewat dinding rumah yang terbuat dari kaca bening, Dewa dan Nania sedang menyaksikan Syakila yang masih berlutut di halaman dengan tubuh gemetaran.
Syakila hanya mengenakan celana jeans panjang dan kaos putih berlengan pendek. Dibawah remang-remang cahaya lampu tiang di dekatnya, ia tampak menggigil kedinginan dengan wajah yang sangat pucat.
Ia ambruk beberapa kali. Dan, sebelum bodyguard datang untuk memintanya berlutut kembali, dia sudah melakukannya meski harus menggertakkan gigi melawan dingin dan rasa pusing.
"Dia sudah mencelakakan kamu. Jadi, biarkan saja! Seseorang seperti dia memang harus dibuat jera," jawab Dewa dengan nada dingin.
Namun, jauh didalam hati pria itu, dia merasa sangat cemas. Kondisi Syakila sepertinya sudah benar-benar lemah. Namun, perempuan itu tetap saja keras kepala.
"Syakila, berteriaklah dan katakan kalau kamu menyesal dan tidak akan pernah berbuat onar lagi! Jika kamu memohon sedikit saja kepadaku, aku pasti akan langsung membawamu masuk ke dalam rumah," gumam Dewa dalam hati.
"Dewa, aku ingin makan mie goreng. Bisakah kamu membuatkannya untukku?" tanya Nania.
Dewa pun menoleh kemudian menganggukkan kepalanya. "Baiklah. Tunggu sebentar!"
Pria itu segera pergi menuju dapur. Sementara, Nania masih berdiri di sana sembari menertawai Syakila.
Setelah makanan siap, keduanya makan bersama dengan pemandangan Syakila yang masih berlutut diluar. Suasana hangat dan menyenangkan begitu kontras dengan kedinginan yang saat ini Syakila alami.
Namun, Syakila tidak iri sama sekali. Dalam benaknya, sudah tersusun rencana yang akan membuat Dewa mengerang kesakitan karena penyesalan setelah kematiannya nanti.
Sementara, untuk Nania? Dia pun sudah menyiapkan banyak kejutan. Tinggal tunggu waktunya saja untuk membuka kejutan itu satu per satu.
"Syakila, apa kamu sudah tahu dimana salahmu sekarang?" tanya Dewa. Setelah tiga jam berlalu, dia akhirnya menyerah dan keluar menemui Syakila.
Syakila menggeleng. Kesadarannya hampir hilang. Dingin merasuk hingga ke tulang dan seolah hendak merenggut nyawanya.
"A-aku tidak salah apa-apa," lirih Syakila dengan suara bergetar.
Meski tubuh semakin lemah, namun tatapannya masih begitu garang. Sekarang, sosoknya seperti singa betina yang sedang terluka. Menolak menyerah, meski sudah sekarat.
"Syakila, jangan keras kepala!" ucap Dewa. Tatapannya penuh permohonan.
"Aku tidak pernah mencelakai siapa-siapa. Jadi, untuk apa aku mengaku salah?" balas Syakila.
Sikap gigihnya benar-benar membuat Dewa kewalahan. Laki-laki itu berharap Syakila bisa mengaku dan semuanya akan selesai malam ini juga. Namun, ternyata wanita itu masih saja teguh pada pendiriannya yang sangat keras kepala.
"Baiklah! Terarah. Aku sudah memberimu kesempatan tapi kamu yang tidak mau mengambil kesempatan itu."
Dewa berbalik pergi. Akan tetapi, baru beberapa langkah dia mengangkat kaki, dirinya dikejutkan dengan pekikan bodyguard disampingnya.
Syakila pingsan.
"Tuan, Nyonya pingsan," ucap bodyguard itu panik.
Dewa kembali berbalik. Wajahnya terlihat sangat cemas sekali.
"Kita harus membawa Nyonya ke dalam.Kalau tidak, beliau bisa..."
"Baiklah," potong Dewa cepat.
Bodyguard itu bergerak untuk menggendong Syakila. Akan tetapi, Dewa dengan cepat menahan bahunya.
"Biarkan aku saja yang menggendong istriku sendiri," ucap Dewa penuh penekanan.
Ia merasa cemburu jika lelaki lain menyentuh kulit Syakila. Termasuk, sang bodyguard sendiri.
Pria itu pun mengangguk lalu perlahan mundur. Dia memegang payung untuk Dewa tanpa berani berkata apapun.
"Ya ampun... Syakila kenapa, Dewa?" tanya Nania yang berpura-pura khawatir saat melihat Dewa masuk ke dalam rumah sambil menggendong Syakila.
"Dia pingsan. Sepertinya, karena demam," jawab Dewa.
Dia buru-buru membawa Syakila ke dalam kamar. Dibelakangnya, Nania mengikuti dengan ekspresi setengah kesal.
Dewa sangat perhatian pada Syakila. Dan, hal tersebut membuat Nania merasa kedudukannya semakin tidak aman.
"Dewa, apa yang kamu lakukan?" tegur Nania sambil menahan tangan Dewa yang hendak membuka kaos yang dikenakan oleh Syakila.
"Aku harus mengganti pakaiannya. Kalau tidak, demamnya akan semakin parah,"ucap Dewa.
Dia kembali hendak menarik kaos Syakila ke atas. Namun, lagi-lagi Nania menahan tangannya.
"Biar aku saja yang menggantinya," kata Nania.
"Aku saja," balas Dewa. "Tanganmu masih sakit. Kamu pasti akan kesulitan."
"Dia hanya adik iparmu, Dewa," ujar Nania mengingatkan. "Pernikahan kamu dan dia itu palsu."
Tangan Dewa terhenti seketika. Dia baru teringat sesuatu. Memang benar, Syakila bukanlah istri yang sebenarnya.
Ikatan antara dirinya dan Syakila hanya sandiwara belaka.
"Minggirlah! Biar aku yang lakukan," lanjut Nania sambil mendorong pelan bahu Dewa. "Lebih baik, kamu hubungi dokter saja. Syakila butuh perawatan dari tenaga ahli."
Akhirnya, Dewa mengalah. Dia mengangguk lemas lalu berpindah ke belakang Nania.
"Keluar, Dewa!" usir Nania. "Apa kamu ingin melihat tubuh t3l@njang Syakila?" tanya Nania agak kesal.
Dewa tampak kagok. Bukan itu maksudnya. Dia hanya merasa khawatir. Itu sebabnya, dia merasa tak nyaman jika harus meninggalkan Syakila walau hanya sedetik saja.
"Cepat pergi!"
"I-iya."
Dewa pun lekas beranjak meninggalkan kamar itu. Dia keluar lalu menghubungi dokter pribadinya untuk segera datang.
"Kamu benar-benar menyebalkan, Syakila. Kenapa kamu tidak mati saja, hah?" gerutu Nania penuh dendam.
Meski begitu, dia tetap mengganti pakaian basah Syakila dengan yang baru.
*****
Keesokan paginya, Syakila bangun dengan tubuh yang terasa sakit semua. Begitu dia mencoba berdiri karena harus ke kamar mandi, hampir saja dirinya jatuh andai tak ada sepasang tangan kekar yang dengan cepat memegang tubuhnya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Dewa dengan ekspresi khawatir.
Syakila menatap pria itu agak lama. Jika Dewa membencinya, lantas kenapa pria itu malah menjaganya semalaman?
"Lututku lemas dan sakit sekali," keluh Syakila.
"Kamu mau kemana? Seharusnya, kamu tetap ditempat tidur saja."
"Aku harus ke kamar mandi."
Dewa mengangguk mengerti. Tanpa aba-aba, dia langsung menggendong Syakila menuju ke kamar mandi.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Syakila kaget.
"Diamlah! Aku sedang membantumu," jawab Dewa.
Akhirnya, Syakila hanya bisa pasrah. Lagipula, melawan hanya tindakan sia-sia. Dalam keadaan sehat saja, dia tak bisa mengalahkan tenaga Dewa. Apalagi, dalam keadaan sakit seperti sekarang.
"Kamu bisa keluar. Aku harus buang air kecil," kata Syakila saat dia tiba di kamar mandi.
"Aku tunggu diluar. Kalau sudah selesai, panggil aku," timpal pria itu.
"Oke," angguk Syakila.
Dewa pun segera keluar dengan wajah yang tampak memerah. Sejujurnya, dia punya pikiran untuk menemani Syakila didalam kamar mandi. Tapi, ternyata wanita itu malah mengusir dirinya.
Lewat pantulan cermin, Syakila yang masih berada di dalam kamar mandi tampak menyeringai licik. Mulai hari ini, dia akan menjalan rencananya untuk membuat Dewa membayar kesalahan karena sudah memainkan sandiwara cinta yang begitu epik.
"Dewa, aku akan membuatmu merasakan rasa sakit karena kehilangan yang sebenarnya," lirih Syakila.
lah
semoga syakila bahagia dan bisa membalas dendam terhadap keluarga dito yang sangat jahat
menanti kehidupan baru syakila yg bahagia...