"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 14 : Di Balik Bayangan Misterius
Seharian penuh hujan mengguyur kota Semarang. Aktivitas beberapa warga sempat terganggu dan beberapa anak-anak terpaksa berdiam diri di kelas. Tidak bisa bermain ke halaman sekolah. Bhima menurunkan kecepatan mobilnya ketika hujan semakin lebat. Hatinya tidak tenang ketika terakhir kali ia mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal.
"Sebaiknya lu sadar diri. Lu nggak layak bersanding dengan gadis manis itu. Selena cuma punya gue."
Ketika Bhima mengingat kembali pesan itu, rasanya ia semakin tertantang untuk mencari tau siapa dalang dibalik semua kekacauan ini.
Bhima menginjak pedal rem dan perlahan menepikan mobilnya ke minimarket. Ia masih marah sekali dengan seseorang yang berani mengganggu hidupnya.
"Hah. Lu pikir gue takut sama ancaman lu. Nggak takut, justru lu yang cupu. Beraninya main belakang. Nggak keren," gumamnya sambil sedikit mencibir Bhima pada seseorang yang belum diketahui identitasnya.
Suara Bhima perlahan serak. Entah kenapa setelah mencibir anonim yang mengancam Selena, ia sedikit cemas. Bukan karena menghawatirkan dirinya, melainkan ancaman itu sudah menargetkan Selena.
"Anjir, kenapa jadi rumit gini masalahnya," Bhima mengusak kasar wajahnya.
Tiba-tiba, tatapan Selena kembali melintas di hadapannya. Tatapan kecewa, sedih, marah, takut bercampur aduk.
"Nggak usah peduliin gue. Gue bisa ngatasi masalah gue sendiri. Gara-gara lu masuk ke hidup gue. Hidup gue jadi berantakan."
Setelah bayangan kekesalan Selena beranjak pergi, Bhima langsung ingat tentang perjanjiannya dengan Selena tempo hari.
"Oh ya, laptopnya. Laptopnya itu ada bukti outline ceritanya. Itu bukti kuat kalau cerita yang dia buat adalah murni dari pemikiran nya sendiri. Nah, kalau misalkan laptop itu udah balik, dia pasti mau dengerin gue," gumamnya kembali.
Ia pun beranjak meninggalkan minimarket. Menginjak pedal gasnya dengan kasar. Padahal ia sebenarnya tadi ingin membeli kopi. Namun karena pikirannya berkecamuk, akhirnya niat membeli kopi pun urung. Di perjalanan menuju apartemennya pun kepalanya masih berisik. Ia terus bertanya-tanya siapa yang mengincar Selena. Padahal Selena adalah orang asing yang tak Bhima kenal juga. Mereka baru mengenal melalui kejadian tak menyenangkan di cafe.
*****
Disisi lain, di kamar kost yang sekarang merupakan tempat aman bagi Selena, terbaring tubuh cantik gadis itu. Selimut tebal yang sudah tertata rapi di atas kasur seolah memiliki magnet kuat. Langsung saja ia menarik selimutnya untuk menutupi seluruh tubuhnya.
Sengaja ia beristirahat sejenak dikarenakan kepalanya berisik sekali. Ada dua penyebabnya diantaranya yaitu email tak dikenal serta panggilan misterius dengan suara lelaki yang keluar.
Sekuat tenaga ia mencoba melupakan suara itu, namun semakin keras ia melupakan suara itu, semakin kuat pula kalimat yang muncul.
"Sayang sekali, gadis manis dan lugu sepertimu hanya dijadikan bahan permainan."
Selena menggelengkan kepalanya kuat. Ia ingin sekali menyangkal perkataan orang tak dikenal itu. Untuk menghilangkan suara-suara itu, ia memutuskan untuk berjalan ke meja kecil. Ia duduk hanya memainkan gawainya, sesekali ia membuka TikTok untuk sekadar mencari hiburan saja. Saking asiknya melihat TikTok, tiba-tiba ada pesan masuk dari nomor tak dikenal lagi.
"Sepertinya mulai besok kau harus pulang lebih awal, gadis manis. Hidupmu sedang tidak baik-baik saja," tulis pesan dari orang tak dikenal.
Seketika, pernafasan Selena tak beraturan. Dengan perlahan, ia melakukan butterfly hug. Teknik menenangkan diri dengan cara menepuk-nepuk kedua bahunya sendiri.
"Tenang Len. Semua bakal baik-baik saja. Sekarang, kamu nggak sendirian. Ada Rani dan..... Bhima."
Entah mengapa, ia seketika ragu ketika ingin menyebut nama Bhima. Orang yang menghancurkan karier nya. Ditengah gejolak batinnya, tiba-tiba terdengar ketukan kecil dari pintu kamarnya. Ia segera mengintip ke lubang kecil yang ada di pintunya. Namun, tak ada siapapun yang ada di lorong itu.
"Tuhan, Ayah. Tolong lindungi Selena. Selena takut."
*****
Lorong kamar Selena sudah sangat gelap. Entah kenapa lampu lorong dimatikan dan hanya satu yang dibiarkan menyala. Itupun cahayanya remang-remang. Ternyata, ada seseorang yang berdiri di balik cahaya remang-remang dan di sekitar sana tidak ada kamera CCTV.
Bayangan dari sosok itu tinggi besar. Tubuhnya tegap dengan menggunakan kemeja gelap yang jelas makin membuatnya tak terlihat. Kembali ia melemparkan pandangannya ke arah kamar Selena yang baru saja ia ketuk.
Klik
Perekaman sudah aktif
Perlahan, alat sadap suara itu sudah menyala. Pria itu pun berhasil mendengar lagi langkah kecil Selena yang ada di kamar.
"Cantik sekali kamu, Selena Aria Widyantara. Takutlah, semakin kau takut. Semakin aku tergila-gila padamu," ia tersenyum licik seolah menandakan ia sedang menggenggam kendali penuh kekacauan yang terjadi.
*****
Sedangkan, disisi lain Bhima baru saja sampai di apartemen nya. Ia segera menukar bajunya dengan baju santai yang biasa ia pakai. Setelah bertukar pakaian, ia melangkah ke ruang kerja mini nya. Berkas-berkas serangan tentang dirinya masih terpampang nyata di komputernya.
Manik mata nya memperhatikan setiap grafik waktu upload beragam tulisan bohong yang menyerang dirinya. Jam upload nya terlihat sangat rapi. Jarang bisa dilakukan oleh orang awam.
Ketika ia masih sibuk bertanya-tanya siapa yang melakukan ini padanya dan Selena, lampu kecil di ruang kerjanya berkedip tiba-tiba. Ia pun segera meninggalkan ruang kerjanya untuk melihat apa yang terjadi. Namun yang ia lihat adalah seonggok amplop putih tergeletak di depan pintunya. Mungkin memang sengaja dimasukkan melalui celah pintu.
Bhima segera mengambil amplop itu dan membukanya. Ternyata, itu berisi sampel parfum. Sejenak Bhima kebingungan karena ia merasa tidak memesan parfum, apalagi yang datang hanya sampelnya saja. Di balik sampel parfum, terselip surat yang kurang lebih seperti ini.
"Jangan ambil laptop Selena. Biar dia sendiri aja yang ambil laptop itu."
"Ternyata lu beneran ngawasin setiap kegiatan gue. Dasar pengecut. Lu pikir gue takut dan nurut. Nggak bakal," Bhima kemudian meremas kertas itu.
*****
Sinar mentari menyusup perlahan ke celah korden kamar Selena. Ia membelai lembut Selena seolah membangunkan Selena dari malam yang cukup kelam. Setelah berhasil menyadarkan dirinya, ia beranjak dari kasurnya dan membersihkan dirinya.
"Sel. Semangat. Hari ini lu harus bangkit. Hari ini laptop lu bakal balik. Lu bisa buktiin kalau lu nggak seburuk yang orang lain pikir," ia berusaha menyemangati dirinya sendiri ketika akan menghadapi hari ini.
Namun, entah kenapa ia masih takut dengan ketukan semalam dan pesan itu. Tiba-tiba, pagi ini datang ketukan baru lagi. Selena sempat ragu dan takut. Ia mengecek dahulu lewat celah kecil di pintu. Ternyata dia Rani, akhirnya ia membukakan pintu.
"Selena..... Gue bawa makanan kesukaan lu. Yok yok kita makan dulu sebelum menghadapi hari yang dar der dor ini," ajak Rani. Ia pun tanpa permisi langsung nyelonong masuk ke kamar dan mengambil beberapa peralatan makan untuk meletakkan makanan yang ia beli tadi.
Setelah makanan terletak rapi, mereka pun segera menyantap makanan. Di tengah sunyi nya melahap makanan, Selena membuka obrolan.
"Gue harus gimana Ran?"
"Kenapa. Ada apa lagi?"
"Gue diancam lagi."
"Uhuk.... Apa lu bilang? Diancam?"
Selena hanya mengangguk. Matanya perlahan memerah dan satu bulir hangat berhasil keluar dari ujung netranya. Dengan segera, Rani menenangkan Selena dengan memeluknya.
"Mungkin Bhima."
"Nggak, nggak dia. Dia aja dapat ancaman juga."
"Yakin lu?" Rani berusaha mempertegas keyakinan Selena.
Selena mengangguk membenarkan pernyataannya. Setelah Selena sedikit tenang, mereka melanjutkan makan pagi untuk segera bergegas menuju kantor.
*****
Laki-laki yang semalam mengintai kamar Selena sekarang terlihat duduk di rooftop cafe. Ia kembali memakai setelan hitam dengan sedikit menggulung lengan bajunya. Laptop dengan tampilan CCTV seluruh area kantor Sagara pustaka terpampang di hadapannya.
"Exactly, ternyata kau mudah dikendalikan sekali, gadis manis," gumamnya dengan senyum licik.
"Sadarlah Bhim. Lu bakal masuk perangkap gue sebentar lagi. Lu nggak bisa kabur kemana-mana lagi mulai sekarang."
Aroma parfum Tobbaco menguar di rooftop cafe. Aroma yang sama yang dikirim ke Bhima malam itu.
*****