Alzena Jasmin Syakayla seorang ibu tunggal yang gagal membangun rumah tangganya dua tahun lalu, namun ia kembali memilih menikah dengan seorang pengusaha sekaligus politikus namun sayangnya ia hanya menjadi istri kedua sang pengusaha.
"Saya menikahi mu hanya demi istri saya, jadi jangan berharap kita bisa jadi layaknya suami istri beneran"
Bagas fernando Alkatiri, seorang pengusaha kaya raya sekaligus pejabat pemerintahan. Istrinya mengidap kanker stadium akhir yang waktu hidupnya sudah di vonis oleh dokter.
Vileni Barren Alkatiri, istri yang begitu mencintai suaminya hingga di waktu yang tersisa sedikit ia meminta sang suami agar menikahi Jasmin.
Namun itu hanya topeng, Vileni bukanlah seorang istri yang mencintai suaminya melainkan malaikat maut yang telah membunuh Bagas tanpa di sadari nya.
"Aku akan membalas semua perbuatan yang kamu lakukan terhadap ku dan orang tuaku...."
Bagaimana kelanjutan polemik konflik diantara mereka, yuk ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bundaAma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
-13
Siang harinya Andreas datang ke rumah Jasmin beserta beserta dokter pribadi Bagas, untuk memeriksa kondisi kesehatan Bagas.
"Menurut pemeriksaan saya saat ini, bapak menunjukkan gejala hipotermia tahap ringan, biasanya itu terjadi karena bapak kedinginan...." jelas dokter setelah memeriksa kondisi Bagas yang tampak kedinginan sehingga kulit dan bibir nya terlihat pucat.
"Padahal ruangan ini tidak terlalu dingin, apakah bapak berendam terlalu lama di dalam bathtub?" tanya dokter pada Bagas.
"Di rumah saya gak ada bathtub, jadi gak mungkin kan kalo bapak berendam di ember?" jawab Jasmin begitu saja.
"Mungkin bapak terlalu lama mandi di malam hari, sehingga mengakibatkan tubuh bapak kedinginan akuttt.... Untuk itu mulai dari sekarang jangan terlalu lama lama mandi di malam hari...." ucap dokter menasihati Bagas yang masih enggan membuka mulutnya.
"Jadi sebisa mungkin yah Bu, meskipun udah olahraga malam yang panjang, mandi nya di tunda dulu ajah bisa nanti pas waktu subuh, paling bersihin area area tertentu ajah kalo memang terasa lengket..." lanjut dokter sembari nahan tawa.
Sedangkan Bagas ia hanya pasrah, ingin rasanya ia merobek mulut dokter yang berbicara secara brutal, namun apalah daya nya tubuh nya bahkan tak sanggup untuk bergerak bebas, apalagi untuk marah marah.
Sedangkan Jasmin ia hanya melongo tak mengerti dengan ucapan dokter pada Bagas, seingatnya semalam ia tak melakukan apapun dengan Bagas.
Beberapa jam setelah minum obat, tubuh Bagas sudah mulai membaik, rasa dingin yang membeku tadi kini sudah mulai menghangat, ia turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang tamu.
Dilihatnya Andreas masih disana bersama dengan laptop dan tumpukan berkas di meja.
"Ini hari libur, kok kamu bisa bisanya lebih sibuk dari saya?" tanya Bagas pada Andreas seraya ikut mendudukkan tubuhnya di samping Andreas.
"Maaf pak, kementerian hukum sepertinya kehilangan bukti bukti terkait hm.corp, tidak ada bukti apapun lagi yang mengaitkan kasus ini dengan beberapa pejabat lain, kita terlalu lalai sehingga kehilangan bukti penting kita..." ucap Andreas melaporkan keadaan saat ini.
"hm.corp? Mengapa bisa hilang? Apakah kementerian hukum terlibat?? Mengapa bisa sampai hilang?" tanya Bagas dengan nada setengah marah, ia benar benar tak habis pikir saat bukti bukti yang di simpan di tempat yang aman seperti rupbasan malah hilang lenyap begitu saja.
"Lalu apa semuanya hilang?" tanya Bagas.
"Tidak pak, kita hanya kehilangan berkas perincian tentang hm.corp, akan tetapi terkait bukti kasus korupsi pembangunan jalan tol saya masih memiliki nya, hanya saja kita tidak bisa menangkap seluruh kartel yang terlibat dengan hm.corp dan kita tidak tahu siapa saja yang terlibat di dalam sana..."
"Bawa buktinya ke rumah saya...." titah Bagas, lalu bangun dari tempatnya duduk, mengambil ponsel nya yang tergeletak di meja kerja di sana.
Tutttttt, tuttttt, tututtt....
"Halo?!!!."
"Pulang... Kita kerumah saya sekarang juga...." titah Bagas pada Jasmin yang tengah berbelanja bersama Azzam dan tiga pengawal nya.
Setelah Jasmin pulang ia buru buru mengemas barang bawaannya, ia hanya membawa satu koper kecil untuk mengemas baju miliknya dan sang putra.
"Rani, kamu ikut saya nginep di sana yah, soalnya saya gak terbiasa sendirian...." ujar Jasmin pada Rani yang masih berdiri di dekat kursi.
"Baik Bu...."
Setelah semuanya siap, Jasmin, Azzam dan Rani pun ikut masuk ke dalam mobil milik Bagas.
"Sini sayang.... peluk, papah nya dingin..." ucap Bagas seraya merentangkan kedua tangannya agar Azzam datang ke pelukan nya.
Sepanjang jalan, Jasmin hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah katapun ia cukup takut untuk pergi ke rumah Bu Leni, entah mengapa ia sangat keberatan jika harus pergi ke sana, perasaan nya campur aduk dan bingung apa yang harus di katakan nya saat pertama kali datang. Karena ini adalah pertemuan pertamanya dengan Bu Leni setelah dirinya sah menjadi istri kedua dari Bagas.
"Bunda kenapa?" tanya Azzam saat melihat ibunya hanya diam saja sepanjang perjalanan nya.
"Gak papa sayang..." jawab Jasmin lembut dengan memaksakan mengukir senyum di wajahnya.
"Kenapa? Kamu kok jadi pendiem gitu?" tanya Bagas, seraya menatap sang istri muda yang tengah duduk di samping nya karena memang posisi duduk mereka di kursi belakang.
"Saya bingung pak, nanti kalo saya ke sana saya harus gimana?" keluh Jasmin, hatinya benar benar merasa gundah, ia benar benar tak tahu harus bersikap apa, karena menjadi istri kedua tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benaknya.
"Yah biasa ajah,...." jawab Bagas santai.
"Kita nikah bukan karena perselingkuhan apalagi perzinahan, kita nikah atas permintaan istri saya juga, jadi kamu jangan terlalu merasa takut apalagi merasa terbebani..." ujar Bagas mencoba menenangkan Jasmin agar tidak merasa keberatan, sebenarnya ia tak ingin melihat Jasmin ketakutan atau terbebani karena bagaimanapun dia adalah seorang suami juga bagi Jasmin, entah mengapa Bagas selalu ingin memperlakukan Jasmin dengan baik layaknya seorang suami kepada istri, entah karena memang sifat Bagas yang sebenarnya penyayang atau ada ketertarikan tertentu sehingga Jasmin harus di perlakukan dengan baik.
"Tapi kan pak, kita nikah pas istri bapak lagi gak di rumah..." ujar Jasmin dengan wajah murung nya.
"Iya tahu, tapi saya menikahi kamu demi menyenangkan hati Leni, saya sengaja menikahi kamu buru buru, karena saya takut kamu berubah pikiran lagi dan di sisi lain saya ingin memberikan kejutan pernikahan kita pada Leni...." jawab Bagas panjang lebar.
"Yaelah pak, mana ada istri seneng suaminya nikah lagi..." ujar Jasmin heran,
"Itu tuh sebenernya bukan nyuruh nikah lagi kalo bapak pengen tahu, ibu tuh cuman takut kehilangan bapak ajah, bapak nya ajah yang gak peka..."
"Lagian apasih pak yang kurang dari ibu sampe ibu bener bener nyuruh bapak nikah lagi? Mantan anggota dewan Iyah, wajahnya tetap cantik di usianya yang udah gak lagi muda, kekuasaan setara kalo sama bapak, Kurang apa lagi coba dia? paling paling dia tuh pengen perhatian lebih dari bapak udah ajah gitu... Atau kurang belayan kali yah?" ujar Jasmin panjang lebar yang di akhiri dengan sedikit candaan.
"Sok tahu kamu..." ucap Bagas seraya menoyor kepala Jasmin yang mengoceh tanpa henti.
"Yang ada saya yang kurang belayyann, punya istri dua tetep ajah rasanya gak punya istri..."
"Ayok turun, udah sampe..." ajak Bagas seraya turun dari mobil.
"Masa Iyah?" tanya Jasmin lalu ikut turun mengikuti langkah Bagas.
Jantung nya berdegup dengan kencang, saat langkah kakinya mulai memasuki pintu besar dan tinggi yang menjadi pintu masuk mereka saat ini, badannya terasa dingin namun keringat nya bercucuran bak orang kepanasan.
"Hai Jasmin....." suara seseorang yang tampak tak asing di telinga Jasmin berjalan menyapanya dengan suara langkah kaki yang terdengar indah berirama, langkah yang begitu anggun hingga siapapun yang melihat nya kata pertama yang terlintas dalah berkelas