bahagia ketika mendapatkan Uang banyak, pura-pura polos dan menyamar menjadi manusia biasa, tinggal di jalan yang sangat sepi di bawah kaki gunung.
namun siapa sangka di balik semua itu ternyata semuanya hanyalah Acting semata yang sedang di lakukannya karena dia merasa gabut, sebab berdiri sendiri di puncak kekuatan tanpa adanya musuh yang bisa menandinginya. semua yang dia lakukan hanyalah Acting.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tantangan seni mengukir lontar
Sebelum Laras memuntahkan seteguk darah, Arjuna menghentikan permainan serulingnya. Dengan segera Laras mendapatkan kembali akal sehatnya.
Ekspresi horor segera memenuhi wajahnya, jelas dia tahu bahwa Tuan Arjuna memainkan nada ini untuk menghukumnya karena telah berlaku sombong di hadapannya.
"Pergi dari tempat ini!" Ucap Arjuna kepada Laras.
Sebelum ini memang Arjuna memainkan lagu bertemekan perang, yang bertujuan untuk mengintimidasi seseorang. Arjuna sendiri memainkan lagu ini karena lagu ini jauh lebih kompleks di bandingkan dengan lagu yang awal. Arjuna benar benar ingin menunjukan kepada Laras bahwa dia lebih jago.
Laras bangkit dengan wajah lesu, dia tidak berani untuk menolak perintah dari Tuan Tiada Tanding ini, bagaimana pun juga dialah yang mengawali perkara ini.
Laras sudah pergi menyisakan di meja jamuan ini hanya tiga orang, yaitu Arjuna, Sumarsono, dan pria paruh baya yang dari tadi tidak banyak berbicara maupun berekspresi mentok wajah datar dan cuek saja.
Sumarsono memandangi Ki Ageng Purwanto dengan ekspresi rumit, sebelum ini Tuan Arjuna telah menunjukan kesaktiannya yang sangat hebat, namun mengapa Ki Ageng Purwanto cuek cuek saja? Apakah kesaktian Tuan Arjuna masih kurang di depan ki ageng purwanto?
Bahkan ki ageng purwanto sama sekaoi tidak merubah ekspresi wajahnya, tetap cuek dan datar.
Melihat hal ini sumarsono berdoa dalam hatinya, semoga Ki Ageng Purwanto ini tetap cuek seperti ini dan tidak memprovokasi Tuan Arjuna seperti apa yang di lakukan oleh Nona Laras.
Arjuna sendiri tidak mempermasalahkan sama sekali Ki Ageng Purwanto yang diam dan cuek seperti ini, dari pada laras yang bermulut tajam, lebih baik Ki Ageng Purwanto yang diam saja seperti ini.
Sumarsono berucap kepada Arjuna, "pak, silahkan di nikmati hidangannya..." Arjuna menganggukan kepalanya dan mulai mengambil sepotong daging sapi dengan sendok dan garpunya. Kerika dia hendak memasukan potongan daging itu ke dalam mulutnya, tiba tiba ki ageng purwanto berucap, "meskipun kamu sudah menunjukan kemampuanmu dan mempermalukan Larasati namun bagiku kemampuanmu hanyalah sampah!"
Arjuna langsung menjatuhkan garpu dan sendoknya ke atas piring dan menatap wajah Ki Ageng Purwantoro dengan ekspresi jengkel. Baru saja dia memuji orang tua ini yang terlihat bijaksana karena selalu diam, namun ternyata sama saja dengan Laras.
Sumarsono langsung berkeringat dingin saat ini.
Arjuna berucap, "apa maksudmu?" Tanya Arjuna dengan ekspresi jengkel.
Meskipun ki ageng purwantoro adalah orang tua dan tampak sangat bijaksana di mata Arjuna, namun tetap saja Ki Ageng Purwantoro sudah merendahkannya. Arjuna tidak perlu bersikap sopan kepada pria seperti Ki Ageng Purwantoro.
"Memainkan lagu semua orang juga bisa, bahkan anak kecil juga bisa memainkan lagu. Tidak ada spesialnya sama sekali." Ucap Ki Ageng Purwanto kepada Arjuna.
Arjuna mengedutkan matanya ketika mendengar hal ini, walaupun apa yang di ucapkan oleh Ki Ageng Purwanto ada benarnya juga.
"Aku akan mengakuimu hebat apabila kamu bisa mengalahkanku!" Ucap Ki Ageng Purwanto yang kini menunjukan kulit aslinya yaitu sombong. Bahkan pada saat ini ki Ageng Purwantoro sedikit mengangkat dagunya seolah memandang rendah Arjuna.
Alangkah kagetnya Arjuna ketika mendengar hal ini, dia benar benar tidak menyangka dia akan mendapatkan tantangan terbuka dari Ki Ageng Purwanto.
Arjuna langsung berucap, "baik! Apa tantanganmu? Apakah kamu fikir aku akan takut?" Tanya Arjuna..
Ki Ageng Purwanto berucap, "seni mengukir lontar!" Ucapnya dengan penuh percaya diri.
Ki Ageng Purwanto sendiri sudah belajar seni mengukir lontar sejak dia masih kecil denhan teknik yang sudah di ajarkan keluarganya secara turun temurun. sangat jarang ada orang yang memiliki kemampuam untuk mengukir ukiran di permukaan daun lontar. Oleh karena itu Ki Ageng Purwanto sangat percaya diri dengan kemampuannya saat jni.
Sumarsono memandangi Arjuna dengan pandangan rumit, seni mengukir lontar bukanlah seni yang umum. Mengingat Tuan Arjuna masih sangat muda, mungkin beliau tidak punya waktu untuk menguasai seni tersebut. bukankah sangat maklum apabila seseorang tidak bisa menguasai banyak hal sekaligus.
Oleh karena itu sumarsono ingin membatalkan tantangan terbuka ini, dia tidak ingin Tuan Arjuna di rendahkan hanya karena tantangan tidak masuk akal dari Ki Ageng Purwanto.
Namun siapa sangka Arjuna langsung menjawab, "seni mengukir lontar? Boleh... mari kita lihat apakah kemampuan anda setara dengan mulut besar anda.." Arjuna tersenyum tipis.
Sumarsono kaget ketika mendengar Tuan Arjuna menerima tantangan itu dengan ekspresi percaya diri. Bahkan Ki Ageng Purwanto sendiri juga tidak menyangka bahwa Arjuna akan menerima tantangannya.
Kemudian Arjuna berucap, "namun sayang sekali aku tidak membawa gulungan lontar kosong, kita tidak bisa melakukan pertandingan itu di sini.."
Mendengar alasan dari Arjuna ini Ki Ageng Purwanto langsung menyeringai, jelas Arjuna ini sebenarnya tidak serius menerima tantangannya. Arjuna hanyalah orang yang suka membual dan tidak memikiki skill mengukir lontar.
Pertama tama Arjuna akan menerima tantangannya kemudian Arjuna akan menghindari sesi pertandingan dengan alasan tidak membawa alat dan bahannya ataupun tidak ada medianya.
Ki Ageng Purwantoro sudah banyak sekali mengalami hal seperti ini, bagi Ki Ageng Purwantoro Arjuna ini sebenarnya hanya pura pura berani saja.
Tiba tiba Ki Ageng Purwantoro mengambil tas yang selama ini di bawahnya dan mengeluarkan dua gulungan daun lontar dan dua pisau pengukir lontar.
"Ambil ini, aku memberikannya kepadamu, jangan banyak alasan kini alat dan medianya sudah ada di depanmu, mari kita bertanding dan buktikan siapa yang sebenarnya hanya bermulut besar di sini!" Ucap Ki Ageng Purwantoro dengan penuh percaya diri.
Arjuna sendiri tidak menyangka bahwa Ki Ageng Purwanto akan membawa dua daun lontar dan pisau pengukir, hal ini benar benar menunjukan bahwa dia benar benar sangat niat.
"Kamu memberikannya kepadaku?" Tanya Arjuna sambil menatap ke arah ki Ageng Purwantoro.
"Benar! Apapun hasilnya itu akan menjadi milikmu, aku tidak akan memintanya kembali!" Ucap Ki Ageng Purwantoro.
Ki ageng purwantoro sendiri sangat yakin bahwa Arjuna hanya akana menghasilakn ukiran jelek, untuk apa mengambilnya?
Arjuna menganggukan kepalanya kemudian mengambil daun lontar dan pisau pengukir tersebut, Arjuna kemudian berucap, "lalu siapa jurinya?" Tanyanya.
"Haha!" Ki Ageng Purwantoro refleks tertawa ketika mendengar hal ini, bisa bisanya Arjuna ini bertanya siapa jurinya. dalam seni ukir lontar seperti ini hasil dari ukiran tersebut adalah juri itu sendiri, sebab setiap ukiran akan mengandung niat dan kehendak ukiran lontar yang jelek akan tertutup dengan ukiran lontar yang lebih bagus.
Jelas pertanyaan dari Arjuna ini menunjukan bahwa Arjuna sebenarnya sama sekali tidak mengetahui tentang seni ukir lontar.
Ki Ageng Purwanto kemudian berucap, "yang menjadi jurinya adalah kita bertiga!"
"Melihat kamu banyak pertanyaan sepertinya kamu hanyalah tukang bual yang sama sekali tidak mengetahui tentang seni ukir lontar!" Ki Ageng Purwantoro tersenyum tipis ke arah Arjuna.