Menikah dengan Om-om? Itulah yang terjadi pada Naifa, gadis berusia 18 tahun yang harus bersedia menggantikan kakaknya menjadi pengantin wanita di hari pernikahan yang sudah diatur. Namun, yang lebih mengejutkan jika suaminya adalah pria yang sudah menolongnya. Akankah benih cinta tumbuh dalam pernikahan mereka? Mampukah mereka menghadapi ujian demi mempertahankan pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Godaan Terberat
Ryan yang sudah selesai mengajar anak didiknya latihan, menghampiri dua gadis yang duduk di bangku. Hanni memang sengaja membawa Naifa ke aula ini, dia tahu jika Ryan dan Naifa saling menyukai.
"Terima kasih yah sudah ada disini dan memberi semangat pada anggota karate sekolah kita," ucap Ryan dengan senyum manisnya.
Naifa tertunduk malu dengan wajah yang memerah, perasaannya semakin tak karuan saat kakak kelas tampan itu mendekatinya. Sementara Hanni seperti biasa excited dengan interaksi dua sejoli di hadapannya. Dia yang paling tahu bagaimana hubungan mereka, karena Hanni satu-satunya teman yang jadi tempat curhat Naifa.
"Sama-sama Kak Ryan, sudah lama gak berkunjung ke sini. Eh, sekalinya datang makin ganteng," ucap Hanni dengan gaya genitnya. Dia merasa gemas dengan Naifa yang tak bersuara sedikitpun.
Di sisi lain, perasaan Naifa berkecamuk. Antara senang bertemu lagi dengan Ryan, tapi juga merasa bersalah pada suaminya. Apalagi, sepuluh menit lalu dia mendapat pesan manis dari Bian.
"Kalian memangnya gak belajar yah, apa sudah waktu bebas?"
"Iya, hari ini kan khusus untuk murid yang ikut ekstrakurikuler. Kita yang gak ikut ekskul masuk sekolah aja biar uang saku gak dikurang. Benar kan, Nai?"
Naifa menganggukan kepalanya, dia benar-benar bingung bagaimana caranya agar segera pergi dari tempat ini tanpa menyinggung perasaan Ryan.
"Bagaimana kalau kita ke kantin, saya yang traktir." Ajakan pria itu membuat Hanni bersemangat, dia segera menarik Naifa yang hanya diam saja.
"Nai, dirimu duduk di sana. Aku duduk di sini yah." Seperti biasa, Hanni mengatur tempat duduk untuk teman dekatnya agar bisa bersebelahan dengan Ryan. Naifa hanya tersenyum pasrah, antara senang namun juga merasa bersalah.
"Ifa, apa kamu masih berencana untuk kuliah di kampus yang sama dengan saya?" Ryan memulai pembicaraan dengan gadis cantik itu, dia tahu Naifa hanya akan meresponnya jika berkaitan dengan pendidikan.
"Iya kak, saya juga mau ambil jalur beasiswa. Semoga saja bisa masuk di kampus favorit seperti Kak Ryan."
"Saya selalu mendoakan hal yang sama, saya berharap kita bisa satu kampus. Dan saya yakin itu akan tercapai, karena Ifa murid berprestasi. Setidaknya kalau kita bisa satu kampus, saya akan merasa tenang. Dan bisa memenuhi janji yang saya ucapkan satu tahun lalu."
Naifa tiba-tiba teringat dengan perkataan Ryan setahun lalu, saat dirinya mendapat pernyataan cinta dari pemuda di sampingnya. Namun, penolakan yang di dapat pemuda itu tak menjadikan alasannya bersedih apalagi membenci Naifa. Justru prinsip gadis itu membuat Ryan bersemangat untuk menjadikan Naifa pasangan di kemudian hari dengan cara yang halal.
"Aamiin, aamiin. Semoga doa kak Ryan terwujud yah," Hanni yang sedari tadi gemas dengan temannya menyela pembicaraan mereka berdua. Sementara Naifa antara kebimbangan untuk jujur pada Ryan dan Hanni atau harus menunggu sampai lulus sekolah nanti.
***
Bian gelisah, pesannya tak di balas oleh sang istri sedari pagi. Namun dia tetap berpikir positif jika Naifa masih belajar. Wajah gelisahnya tak dapat di tutupi, seperti biasa jadi bahan bisikan tetangga semacam Dani dan Jehan.
"Lu lihat kan, sebulan terakhir sikap tuh orang agak lain. Apalagi sekarang, sibuk terus mainin handphone. Kaya ABG puber," seperti biasa Dani si biang gosip memulai pembicaraannya.
"Kalaupun dia lagi kasmaran wajar gak sih. Orang gak pernah pacaran, bisa jadi dia emang lagi jatuh cinta. Tapi anehnya gak cerita sama kita, seperti rahasia."
Bian memperhatikan kedua temannya, melihat wajah mereka yang seolah meledek membuat pria itu ingin memanasi duo jomblo itu.
"Gue emang lagi kasmaran, jadi lu berdua gak perlu lagi bikin skenario aneh soal gue. Mendingan lu cari pacar juga, biar rasain kasmaran kaya gue."
Perkataan Bian melukai kejombloan dua pria itu, mereka pun sibuk mencari situs kencan terkenal di handphone.
"Kayanya gue harus banyak habisin waktu sama calon kakak ipar. Seenggaknya kan bisa tahu informasi tentang jodoh gue," ucap Dani yang tak tertarik dengan situa kencan yang dia buka.
"Kakak ipar? Siapa?" Tanya Jehan dan Bian penasaran.
"Sofia lah, gue harus cari informasi tentang adiknya yang cantik itu. Apalagi kelulusan sebentar lagi, kayanya gue siapin lamaran dari sekarang."
Sontak, Bian terpacu emosi mendengar perkataan Dani. Sahabatnya itu masih saja memikirkan istrinya.
"Serius? Lu naksir sama adik Sofia?" Tanya Bian dengan tatapan mautnya.
"Baru kali ini gue lihat cewek yang cantik, manis dan juga badannya tinggi berisi. Aduhai sekali kan, apalagi pas dia ketawa. Giginya yang rapi membuatnya tambah menarik."
Penjelasan Dani membuat Bian tak kuasa menahan rasa cemburunya. Semakin ingin mengatakan jika gadis yang dibicarakan sahabatnya adalah istrinya.
"Kenapa gak Sofia aja? Umurnya gak jauh beda dari kita, ya kan Bian?" Jehan memberi saran pada Dani, karena sebenarnya dia juga berniat mendekati Naifa lewat Sofia.
"Sofia tuh cuma ngasih perhatian sama Bian, dari tatapannya aja sudah sangat jelas jika Bian tujuan dari wanita itu."
Bian semakin pusing melihat tingkah sahabatnya. Sementara Bian membuka pesan yang baru di balas oleh sang istri.
'Maaf Kak Bian, aku keasyikan lihat adik kelas yang ikut karate. Meeting Kak Bian sudah selesai? Kok bisa kirim pesan?'
Bian segera keluar dari ruangannya dan menghubungi istri yang sangat dia rindukan.
"Halo"
Suara lembut Naifa membuat Bian ingin sekali menjemput istrinya di sekolah.
"Istri, sudah gak ada kegiatan lagi di sekolah?" Tanya Bian memastikan.
"Gak ada kak, ini juga lagi makan di kantin. Kak Bian sudah selesai meeting nya?" Tanya Naifa berharap suaminya segera menjemputnya.
"Iya, saya jemput sekarang yah."
Bian pun segera mematikan panggilannya, dengan semangat mengambil tas dan juga jas miliknya di kursi kerjanya.
"Eh, semangat betul. Mau ketemu sama yang bikin kasmaran?" Tanya Dani yang melihat wajah Bian berseri-seri.
"Iya dong. Gue pulang duluan ya."
"Eh tunggu dong, gue juga mau pulang. Hari ini harusnya libur, tuh klien mintanya hari Sabtu aja kalau meeting." Gerutu Dani sambil mengambil tas kerjanya, begitu pula dengan Jehan yang pastinya mengikuti kedua sahabatnya.
Bian yang tak sabar bertemu Naifa, mengemudikan mobilnya dengan cepat. Tak sabar dirinya ingin segera membawa sang istri ke rumah orang tuanya, dan membuatnya memenuhi ambisi menguasai mainannya. Bian sesekali tertawa mengingat obrolan random bersama istrinya semalam, namun karena itupun dia tahu jika Naifa gadis yang apa adanya.
Sampailah dia di area sekolah, melihat istrinya dari kejauhan yang sedang berjalan sambil bercanda dengan Hanni membuatnya tersenyum senang. Namun, wajah Bian seketika cemberut melihat kemunculan seseorang yang memberikan sekantong cemilan pada Naifa. Pemuda yang berjumpa dengannya di bioskop sebulan lalu.
gara2 temen kamu sampai meuakan istrimu....aduh2...siap2 aja kamu menyesal. ..
Bina gelisa karna 2 buaya ganguin Naifa
sedangkan Naifa gelisah karna sofia belum tau kalo Naif sudah memikah sama Bian...
piye iki... makin seru
kira2 apa yang akn di lakukan sofia ya kalo tau Naifa yang menggnatikan posisi dia jadi istrinya Bian....
masa pelakornya kaka kandung sediri
gimana jadinya yah...
maklum sih masih bocil....