Di negeri fantasi Qingya, seorang gadis bernama Lian Yue tiba-tiba membangkitkan Spirit Rubah Perak sebelum usianya genap 18 tahun—sesuatu yang mustahil dan sangat berbahaya. Kejadian itu membuat seluruh sekte mengincarnya karena dianggap membawa warisan kuno.
Saat ia kabur, Lian Yue diselamatkan oleh pewaris Sekte Naga Hitam, Shen Ryuko, lelaki dingin dan kuat. Namun ketika tubuh mereka bersentuhan, Qi mereka saling menyatu—tanda bahwa mereka adalah pasangan ritual yang hanya bisa diaktifkan lewat hubungan intim.
Sejak itu, keduanya terikat dalam hubungan berbahaya, penuh gairah, dan diburu para sekte yang ingin merebut kekuatan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 — Momen Tanpa Sadar
Ryuko membawa Lian Yue menjauh dari Ruang Ritual Tua yang hancur, melewati sisa-sisa kekacauan di Balai Agung. Tidak ada yang berani menghalangi jalannya. Aura Ryuko yang baru saja pulih dari mode Naga, ditambah dengan pernyataan tegasnya tentang insiden Yu Liang, cukup untuk membungkam para Pengawal Kekaisaran.
Ryuko tidak kembali ke kereta Sekte Naga Hitam. Ia tahu Zhaoling dan Ruyin akan berada di sana, siap untuk menginterogasi atau menyerang lagi. Sebaliknya, ia mencari kamar tamu Istana yang paling terisolasi, yang biasanya diperuntukkan bagi tamu-tamu tingkat tinggi dari Sekte Kuno.
Ia menemukan sebuah paviliun kecil di bagian belakang taman Kekaisaran, tempat yang tenang dan tersembunyi, yang dilindungi oleh Formasi isolasi kuno.
Ryuko memasuki paviliun itu dan dengan lembut meletakkan Lian Yue di atas ranjang sutra yang dingin.
Lian Yue benar-benar kelelahan. Sinkronisasi Qi yang tiba-tiba dan intens untuk menarik Ryuko kembali dari amukan Naganya telah menguras habis Qi Yin murninya. Ia kini terlelap dalam tidur yang dalam, napasnya teratur, tetapi kulitnya pucat.
Ryuko berlutut di samping tempat tidur. Rasa bersalah menghantamnya. Ia telah menakut-nakuti Lian Yue dengan amukan Naganya, dan ia telah menyebabkan cedera spiritual padanya.
Ryuko memindahkan tangannya ke Tanda Sisik Naga di leher Lian Yue. Tanda itu terasa hangat, tetapi tidak lagi membakar—itu adalah tanda bahwa Qi Yin Lian Yue telah habis dan kini berusaha menarik Qi Yang dari Tanda Naga Ryuko.
Ryuko menyalurkan Qi Yang murninya, sangat lembut dan hati-hati, langsung ke Tanda Kepemilikan. Ia tidak bermaksud untuk memicu gairah atau Ikatan Tubuh. Ia hanya bermaksud untuk merawat dan menghidupkan kembali.
Ia menghabiskan waktu yang lama, hanya menyalurkan Qi Yang, memperhatikan ekspresi Lian Yue yang perlahan melunak, rona merah muda yang kembali ke pipinya.
Setelah yakin Qi Lian Yue stabil, Ryuko bangkit. Ia mengambil baskom air bersih dan kain lembut. Dengan kelembutan yang kontras dengan sifat aslinya yang keras dan posesif, Ryuko mulai membersihkan Lian Yue.
Ia membersihkan noda darah dan debu dari gaun Sutra Bulan Perak yang robek. Ia melepas gaun itu dengan hati-hati, meninggalkannya hanya dalam pakaian dalam sutra tipis yang sama-sama berwarna perak, memastikan ia tidak membangunkan Lian Yue.
Ryuko menyeka keringat dingin di dahi Lian Yue, membersihkan luka kecil di lengannya, dan merawatnya seperti harta paling berharga di dunia.
Saat ia duduk di samping Lian Yue, mengawasinya, Ryuko menyentuh rambut perak Lian Yue yang terlepas dari sanggul. Ia tidak bisa menahan diri. Ia mulai mengusap rambut Lian Yue.
Gerakannya lambat, lembut, dan ritmis. Itu adalah tindakan murni tanpa hasrat tersembunyi, sebuah pengakuan sederhana atas ikatan dan cinta yang ia rasakan. Ia mengakui bahwa dia adalah rumahnya, tempat kendali Naganya kembali.
“Kau sangat kuat, Lian Yue,” bisik Ryuko, suaranya parau. Ia tahu Lian Yue tidak bisa mendengarnya. “Kau menenangkan amarah Naga yang bahkan tidak bisa aku kendalikan. Hanya kau.”
Ryuko memejamkan mata, membiarkan kehangatan Qi Lian Yue meresapinya, mengusir dinginnya mode Naga.
Saat Ryuko sedang mengusap rambutnya, Lian Yue mulai bergerak.
Tidurnya, meskipun dalam, dipenuhi oleh sisa-sisa Qi Ryuko yang mengalir masuk. Ia merasa tenang, aman, dan sangat dicintai.
Lian Yue perlahan membuka matanya.
Mula-mula, ia hanya melihat kegelapan lembut paviliun itu. Kemudian, ia melihat siluet Ryuko—berjubah hitam yang kini bersih, duduk di sampingnya, dengan mata emasnya yang terfokus padanya, dan tangannya yang kuat dan bersisik lembut mengusap rambutnya.
Lian Yue terdiam. Ia melihat Ryuko yang sebenarnya—bukan Pewaris Sekte, bukan Naga yang posesif, tetapi seorang pria yang merawatnya dengan kelembutan yang tak terhingga.
Ryuko tidak menyadari Lian Yue sudah bangun. Ia terlalu fokus pada tindakannya.
Lian Yue membiarkan Ryuko melanjutkan usapannya. Ia mengamati fitur wajah Ryuko yang kini lebih rileks, kelelahan, dan penuh perhatian.
Setelah beberapa saat, Ryuko menyadari ada keheningan yang berbeda. Ia menoleh, dan melihat mata perak Lian Yue menatapnya.
Ryuko tersentak, tangannya terhenti di rambut Lian Yue. Rasa malunya melonjak. Ia tertangkap basah sedang melakukan tindakan kelembutan yang sangat pribadi.
“Lian Yue! Kau sudah bangun,” kata Ryuko, suaranya kembali tegang. Ia menarik tangannya, seolah-olah ia melakukan sesuatu yang terlarang.
Lian Yue tersenyum kecil. Ia tidak merasa malu atau takut. Ia merasa sangat terhubung.
“Jangan berhenti,” bisik Lian Yue, suaranya lemah tetapi tulus.
Ryuko menatapnya, bingung. “Aku… aku hanya memastikan Qi-mu stabil. Aku harus pergi, mencari tahu apa yang terjadi di Balai Agung.”
Ryuko mencoba bangkit, tetapi Lian Yue mengulurkan tangannya yang kecil.
Untuk pertama kalinya, Lian Yue menggenggam tangan Ryuko dengan sadar.
Ia tidak memeganginya karena naluri untuk menstabilkan Qi-nya. Ia memeganginya sebagai pilihan, sebagai pernyataan.
“Terima kasih,” bisik Lian Yue, matanya dipenuhi kejujuran. “Kau melindungiku. Kau menenangkanku. Aku melihatmu, Ryuko.”
Lian Yue mengusap Tanda Sisik Naga yang tersembunyi di lehernya, lalu mengalihkan pandangannya ke Tanda Naga Ryuko di punggung tangannya.
“Aku tahu, kau telah kehilangan kendali,” lanjut Lian Yue. “Tapi kau kembali padaku. Kau kembali karena aku. Itu adalah hal yang paling penting.”
Sentuhan itu, genggaman yang sadar itu, mengirimkan gelombang Qi yang jauh lebih tenang, tetapi lebih mengikat, daripada sinkronisasi yang intens sebelumnya. Itu adalah ikatan hati dan roh, bukan hanya kebutuhan biologis.
Ryuko terdiam. Ia membiarkan Lian Yue memegang tangannya. Ia melihat Tanda Sisik Naga Lian Yue bersinar sedikit, dan ia merasakan Tanda Naganya merespons dengan kebahagiaan yang murni, bukan hasrat yang menggebu-gebu.
“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi sekarang, Ryuko,” kata Lian Yue, suaranya kini kembali kuat. “Tapi aku tidak akan lari. Kita menghadapi Kekaisaran. Kita menghadapi Zhaoling. Dan kita menghadapi takdir kita sendiri.”
Ryuko mengangguk. Ia mengangkat tangan Lian Yue yang menggenggamnya, dan mencium punggung tangan itu. Itu adalah janji kesetiaan.
“Kita akan menghadapinya bersama,” jawab Ryuko, posesif, tetapi kini dengan sentuhan kelembutan yang baru. “Sekarang, istirahatlah. Aku akan berjaga. Tidak ada yang bisa mengganggumu lagi.”