NovelToon NovelToon
PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

PORTAL AJAIB DI MESIN CUCIKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Ruang Ajaib / Cinta Beda Dunia / Cinta pada Pandangan Pertama / Time Travel
Popularitas:449
Nilai: 5
Nama Author: Black _Pen2024

#ruang ajaib

Cinta antara dunia tidak terpisahkan.

Ketika Xiao Kim tersedot melalui mesin cucinya ke era Dinasti kuno, ia bertemu dengan Jenderal Xian yang terluka, 'Dewa Perang' yang kejam.

Dengan berbekal sebotol antibiotik dan cermin yang menunjukkan masa depan, yang tidak sengaja dia bawa ditangannya saat itu, gadis laundry ini menjadi mata rahasia sang jenderal.

Namun, intrik di istana jauh lebih mematikan daripada medan perang. Mampukah seorang gadis dari masa depan melawan ambisi permaisuri dan bangsawan untuk mengamankan kekasihnya dan seluruh kekaisaran, sebelum Mesin Cuci Ajaib itu menariknya kembali untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 Cokelat dan Lonceng ritual.

Jenderal Lei melangkah cepat meninggalkan sayap utara Kediaman Jenderal, tubuhnya diliputi kemarahan dan harga diri yang tercabik-cabik. Pintu geser utama tertutup dengan gemeretak, meninggalkan Jenderal Xian yang menghela napas dalam untuk meredakan ketegangan. Interogasi yang dramatis tadi gagal secara fisik, namun sukses penuh dari sisi intelijen.

“Pengkhianatan yang paling dingin,” ujar Xian dengan suara rendah. Matanya menunjukkan fokus tajam pada Kim yang masih berdiri di samping karung gandum bekas pemeriksaan Gung.

“Kita tidak dapat memercayai Lei lagi, Xian. Gung hanyalah pion. Lei pasti telah merencanakan ini sejak lama. Tetapi engkau sudah melihat sendiri, dia bergerak ke luar kendali karena ancaman pernikahan dengan Putri Yong Lan. Konflik statusnya menyerang seluruh garis loyalitas Dinasti,” jawab Kim, menyembunyikan cermin saku ajaibnya ke dalam saku. Keberhasilan mengubah Gung menjadi agen ganda memuaskannya, meskipun ancaman politik bagi dirinya kini semakin besar. Ia perlu menghibur sang Dewa Perang agar moralnya tetap tinggi.

Xian menarik pinggang Kim hingga tubuhnya menyentuh zirah yang dingin. “Lei bukanlah lawan utamamu, Gadis Laundry. Namun dia pasti akan menjadi pelayan Yong yang busuk, apalagi sekarang aku menolak putrinya. Kim, engkau adalah mata bagiku. Kepercayaan pada pandanganmu jauh lebih berharga daripada Giok Keluarga Lin,” ujarnya sambil tersenyum. Senyum si Dewa Perang itu membuat Kim terpana — seolah dia bebas dari semua kewajiban kotor Dinasti kuno.

“Maka, engkau harus mengabaikan semua ancaman konyol dan drama keluarga bangsawan di Kediaman Jenderal Agung ini, Tuan,” balas Kim. Ia menyentuh dahi Xian dan menciumnya sejenak. “Dunia ini jauh lebih bahagia dan jujur daripada drama politik mereka yang busuk. Kita telah berhasil mengubah pengkhianatan menjadi aset politik.”

“Benar, Agen Laundry. Aku akan mengukuhkan semua keberhasilan itu dengan hadiah. Tentu saja, hadiah yang cocok untuk permaisuri tersembunyiku yang agung,” ujar Xian. Jari-jari besarnya menyentuh pipi dan bibir pink Kim. Kim tersipu.

Xian segera memanggil pengawalnya dengan suara yang kuat: “Letnan He, ambil seluruh pasokan Sutra Hitam Kekaisaran yang aku terima dari Kaisar! Berikan kepada Nona Kim!” Ia tidak ragu memberikan seluruh hartanya ke Gadis Laundry ini — hadiah dari Dinasti yang seharusnya untuk yang paling berhak.

“Tidak, Xian! Jangan memberikan Sutra yang mahal itu kepadaku! Itu hadiah untuk Kaisar, bukan untuk petugas logistik dan kebersihan!” protes Kim, menggelengkan kepala. Xian melanggar semua aturan etiket bangsawan.

“Di mataku, engkau yang paling berhak menerima semuanya,” desis Xian. “Jika aku memiliki berlian dari dimensi paling jauh, pasti juga akan kuberikan kepadamu. Kita harus mengembalikan energi itu dengan makanan yang paling luar biasa dari duniamu,” ujar Kim sambil tersenyum, lalu berlari cepat ke gudang cucian di sudut Kediaman. Xian menunggunya dengan rasa penasaran yang memuncak.

Dalam tempo singkat, Kim kembali — tidak membawa nampan sutra, melainkan kotak plastik modern yang dibungkus kain tenun lokal. Xian mengambil kotak itu dengan hati-hati, membuka lapisan kainnya. Bau cokelat murni dan selai kacang yang gurih segera menyergap hidungnya — aroma manis yang belum pernah ia cium seumur hidup. Kadar gula di cokelat itu juga tidak pernah ia rasakan di abad kunonya.

“Ini… apakah ramuan sihir dari masa depan? Apakah ini yang engkau sebut kekuatan utama untuk melawan semua pengkhianat busuk?” tanya Xian, suaranya campur kagum dan keraguan.

“Ini adalah Cokelat Kekuatan Level Tertinggi. Makanan ini terbuat dari bahan superfood, mengembalikan staminamu yang habis, karena Lei dan pengkhianatnya,” jelas Kim. Ia mencicipi sepotong kecil — wajahnya penuh kepuasan. Sekarang ia menyajikan yang terbaik ke si Dewa Perang.

Xian, yang biasanya dingin dan kejam, mengambil batang cokelat itu dengan gerakan lembut. Ia menatap Kim. “Haruskah aku mempercayai makanan yang bahan-bahannya tidak aku kenal? Mengapa ia beraroma seperti parfum bunga?” ia menolak, namun rasa penasarannya lebih kuat. Ia ingin sekali mencicipinya.

Kim menggelengkan kepala. “Aku akan menyuapimu. Tuan tidak diizinkan mengambil makanan secara kasar! Engkau baru saja sembuh total! Ini protokol nutrisi terbaik — engkau harus mempercayai tanganku!” Kim tersenyum, lalu menyuapkan cokelat leleh ke bibir Xian. Rasanya menjadi kejutan — manis, gurih, dan sangat kaya. Xian menikmati sensasi baru itu.

“Engkau menyajikan sesuatu yang luar biasa bagiku! Rasanya ajaib! Bisa jadi ramuan dewa, Xiao Kim! Apakah engkau berani mengklaim itu? Bukan makanan sembarangan ya?” ujar Xian, suaranya serak. Rasa manis cokelat membuatnya merasa lemah, rentan, dan semakin dekat dengan Kim. Ia tidak bergerak, hanya menikmati momen itu. Xian mengecup pipi dan bibir Kim yang manis dengan lembut.

Mereka duduk berdua di samping karung gandum yang harus Kim bersihkan di gudang tua. Kim menikmati momen keintiman ini — ketenangan dan kebahagiaan baru di tengah hirarki Istana yang kejam.

“Kita telah menang. Pasti akan memenangkan semua perang busuk itu! Aku akan memberikan semua hadiah terbaik kepadamu. Janji, seluruh kain kotor akan kuhilangkan dari mu — engkau tidak perlu mencuci sampai kembali ke duniamu!” ujar Xian. Ia memegang tangan Kim, telapak tangannya kaku. Rasa manis cokelat di bibirnya adalah simbol kebebasan baru.

“Tuan, tidak peduli engkau melamar aku atau tidak. Aku tidak ingin istana bangsawan mencampuri! Seluruh Kediaman ini penuh intrik kotor mereka — mereka membenciku,” ujar Kim sambil menyentuh cermin saku ajaibnya, memantulkan senyum pahit.

Xian mencium tangan Kim. Matanya penuh api amarah. “Kau harus mengabaikan semua kebencian itu, Xiao Kim. Mereka tidak pernah berjuang di perbatasan, tapi mencoba menjatuhkanku dengan Putri Yong Lan! Itu tidak mungkin terjadi. Aku adalah Dewa Perang, bukan pion politis. Hanya engkaulah permaisuriku yang tersisa!” ujarnya, lalu mengambil cokelat terakhir dan melahapnya. Wajahnya penuh kebebasan — keputusannya sudah bulat.

Kim tersenyum. Kepuasan dari pengakuan si Dewa Perang ini melampaui semua ancaman Lin. Tepat saat itu, terdengar getaran — bukan dari Mesin M19, melainkan bunyi lonceng ritual yang menakutkan. Bunyinya terdengar berulang dari koridor utama Istana.

Xian menghela napas. Dia kembali tegang dan kaku. “Suara lonceng ini adalah Titah Kaisar, Gadis Laundry. Lonceng ini adalah perintah terakhir yang mutlak. Apakah ia memanggil semua Jenderal terbaik untuk berperang atau membuat keputusan politik kotor? Kita harus hadir sekarang juga.”

Xian cepat merapikan pakaiannya, mengambil semua perisainya, mengunci gudang cuci, lalu berjalan cepat ke depan Kediaman. Para pelayan wanita tercengang melihat si Dewa Perang yang semula lemah sekarang bangkit lagi penuh semangat. Kim kembali menjadi pelayan setia yang tersembunyi, mengikuti langkah Xian dengan tenang.

Xian tiba di ruang utamanya, Letnan He sudah menunggunya dengan wajah pucat dan penuh panik. He membungkuk penuh hormat — pandangannya ke Kim menunjukkan rasa penasaran. Ia belum bisa memahami keanehan yang Kim berikan: cokelat, teknologi canggih, dan strategi brilian Xian.

“Tuan! Kabar burung sudah menyebar — engkau telah sembuh total! Tidak ada yang percaya! Semua berdiri bersama Yong Lan dan ayahnya, Perdana Menteri Yong. Ada kabar burung yang buruk yang aku dapatkan — pasti aku gagal mencegahnya, Tuan!” ujar He, tangannya gemetar. Ia takut melihat wajah marah Xian. Xian tadi terlihat santai dan bahagia, namun sekarang He harus menyampaikan surat titah — bukan dari Kaisar, melainkan dari bangsawan Yong.

“Bicara jujur, He. Apa lagi yang engkau sembunyikan dari aku? Katakan!” tuntut Xian, suaranya penuh ketenangan Dewa Perang.

He mengambil saku kainnya, menyerahkan surat formal yang ditutup stempel Phoenix Merah — simbol kehormatan Putri Yong Lan. “Surat ini dari Putri Yong Lan, dikirim kurir ekspres yang dipimpin Perdana Menteri Yong sendiri. Ini undangan formal untuk jamuan makan besar — pengumuman pertunangan yang seluruh Ibukota sudah persiapkan! Xian, Anda harus hadir!” desis He, panik.

Kim mundur satu langkah, menelan ludahnya. Invasi politis ini terjadi begitu cepat. Cokelat yang ia berikan malah menjadi bencana! Xian tidak punya banyak waktu — ia harus memilih antara Kim dan Yong Lan, dan Yong Lan memiliki kekuatan absolut dari ayahnya.

Xian mengambil amplop sutra itu, menatapnya dengan wajah gelap. Tidak ada sisa-sisa ketenangan dari cokelat. Hanya api amarah yang memenuhi. “Perdana Menteri Yong pasti mencoba membuat semua kompromi politik itu terlihat seperti takdir! Pertunangan? Aku tidak pernah janjikan!” seru dia, meremas amplop itu di tangan yang dingin.

“Engkau tidak memiliki pilihan mutlak lagi, Tuan Jenderal! Putri Yong Lan adalah bangsawan tingkat tertinggi. Kehadiranmu adalah penyangga politis utama di Istana, apalagi setelah Pangeran Mahkota semakin lemah di depan Ibu Permaisuri. Jika engkau menolaknya, Kaisar sendiri yang akan memerintahkanmu menikahi putri itu!” ujar He. Ketegangan sosial dan politik mencapai puncak — He merasakan bencana di Ibukota. Status sosial adalah harga mati, ia menyayangi komandannya dan takut kehilangannya.

Kim maju mendekat. Tangannya gemetar. Xian menarik tangannya, mengaitkan semua jari Kim — ini deklarasi pribadi yang melanggar semua janji He. Dia yakin, Kim lebih berharga dari Yong Lan.

“Putri Yong Lan pasti akan menjadi pengantin politikku. Tapi engkau adalah Permaisuriku yang aku sembunyikan! Kita tidak akan melanggar perintah, tapi aku tidak dapat hadir jamuan makan busuk itu! Engkau harus mencari cara yang terbaik,” ujar Xian, suaranya penuh amarah.

“Tidak, Xian! Kita berdua harus menerima semua risiko ini. Jika engkau memilih cinta, engkau harus memilih perang! Jamuan makan itu harus didatangi, agar kita tidak dicap pengecut di Istana. Itu medan perang utama kita! Aku akan menunggumu — sampai engkau menang di pertempuran politik itu!” tuntut Kim, pandangannya dingin dan serius. Ia menantang Xian untuk berkompromi antara politik dan perasaan pribadi. Ia tahu, jika Xian hadir situ, ia pasti memilih Yong Lan dan Kim kehilangan semuanya — dilema moral yang membuatnya kalah, tidak ada harapan.

Xian menghela napas. Dia sudah memilih, ia akan menolak semua ancaman Yong. “Aku tidak dapat hadir. Mereka hanya akan menginterogasiku dan menuduhmu lagi! Aku tidak ingin engkau menghadapi fitnah. Yong memiliki otoritas yang kejam — kita harus menghindari.”

“Jenderal Xian harus mengirim utusan formal dengan janji hadir segera. Lalu engkau punya waktu untuk memprediksi semua intriknya! Kita harus tahu, Yong Lan merencanakan apa!” pinta Kim, lalu mundur ke Gudang rahasia di sayap selatan. Xian harus berkompromi — menolak jamuan namun memiliki alasan politik yang sempurna.

“Cepat cari semua skema busuk yang tersisa situ! Kita harus hadir ke Kaisar agar dia tahu kebusukan mereka,” ujar Xian, melihat gerak Kim dengan cermat.

Kim memejamkan mata. Gudang gelap membuatnya tenang. Ia cepat mengambil cermin saku ajaibnya, menyalakan sinyal Jemala sensornya untuk memantulkan seluruh Istana. Tapi tidak ada sinyal yang keluar — tetap terblokir. Ia hanya bisa memprediksi jarak dekat, hanya melihat pantulan di Kediaman Jenderal. Ini tidak cukup — ancaman datang dari Istana, dan ia tidak ada situ!

“Aku gagal! Xian. Cermin ini tidak mencapai Istana! Kita tidak dapat memprediksi, tidak ada visual! Kita akan kembali ke mode gelap!” desis Kim, cemas.

“Maka, engkau harus menggunakan insting terbesarmu, Xiao Kim,” ujar Xian tegas, suaranya kuat — dia sudah siap. “Apakah dia merencanakan serangan atau Yong hanya menginginkan semua gelarku? Katakan padaku! Engkau harus melindungiku sekarang juga!”

Kim menghela napas dalam, sudah pasrah. Dia melihat wajah Xian yang lelah di bayangan pantulan air. Xian butuh dia lebih dari yang ia tahu. Kim mengambil semua keberaniannya, menyalakan cermin itu lagi! Menekan semua sensor, semua keajaiban yang ia miliki! Memaksa pantulan terjauh yang bisa ia terima.

Satu cahaya biru terakhir menyambar cermin. Gambarnya muncul, penuh kengerian: meja mewah di Kediaman Perdana Menteri Yong. Perdana Menteri Yong berdiri di samping Putri Yong Lan — putrinya penuh kecemburuan, ayahnya penuh kepuasan kejam. Mereka merencanakan sesuatu besok. Xian tidak ada di jamuan makan — dia memilih menolak! Kim pasti gagal melindunginya — kehancuran politik yang mutlak bagi Xian.

Perdana Menteri Yong memukul mejanya. Suaranya teredam, tapi Kim bisa membaca gerakan bibirnya. Ia melihat setiap kata keji yang dia ucapkan di cermin. Kim membeku, tubuhnya kaku.

“Kita gagal menarik Dewa Perang ke dalam perangkap konyol ini! Dia menolak! Perpisahan politis kita harus terjadi sekarang juga! Engkau pasti akan mendapatkan wanita itu — sebagai pelayan suci!”

Putri Yong Lan menyeringai dengan kejam, penuh keangkuhan. Yong menunjuk foto kuno Kim yang didapat dari Letnan He. Wajah Yong penuh kemarahan dan cemburu. Pandangan Yong Lan jelas: Kim harus dilucuti dan dikirim ke tempat paling kotor yang bisa dia temukan.

Putri Yong Lan berbicara, melalui bayangan yang terlipat di cermin yang rusak: “Engkau harus mengambil Gadis Laundry itu dari Xian. Dia adalah hadiah bagi Kaisar — seorang selir! Kita akan menghancurkan status sosial dan kekuasaan Xian sepenuhnya!”

Kim terperanjat! Yong Lan dan ayahnya merencanakan mengambil seluruh otoritas Kim dari Xian. Mereka akan menuduh Kim sebagai selir — julukan hinaan yang akan memisahkan keduanya. Xian pasti tidak dapat menolaknya — Kaisar sendiri yang akan memerintahkan agar Kim diserahkan! Ia harus bergerak cepat. Kim harus menghindarinya! Xian harus memilih dirinya, bukan Putri Yong Lan.

“Engkau gagal memilih jamuan! Sekarang Xian menghadapi kehancuran yang mutlak!” desis Kim. Jenderal Xian kini berada dalam bahaya, bukan karena racun lagi — melainkan bahaya politik perbudakan yang kotor!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!