NovelToon NovelToon
Menghapus Senja

Menghapus Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Percintaan Konglomerat / Cintamanis / Romansa pedesaan
Popularitas:206
Nilai: 5
Nama Author: Mia Lamakkara

Akira, cinta masa kecil dan satu-satunya cinta di hati Elio. Ketika gadis itu menerimanya semua terasa hangat dan indah, layaknya senja yang mempesona. Namun, di satu senja nan indah, Akira pergi. Dia tidak perna lagi muncul sejak itu. Elio patah hati, sakit tak berperih. Dia tidak lagi mengagumi senja. Tenggelam dalam pekerjaan dan mabuk-mabukan. Selama tiga tahun, Elio berubah, teman-temannya merasa dia telah menjadi orang lain. Bahkan Elio sendiri seolah tidak mengenali dirinya. Semua bermula sejak hari itu, hari Akira tanpa kata tanpa kabar.
3 tahun berlalu, orag tua dan para tetua memintanya segera menikah sebelum mewarisi tanah pertanian milik keluarga, menggantikan ayahnya menjadi tuan tanah.Dengan berat hati, Elio setuju melamar Zakiya, sepupunya yang cantik, kalem dan lembut. Namun, Akira kembali.Kedatangan Akira menggoyahkan hati Elio.Dia bimbang, kerajut kembali kasih dengan Akira yang perna meninggalkannya atau tetap menikahi sepupu kecilnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Lamakkara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumor Dan Luka Tersembunyi

Desa kecil itu tidak pernah bisa menyimpan rahasia lama. Dua hari setelah malam tahun baru, bisik-bisik mulai beredar. "Akira sudah pulang."

"Benar? Dari Taiwan?"

"Paling jadi pembantu."

"Katanya, dia merawat orang tua kaya di sana."

"Sama aja. Mau di arab, di malaysia, dimana tadi..."

"Taiwan. Sama aja, jadi pembantu."

"Taiwan apa Kamboja?."

"Taiwan itu dimana, sih?."

"Lha...Kamboja itu dimana?."

"Bukannya sama aja, ya."

"Dua-duanya di China."

"Jadi, dia jadi pembantu Cina."

"Apa dia akan menikah sekarang?"

"Si Elio bukannya sudah ngelamar sepupunya?."

"Mungkin dia pulang karena dengar Elio mau nikah."

"Licik juga, ya?."

"Siapa tahu dia malah ketemu cowok cina kaya."

"Alaaaahhh...orang Cina mah pelit, liat aja mereka yang jualan di kota."

"Namanya juga jualan, ya mesti perhitungan. Kalau tidak, ya nggak akan untung."

"Kalian semua salah. Kata anak saya, Taiwan itu bukan Cina. Itu negara lain juga cuma orang-orang disana memang putih-putih kayak korea sama Jepang. Itu negara maju, semua canggih."

"Anakmu tahu darimana?."

"Dari sekolah. Katanya, disana gajinya tinggi.Nanti tamat SMA, dia mau belajar bahasa apa itu...manda...mandariinnn! ya...madarin. Biar bisa kerja disana, gajinya tinggi."

"Tamat SMA bisa kerja apa? di Indonesia aja susah nyari kalau nggak sarjana."

"Daripada ikut-ikut yang nggak jelas, mending jadi honorer aja. Lama-lama juga nanti jadi pns. bagus, pake seragam. enak liatnya."

"Kira-kira, Akira pergi nggak, ya. Ke nikahan si Elio."

"Masa pergi? sakit hati banget liat pacar nikah sama cewek lain."

"Sepupu Elio itu juga cantik lho."

"Iya, cantik. Malah lebih cantik dari Akira."

"Mungkin itu juga makanya Elio milih sepupunya."

"Salah si Akira juga sih, main tinggal pergi aja. jadinya, pacarnya kecantol cewek lain."

"Kalau cowoknya setia, mau secantik apa tetap nggak berpaling."

"Kalau ada yang jelas dan lebih cantik daripada nunggu yang nggak pasti."

"Kalau kerja diluar negeri dengan gaji tinggi, bisa bantu keluarga. Kalau aku masih muda, aku juga mau."

Rumor berputar seperti angin, semakin lama semakin kencang. Para ibu-ibu berbisik melihat Elio yang tiba-tiba berubah. Pemuda yang biasanya santai, kini sering terlihat menghilang di pematang sawah, menatap ke arah yang sama—rumah Akira, seperti ada benang tak terlihat menariknya. Ada kerinduan di mata senduhnya bersamaan dengan tekanan dalam hatinya.

Lionel yang paling sering bersamanya, mulai curiga. "Elio, ada apa? Kamu tidak seperti biasanya."

Elio menggelakkan, mencoba menutupi. "Tidak apa-apa, cuma butuh jalan-jalan."

Tapi Lionel tahu, ada yang tidak beres. Dia menghubungi Reimon, dan bersama-sama mereka mengintai Elio.

"Saya lihat dia ke arah rumah Akira," Bisik Lionel. "Apa dia... masih?"

Reimon mengangguk perlahan. "Padahal keluarga kami sudah melamar sepupu kami.... dia masih tidak bisa melupakan...."

"Kenapa dia setuju..."Kening Lionel mengkerut.

"Malam tahun baru kemarin, dia tampaknya melihat Akira. Rumor juga mengatakan kalau Akira memang sudah kembali."

"Wahh.... rumit deh..." Lionel menggeleng. "Sepertinya, Tissa juga ada bilang, tapi aku tidak percaya jadi tidak terlalu memperhatikan."

"Kenapa tidak meminta Tissa memastikannya?."

"Kamu ada Amalia. Kenapa tidak menyuruhnya."

"Aku jarang ketemuan sama Amalia beberapa hari ini. Entah dia sibuk apa." Reimon mengangkat bahu.

"Menurutku, kamu juga jangan terlaluh cueklah."

"Tidak perlu khawatir sama hubunganku dengan Amalia. Kami baik-baik saja.Dia udah cinta mati sama saya." Reimon tertawa lebar.

"Jangan terlalu percaya diri." Lionel mencibir.

Rumor semakin liar.

"Elio batal menikah!"

"Tidak mungkin, kan sudah ada lamaran?"

"Tapi, katanya dia ketemu Akira lagi!"

Julia, yang mendengar gosip itu, tersenyum getir. "Sempurna. Akira kembali, Elio ragu. Mungkin ini kesempatan bagiku."

Yoshep, suami Julia, yang duduk di sebelahnya, mengangkat alis. "Kamu mau apa lagi? Jangan membuat masalah."

"Aku hanya ingin tahu, cerita cinta teman-temanku akan seperti apa?." Julia mengerucutkan mulutnya.

Yoshep menatapnya dingin. "Sebaiknya kamu tidak main-main dan menyeretku dalam masalah."

Di rumah Akira, ibunya sibuk menenangkan gadis itu. "Jangan keluar dulu, Ira. Biar gosip mereda sendiri."

Akira mengangguk, tapi matanya ke jendela. Elio, yang beberapa kali lewat di depan rumah, tidak berani mendekat. Dia tahu, Akira melihatnya. Ada jarak yang tak terucap, tapi tetap saja, ada harapan kecil. ibu Akira meninggalkan anaknya setelah yakin, gadis itu baik-baik saja.

Elice, adik Akira, masuk kamar dengan wajah serius. "Ira, aku dengar Elio akan menikah bulan depan. Kamu... mau apa?"

Akira tersenyum tipis. "Aku? Aku akan pergi. Cari kerja di kota, jauh dari sini."

Elice menggulung bibir, tidak puas. "Tapi, Ira... kalau kamu mau, aku bisa bantu kamu ketemu dia." Akira menarik napas dalam, menggeleng. "Tidak, Cha. Aku tidak ingin sakit lagi."

Rumor terus berputar, tak terbendung. Elio, yang tahu desanya seperti ini, akhirnya menemui ibunya. "Ibu, aku... aku ingin bicara."

Ibu Elio menatapnya, sudah menebak. "Apa tentang Akira?"

Elio menunduk. "Aku tidak tahu, Ibu. Aku... masih."

Ibu Elio meletakkan tangan di bahunya. "Elio, kamu harus berpikir. Pernikahan dengan Zakiya sudah dekat. Apa kamu siap melukai mereka lagi?" Elio tidak menjawab. Dia tahu, dia tidak siap. Tapi dia juga tidak tahu apa yang dia inginkan.

Keluarga Zakiya mendengar bisik-bisik tentang Akira yang kembali, dan Ibu Elio sibuk menenangkan mereka. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, ini hanya rumor. Elio tetap akan menikah dengan Zakiya seperti yang sudah dijanjikan."

Zakiya sendiri tampak tenang, tapi sorot matanya sesekali menyiratkan keguncangan. Desas-desus lain juga mulai menyebar: katanya, Zakiya pernah pacaran dengan Benny, seniornya di sekolah. Rumor itu seperti api kecil yang membakar keheningan.

Di sisi lain, Amalia memutuskan mengunjungi Akira. Dia tiba di rumah sederhana itu, mengetuk pintu dengan senyum tak pasti. Akira membukakan pintu, dan Amalia langsung bertanya, "Ira, kamu pergi ke mana? Kalau ke Taiwan lagi, aku mau ikut."

Akira tertawa lembut. "Aku belum tahu, Malia. Mungkin cari kerja di kota dulu. Kenapa, kamu tidak puas dengan hidup di sini?"

Amalia menghela napas. "Aku tidak yakin dengan Reimon. Dia bilang cinta, tapi tidak ada tanda-tanda mau melamar. Mungkin lebih baik kita pergi, bawa pergi cinta kita."

Akira memandang Amalia dengan simpati. "Kamu kuat, Malia. Jangan terburu-buru."

Beberapa hari berlalu, di pasar yang riuh, di desa sebelah Julia kebetulan bertemu Akira dan Amalia. Matanya menyipit, dan dia mendekat dengan senyum provokatif. "Akira, kasihan ya? Elio yang katanya pasangan serasi, sekarang pilih wanita lain. Dibanding kamu, aku masih lebih baik, kan?."

Akira menanggapi santai, "Hidup punya jalannya sendiri, Julia. Tidak perlu dibandingkan."

Tapi Julia tidak berhenti. "Kamu tahu, aku lebih beruntung. Yoshep dulu pria idaman banyak wanita, meski banyak yang iri dan bilang kalau cintaku bertepuk sebelah tangan. Sekarang dia jadi suamiku. Hidupku jauh lebih baik daripada kamu yang berakhir menyedihkan."

Amalia langsung marah. "Julia, cukup! Semua juga orang tahu kenapa dan bagaimana kamu bisa menjadi istri Yoshep. Jangan terlalu bangga!."

Akira menahan Amalia, tersenyum tipis. "Malia, tidak apa. Kelihatannya, hidup Julia memang lebih beruntung daripada kita."

Julia mengangkat dagunya, bangga. "Kamu akhirnya sadar juga? terlambat."

"Suamimu sangat baik dan perhatian. Bahkan sama cewek lain pun begitu..."Kata Akira penuh makna.

"Maksudmu....?."Amalia yang bingung.

"Tuh..." Akira menganggukkan kepalanya ke arah warung nasi tidak jauh dari tempat mereka. Di sana, Yoshep tampak asyik mengobrol dengan seorang wanita cantik dan sesekali tertawa.

Julia mengikuti arah pandang itu, wajahnya memerah. "Kamu... kamu bohong!" Julia meraung, berlari ke arah Yoshep, mengamuk.

" Katamu keluar kota bekerja. Nyatanya kamu ada disini bersama wanita gatal ini." Suaranya mengalahkan dentuman suara ledakan banno.

"Kamu pelakor!." Julia melempar burasa ke arah wanita itu. Warung seketika menjadi riuh.

"Apa yang kamu lakukan?!" Yoshep terkesiap marah, tidak menyangka Julia akan datang membuat kekacauan. Seketika mereka menjadi tontonan. Banyak orang berkumpul. Akira dan Amalia segera pergi, meninggalkan Julia yang histeris.

Saat itu juga, Elio tiba di pasar, mendengar laporan dari seseorang. "Tuan, Julia menghina Akira karena Anda memilih wanita lain."

Elio berhenti, matanya mencari Akira. Tapi dia sudah hilang di kerumunan. Dia tahu, rumor dan luka ini tak akan berhenti. Dia harus memilih.

Di rumah, Zakiya mendengar kabar itu dari ibunya. "Ira, katanya dia kembali. Apa Elio...?"

Zakiya menunduk, mencoba menelan rasa tak pasti. berpikir "Bagaimana kalau Elio ragu. bisakah pernikahannya nanti baik-baik saja?."

Namun dia tidak mau membuat ibunya risau "Aku tidak tahu, Ibu. Aku hanya ingin ini berjalan baik-baik."

"Aku akan bicara dengan tante Suna lagi nanti. Jangan terlalu dipikirkan."

Zakiya kembali ke kamarnya. Di ponselnya, ada pesan Benny menunggu.

Benny, yang pernah dekat dengan Zakiya, mendengar rumor itu juga. Dia menghubungi Zakiya, "Kiya, apa kamu baik-baik saja? Aku dengar tentang mantan pacar tunanganmu kembali."

Zakiya menjawab singkat, "Aku baik, Benny. Jangan khawatir."

"Tidak bisakah kamu meyakinkan orang tuamu untuk menungguku selesai sekolah. Meski aku tidak sekaya Elio, aku pasti berjuang membahagiakanmu."

"Benny, jangan bicarakan hubungan kita lagi. Kumohon. Jangan mempersulitku."

Amalia dan Akira, setelah pergi dari pasar, duduk di tepi sawah. "Malia, kamu tidak perlu ikut aku. Fokus pada dirimu," kata Akira. Amalia menggulung rumput. "Aku ingin pergi, Ira. Lari dari semua ini. Lari dari perasaan ini. Kamu tahu, aku tidak ingin jadi seperti kamu." Amalia melempar rumput di tanganya.

"Aku pacaran dengan Reimon sekian lama, nanti pada akhirnya, dia dijodohkan oleh keluargany. Aku ingin cari kerja yang bisa bikin aku lupa pada Reimon."

Akira tersenyum sedih. "Tidak ada yang salah dengan kita, Malia. Kita hanya belum menemukan yang tepat.

" Senja turun, bayang-bayang sawah memanjang. Akira menatap langit, bisiknya, "Aku akan pergi, menjauh dari semua. Tapi luka ini... mungkin tak akan pergi."

"Aku juga ingin tahu, apa yang Elio pilih..."

1
Kim Tyaa
semangat, jangan pernah nyerah untuk terus up ya thor.

Konsisten dan tetap percaya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!