Kinara, seorang gadis berusia 24 tahun, baru saja kehilangan segalanya, rumah, keluarga, dan masa depan yang ia impikan. Diusir ibu tiri setelah ayahnya meninggal, Kinara terpaksa tinggal di panti asuhan sampai akhirnya ia harus pergi karena usia. Tanpa tempat tujuan dan tanpa keluarga, ia hanya berharap bisa menemukan kontrakan kecil untuk memulai hidup baru. Namun takdir memberinya kejutan paling tak terduga.
Di sebuah perumahan elit, Kinara tanpa sengaja menolong seorang bocah yang sedang dibully. Bocah itu menangis histeris, tiba-tiba memanggilnya “Mommy”, dan menuduhnya hendak membuangnya, hingga warga sekitar salah paham dan menekan Kinara untuk mengakui sang anak. Terpojok, Kinara terpaksa menyetujui permintaan bocah itu, Aska, putra satu-satunya dari seorang CEO muda ternama, Arman Pramudya.
Akankah, Kinara setuju dengan permainan Aksa menjadikannya ibu tiri atau Kinara akan menolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13
Ruang rapat utama Mission Bar dipenuhi orang.
Direktur, manajer senior, kepala divisi, semuanya hadir. Wajah-wajah baru mendominasi ruangan, namun beberapa staf lama tampak tegang, mata mereka sesekali tertuju ke pintu.
Mereka tahu, mereka mengenali aura itu.
Pintu terbuka, Arman masuk, didorong oleh Rudi. Setelan jasnya rapi, dasi hitam terikat sempurna. Tatapannya datar, dingin dan namun cukup untuk membuat sebagian orang langsung berdiri refleks.
Beberapa staf lama saling pandang, wajah mereka memucat.
“Tuan Arman Pramudya…” bisik seseorang hampir tak terdengar.
Namun staf-staf baru hanya mengernyit, bertanya-tanya dalam diam,
'Siapa pria di kursi roda itu?'
Tak lama kemudian, Rayyan masuk bersama Leo. Tatapannya menyapu ruangan dengan congkak, lalu berhenti pada Arman.
Rayyan terkekeh. “Wah, ikut rapat juga ya? Jangan-jangan mau dengar strategi bisnis dari orang-orang pintar di sini.”
Beberapa staf menelan ludah.
Rudi menatap Rayyan dingin. “Duduk dan diam.”
Rayyan mencibir. “Atas dasar apa kamu menyuruh saya?”
Arman akhirnya angkat suara, tenang dan sedikit rendah namun jelas terlihat menguasai ruangan.
“Rudi.”
Semua mata tertuju padanya.
“Usir hama dua itu dari ruang rapat.”
Ruangan membeku.
Rayyan tersentak. “Apa?! Kamu bilang apa barusan?!”
Beberapa staf lama langsung berdiri. Mereka tahu persis kalimat itu hanya diucapkan oleh satu orang di perusahaan ini.
Rayyan menunjuk Arman dengan marah. “Berani-beraninya kamu menghina saya! Kamu pikir kamu siapa, duduk di kursi roda sok mengatur perusahaan orang!”
Ia tertawa sinis. “Cacat seperti kamu pantasnya diam!”
Belum selesai kalimat itu, pintu ruang rapat terbuka keras. Dua petugas keamanan masuk dengan langkah cepat.
“Pak Rayyan,” ucap salah satu dari mereka tegas, “kami diminta untuk mengantar Anda keluar.”
Rayyan menoleh ke Rudi, lalu ke Arman. “Ini lelucon?”
Rudi menatapnya dingin. “Tidak.”
“Karena,” lanjut Rudi lantang agar semua mendengar,
“pria yang kamu hina sejak tadi adalah Tuan Arman Pramudya.”
Sunyi total, beberapa staf baru terbelalak. Beberapa lainnya langsung berdiri tergesa.
“Pendiri,” lanjut Rudi,
“pemilik saham mayoritas, dan CEO Mission Bar.”
Rayyan membeku, dan darah di wajahnya surut seketika. Arman menatap lurus ke depan, suaranya dingin seperti es.
“Dan rapat ini,” katanya,
“akan dimulai tanpa kehadiran orang yang tidak pantas berada di sini.”
Keamanan langsung menggiring Rayyan keluar. Leo hanya bisa menunduk, ikut terseret tanpa perlawanan.
Pintu menutup.
Arman menoleh ke seluruh ruangan. Tatapannya menyapu satu per satu wajah di hadapannya.
“Selamat siang,” ucapnya tenang.
“Kita mulai rapat.” Dan sejak detik itu, tak satu pun di ruangan itu meragukan lagi siap Arman.
Rayyan dihentakkan keluar dari gedung Mission Bar.
Pintu kaca otomatis menutup di belakangnya dengan bunyi klik yang terdengar seperti vonis. Beberapa karyawan melirik sekilas lalu buru-buru memalingkan wajah, seolah takut ikut terseret.
Rayyan menghentakkan kaki dan tangannya mengepal.
“Brengsek!” teriaknya lantang. "Pria sialan!Kalian akan menyesal!"
Rayyan menendang pot bunga di depan gedung hingga terjungkal. Satpam menoleh tajam, membuat Rayyan mundur setengah langkah, dan terlihat marah, tapi tak lagi berani.
Ponselnya bergetar di tangan, nama Mimi menyala di layar. Rayyan mendengus kasar sebelum mengangkatnya. “Apa lagi?!”
“Kamu sudah ketemu CEO Mission Bar?” suara Mimi terdengar tajam, tak sabar. “Gimana? Kerja samanya jadi?”
Rayyan tertawa pahit. “Jadi? Aku bahkan diusir! Dihina di depan semua orang!”
“Hah?” Mimi terdiam sesaat. “Maksud kamu apa?”
“CEO Mission Bar itu Arman Pramudya! Suami Kinara yang hari itu kita liat!” bentak Rayyan. “Pria lumpuh yang aku hina itu! Dia bosnya! Aku diseret keluar dari ruang rapat bahkan sebelum sempat buka mulut!”
Di seberang sana terdengar tarikan napas tajam.
“Kamu benar-benar bodoh,” ucap Mimi dingin. “Kamu sadar nggak posisi kita sekarang?”
Rayyan mengusap wajahnya frustasi. “Apa lagi yang bisa aku lakukan, Mimi?!”
“Dengar,” potong Mimi cepat. “Perusahaan kita di ujung tanduk. Tanpa kerja sama Mission Bar, kita tamat.”
Rayyan terdiam, nada Mimi merendah, licik. “Kita harus bekerja sama dengan Mission Bar. Bagaimanapun caranya.”
“Mustahil,” gumam Rayyan. “Dia membenciku.”
Mimi tersenyum tipis di balik ponsel. “Tidak ada yang mustahil kalau kita tahu … kelemahannya.”
Rayyan mengerutkan kening. “Maksud kamu?”
“Kamu lupa?” suara Mimi merendah penuh tekanan.
“Istri bodohnya, Kinara!” Nama itu diucapkan, tapi Rayyan tidak pernah ragu untuk menyakiti Kinara, mantan kekasihnya.
Gigi Rayyan terkatup keras. “Kamu mau manfaatkan dia?”
“Bukan mau,” jawab Mimi dingin. “Kita akan.”
Rayyan menatap gedung Mission Bar dari kejauhan. Dadanya bergejolak antara marah dan dendam.
“Baik,” katanya akhirnya. “Kita lakukan.”
Dan di balik kemarahan itu, sebuah rencana mulai terbentuk, cukup kotor, dan cukup kejam, untuk menyeret semua orang ke dalamnya.
"Kinara," gumam Rayyan dengan senyum tersungging di bibirnya.
jangan dekat dekat mantan itu ibarat sampah.....masa iya kamu mau tercemar dengan aroma nya yang menjijikan....
Kini kalian telah menjadi satu...,, satu hati,, satu rasa dan satu pemikiran. Harus saling percaya dan jujur dgn pasangan,, karna ke depannya si Mak Lampir ibu kandungnya Aksa akan merongrong ketenangan,, kedamaian dan kebahagiaan keluarga kalian.
Waspada lah ....