Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13 : TCB
Alana terdiam selama beberapa saat dengan tatapan tertuju pada wajah Zen yang nampak begitu serius, namun setelahnya dia tertawa dan menganggap ucapan Zen hanya sebagai sebuah lelucon.
"Apanya yang lucu," protes Zen saat melihat Alana yang terus menertawakannya.
"Jelas lucu lah," Alana menutupi mulutnya dengan punggung tangan, berusaha untuk meredam tawanya. "Zergan saja yang sudah berusia tiga puluh tahun masih memilih fokus pada karirnya, apalagi kamu yang masih muda dan baru lulus kuliah."
"Sebaiknya kamu simpan saja kata-kata itu untuk nanti, saat kamu sudah menemukan wanita yang kamu cintai." kali ini tawanya sudah benar-benar meredam, digantikan oleh senyum getir setiap kali dia teringat akan Zergan.
Alana melangkahkan kakinya mendekat ke arah Zen yang masih memilih untuk diam setelah Alana menganggap ucapannya hanya sebuah candaan. Zen memang mulai memiliki perasaan pada Alana, tapi dia tidak ingin memaksakan perasaannya untuk sekarang ini. Apalagi dia tahu Alana masih sangat mencintai kekasihnya, yaitu Zergan.
"Ayo pulang, ini sudah hampir jam delapan. Takutnya nanti mama menelfon Cindy dan menanyakan tentang keberadaanku." ajak Alana.
Zen menatap punggung Alana yang semakin menjauh seiring dengan langkah wanita itu. Wanita yang kamu cintai? Ya, wanita itu memang sudah ada, dan sekarang ada didepan matanya.
-
-
-
"Besok sore aku jemput, aku mau kenalin kamu ke teman-temanku."
Seperti hari-hari sebelumnya, Zen memarkirkan mobilnya di dekat gerbang rumah Alana seperti apa yang Alana perintahkan. Alana tidak ingin ada yang melihatnya pergi dengan seorang pria. Bahkan satpam yang berjaga di rumahnya pun Alana sogok supaya tutup mulut dan tidak menceritakan jika sering melihatnya pulang dan dijemput oleh Zen.
Alana mengangguk kecil, "Sampai ketemu besok."
Tatapan Zen mengiringi langkah Alana sampai wanita itu memasuki pintu gerbang yang sudah dibuka sedikit oleh satpam yang berjaga. Sebenarnya dia ingin turun dan mengantarkan Alana masuk, namun Alana selalu menolak dan memintanya untuk tidak ikut turun demi berjaga-jaga supaya orang tuanya tidak mengetahui hubungan mereka.
Sementara itu, Amara yang mendengar kepulangan putrinya pun segera meninggalkan ruang tengah dimana dia sedang menonton televisi bersama dengan suaminya.
"Alana." panggil Amara, menghentikan langkah Alana yang baru saja menginjakkan kakinya di anak tangga pertama.
"Ya, Ma." sahut Alana, memutar tubuhnya cepat.
Amara memperhatikan penampilan Alana dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Kamu dari mana saja? Kok pulang-pulang bawa buket bunga?"
"Kan tadi siang Mama sendiri yang kasih izin aku pergi keluar sama Cindy, kok sekarang malah nanya dari mana sih," Alana memprotes.
"Tapi Mama perhatiin kamu tuh akhir-akhir ini sedikit berbeda dari biasanya." ungkap Amara, mengutarakan sikap berbeda yang ditunjukkan oleh putrinya beberapa hari belakangan ini. "Zergan sedang ada diluar kota, tapi kamu sering pergi keluar dan pulang-pulang selalu bawa hadiah. Dan wajah kamu, kamu tuh suka senyum-senyum sendiri kayak orang lagi jatuh cinta."
Alana tertawa kecil, dia tidak boleh membuat mamanya semakin curiga. "Terus aku harus gimana, Ma? Harus nangis-nangis karena Zergan jarang datang?"
"Ya nggak gitu, Al. Cuma---"
"Udah-udah. Aku capek, Ma. Aku mau naik ke kamar dulu, lagian sebentar lagi Zergan pasti telefon." Alana membalikkan tubuhnya dan mulai melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. Hari ini dia benar-benar lelah setelah pergi dengan Zen dan Cindy.
Beberapa saat setelah Alana selesai membersihkan diri, Zergan menelfonnya hanya untuk sekedar menanyakan kabar dan mengatakan jika kekasihnya itu sangat merindukannya. Dulu, kata-kata manis seperti itu memang begitu sangat berkesan, tapi sekarang Alana merasa sudah mulai jengah.
-
-
-
Sesuai janji yang dibuatnya semalam, Zen menjemput Alana didepan gerbang rumahnya dan membawanya ke outdoor kafe yang terletak di pinggir jalan raya. Tempat itu dulu sering dia kunjungi bersama dengan teman-teman SMA-nya saat ingin melepas penat.
Tak lama kemudian, dua pria yang tampak akrab datang mendekat dengan langkah cepat.
"Zen!" seru Dion, pria berkacamata tebal. Di sebelahnya, Arga yang lebih pendiam hanya tersenyum dan mengangguk, matanya kemudian terarah ke arah Alana yang berdiri di samping Zen.
"Ini... pacar?" tanya Dion dengan tatapan yang penuh keingintahuan, menatap Zen dan Alana bergantian.
"Bukan. Cuma teman." Zen menjawab lebih dulu, suaranya tenang tapi tegas. Dia memalingkan wajah sejenak ke Alana, seolah-olah ingin memastikan Alana tidak keberatan dengan jawaban yang dia berikan.
Bibir Alana membentuk senyum lembut, tersenyum ramah pada dua teman yang Zen kenalkan. Namun dibalik senyuman itu, sebuah keraguan kecil muncul di benak Alana. Untuk apa Zen membawanya kesana jika hanya memperkenalkannya sebagai teman. Biasanya pria akan merasa bangga jika memperkenalkan wanita yang diajaknya bertemu dengan teman-temannya sebagai kekasih.
"Kamu mau pesan apa?"
Suara Zen yang tiba-tiba membuat Alana terkejut. Dia menatap Zen yang duduk disebelahnya. Sementara Dion dan Arga sudah duduk di depan mereka dan sedang melihat buku menu.
"Aku---"
"Zen...!"
Mereka langsung menoleh kesamping saat mendengar suara seorang wanita memanggil nama Zen. Jessica, wanita yang dulu menjadi primadona sekolah dan tidak pernah kapok mengejar-ngejar cinta Zen meskipun sudah berkali-kali ditolak, kini sedang melambaikan tangan ke arah mereka dengan senyuman merekah diwajahnya.
"Zen. Ini beneran kamu kan," mata Jessica berbinar melihat pria yang dulu dia idolakan kini sedang berdiri di hadapannya.
"Hei, Jess. Tambah cantik dan seksi aja," Zen mengedipkan sebelah matanya, membalas pelukan Jessica saat wanita itu memeluknya.
"Aku kangen banget loh sama kamu," ucap Jessica dengan nada manja, melingkarkan tangannya di lengan Zen. "Eh, kita duduk disana aja yuk berdua." tunjuknya pada bangku yang masih kosong.
Zen mengangguk, menoleh pada Alana yang masih duduk, "Kamu disini dulu sama mereka ya, aku ada urusan sebentar sama Jessica."
"Tap-tapi Zen---"
Alana hendak memprotes, tapi Zen sudah lebih dulu pergi meninggalkannya disana bersama dengan Dion dan Arga. Zen duduk di bangku lain bersama dengan Jessica.
Dari tempatnya duduk, Alana terus memperhatikan interaksi keduanya. Bagaimana mereka tertawa, bercanda, membuat Alana merasakan sesuatu yang salah didalam dirinya. Mengapa dia tidak suka melihat kedekatan Zen dengan Jessica?
Alana menggelengkan kepalanya pelan, mencoba menyangkal apa yang tengah dia rasakan sekarang. "Tidak, aku tidak mungkin cemburu. Zen hanya pacar cadanganku, aku tidak mungkin benar-benar jatuh cinta padanya."
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek
"Zen.... lanjutkan" 😆🤣🐅