Kanaya hidup dalam gelembung kaca keindahan yang dilindungi, merayakan tahun-tahun terakhir masa remajanya. Namun, di malam ulang tahunnya yang ke-18, gelembung itu pecah, dihancurkan oleh HUTANG GELAP AYAHNYA. Sebagai jaminan, Kanaya diserahkan. Dijual kepada iblis.Seorang Pangeran Mafia yang telah naik takhta. Dingin, cerdik, dan haus kekuasaan. Artama tidak mengenal cinta, hanya kepemilikan.Ia mengambil Kanaya,gadis yang sepuluh tahun lebih muda,bukan sebagai manusia, melainkan sebagai properti mewah untuk melunasi hutang ayahnya. Sebuah simbol, sebuah boneka, yang keberadaannya sepenuhnya dikendalikan.
Kanaya diculik dan dipaksa tinggal di sangkar emas milik Artama. Di sana, ia dipaksa menelan kenyataan bahwa pemaksaan adalah bahasa sehari-hari. Artama mengikatnya, menguji batas ketahanannya, dan perlahan-lahan mematahkan semangatnya demi mendapatkan ketaatan absolut.
Bagaimana kelanjutannya??
Gas!!Baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nhaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembelaan pria nakal?
Lift itu pun meluncur turun dengan mulus,tapi bagi Kanaya, rasanya seperti terjun dari ketinggian.Genggaman Artama di lengannya terasa seperti belenggu, tetapi juga jangkar yang menahan badai emosinya.
Ketika mereka melangkah keluar dari lobi hotel yang megah, udara malam yang dingin langsung menyergap.Mobil hitam mewah dengan pengemudi yang sigap sudah menunggu.Sofia pun masuk dengan duduk di depan bersama supir.
Artama pun lalu membukakan pintu untuknya,sebuah tindakan yang terasa lebih seperti perintah daripada keramahan.Perjalanan singkat menuju lokasi acara pun terasa sunyi.Artama hanya fokus pada ponselnya,wajahnya kembali datar dan profesional,seolah olah percakapan penuh gairah di kamar tadi tidak pernah terjadi.Kanaya pun merasa kesal karena dia berhasil dipaksa,tapi ia juga tidak bisa memungkiri kegugupan yang melanda.
Setibanya di sana, sebuah ballroom hotel bintang lima sudah di penuhi oleh gemerlap cahaya lampu kristal,musik klasik yang elegan dan tawa yang diredam. Ini adalah pertemuan para elit,para si hiu finansial yang Artama ingin taklukkan.
Artama pun memimpinnya masuk.Begitu mereka melangkah melewati gerbang dekoratif,semua mata langsung tertuju pada mereka.Tepatnya, tertuju pada Artama yang menggandeng wanita lain selain Valencia. Bisikan mulai merayap seperti ular di antara para tamu.
Kanaya pun merasakan dirinya menjadi pusat perhatian, dan tiba-tiba, semua pelatihan singkat Sofia, semua dorongan egonya,langsung bekerja.Ia menegakkan punggung, mengangkat dagunya sedikit, dan memaksakan senyum yang elegan.
"Ingat," bisik Artama, suaranya pelan di telinga Kanaya, "Tatapan mata. Tunjukkan pada mereka bahwa kau ada di sini karena keinginanku,bukan karena kebetulan.".
Mereka pun lalu mulai menyusuri ruangan.Artama memperkenalkannya kepada beberapa rekan bisnis terkemuka dari Eropa dan Asia, selalu dengan kalimat,
"Kanaya, dia bersamaku malam ini." .Kalimat itu sederhana, tetapi mengandung otoritas kepemilikan yang kuat,persis seperti yang dikatakan Sofia.
Kanaya juga memainkan perannya dengan baik.Dia berbicara tentang seni dan sedikit tentang tren pasar,memilih kata-kata dengan hati-hati.Gaun safir itu benar-benar bekerja, memancarkan aura misterius yang berbeda dari gaun-gaun merah atau emas yang mendominasi ruangan.
Kanaya pun lalu berjalan anggun di samping Artama,tangannya terpasang erat di lengan Artama.Gaun safirnya membuatnya menonjol, dan dia menarik perhatian banyak pasang mata.
Artama,dengan setelan tuksedonya, tampak dominan dan berkuasa.
Kanaya merasakan tatapan kagum,namun juga rasa ingin tahu dari para kolega Artama yang elit.Ia berusaha keras menampilkan aura percaya diri, mengabaikan detak jantungnya yang masih belum normal sejak memasuki ballroom.
Mereka pun baru saja menyelesaikan sapaan singkat dengan beberapa investor penting.
Di tengah keramaian,Kanaya merasakan tatapan intens yang menusuk dari kejauhan.Itu Victor.
Pria itu sedang berada di bar,tetapi matanya tidak lepas sedikit pun dari Kanaya.Mulai dari Gaun itu, riasan tipis yang menonjolkan mata tajamnya, dan cara Kanaya berdiri di samping Artama,semua itu membuat Victor terlihat semakin terobsesi.
Luka di hidungnya yang baru sembuh sepenuhnya setelah ditinju Artama sebelumnya tidak membuatnya kapok.Rasa sakit itu hanya mengubahnya menjadi tekad untuk menantang.
Artama yang sedang berbicara serius dengan seorang investor Jerman,dan Kanaya yang sedikit menjauh,pura-pura tertarik pada sebuah lukisan.Saat itulah Victor bergerak.
"Nona Kanaya," sapanya, suaranya bergetar dengan kekaguman yang nyaris tidak terkendali.Ia pun kini berdiri di sisi Kanaya, terlalu dekat. "Kau terlihat luar biasa malam ini".
Keduanya pun menoleh.Victor, dengan setelan mahal dan senyum licik, berdiri di samping mereka.Hidung Victor yang dulu patah karena tinju Artama memang sudah sembuh, namun bekas luka tipis masih terlihat jelas.
"Terimakasih Tuan Victor," sapa Kanaya dingin,tanpa ekspresi.
Artama yang bahkan tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lengannya yang digandeng Kanaya pun kini menegang, dan tatapan matanya pada Victor sudah seperti laser yang siap membakar.
Victor mengabaikan aura berbahaya dari Artama. Kali ini, ia lebih berani. Ia melangkah sedikit lebih dekat ke Kanaya, sehingga jarak di antara mereka terlalu intim.
"Aku selalu tahu kau akan menjadi bintang,Kanaya," bisik Victor, matanya penuh hasrat. Ia mencoba meraih tangan Kanaya yang bebas.
"Kenapa kau masih bersama pria yang pemarah ini? Kau pantas mendapatkan yang lebih baik."
Sebelum Victor sempat menyentuh Kanaya, Artama langsung bergerak. Artama sudah siap menarik tinjunya, otot rahangnya mengeras, dan matanya menyala merah.
"Pergi dari sini, Victor," geram Artama, suaranya rendah dan mengancam.Namun Victor tidak bergeming.Malah ia tambah memuji pesona Kanaya.
"Kau sungguh indah malam ini," potong Victor, matanya berkilat liar. "Bukan hanya indah, tapi... mematikan. Warna itu, itu membuat matamu tampak seperti pedang bermata dua.".
Kanaya mundur selangkah. "Terima kasih, tapi aku....".
"Aku tidak peduli dengan Artama," bisik Victor memotong, merapatkan lagi jarak.
"Dia bisa meninju hidungku sampai patah lagi, tapi itu tidak akan menghentikan mataku untuk melihatmu.Kau pantas mendapatkan yang lebih baik daripada menjadi trofi dari pria berdarah dingin itu.".
Kanaya pun baru hendak membalas,ketika Artama,yang menyadari pergerakan Victor pun, mendekat dengan wajah yang mengeras.
"Victor," suara Artama sedingin es. "Menjauh darinya.Ini peringatan terakhir."
Victor hanya menyeringai, tidak gentar sama sekali.
"Oh, dia sudah bosan menjadi dekorasi di sisimu, Artama?Aku hanya memberinya perhatian yang tulus.Sesuatu yang tidak pernah kau berikan."
Tepat pada saat itu,saat ketegangan mencapai puncaknya, sebuah suara melengking dan manja pun tiba-tiba menyela.
"Artama, Sayang!"
Semua pun langsung menoleh.Valencia datang,dengan gaun merah menyalanya kini terasa vulgar dan mencolok,bukan elegan.Ia menerobos ke kerumunan kecil itu, senyum palsunya terpasang erat, dan langsung menggandeng lengan Artama yang bebas.
"Aku minta maaf datang terlambat," katanya dengan nada dibuat-buat menyesal,sambil melirik Kanaya dengan jijik.
"Tapi kau tahu, rapat penting dengan Dewan Komisaris. Mereka tidak bisa menunggu tunangan sah-mu."
Valencia pun lalu menatap Kanaya, matanya menyipit dengan kebencian.
"Dan kau," desis Valencia, suaranya cukup keras untuk didengar oleh Victor dan beberapa orang di sekitar mereka.
"Kau si wanita mur4han yang merebut tunangan sah orang lain? Cukup beraninya kau datang ke sini di acara penting seperti ini!Bahkan mengenakan gaun dari butik kelas dua.Seharusnya kau tahu tempatmu,b0c4h.Hanya boneka yang akan dibuang Artama setelah dia mendapatkan apa yang dia mau dari kliennya.".
Pukulan itu telak. Tubuh Kanaya langsung menegang,wajahnya memerah karena amarah dan penghinaan yang begitu publik. Semua tatapan yang tadinya kagum kini berubah menjadi rasa ingin tahu dan menghakimi.Jantungnya pun mencelos.
Dan yang membuat Kanaya semakin sakit adalah reaksi Artama.
Artama tidak langsung melepaskan Valencia.Artama bahkan tidak langsung membela Kanaya. Dia hanya berdiri di sana, diapit oleh dua wanita itu, ekspresinya kembali menjadi topeng datar yang tak terbaca, seolah dia sedang menimbang-nimbang kerugian bisnis versus kekacauan pribadi.
Sebutan untuk Artama adalah..Pengecut.
"Kenapa kau masih diam saja?!pergi dari sini,j4lang!!".Bentak Valencia lagi.
Air mata Kanaya pun mulai mendesak,dan ia merasa seolah ia akan meledak.Artama bahkan telah membiarkannya dipermalukan di depan umum! Ia sudah siap untuk berteriak dan lari dari sana.
Namun, sebelum Kanaya bisa bereaksi, sebuah tangan lain dengan sigap bergerak.
Victor.
Wajah Victor yang tadinya dipenuhi nafsu, kini dipenuhi amarah yang membara.Dia benci Artama,tetapi dia lebih membenci penghinaan yang ditujukan kepada Kanaya lebih dari segalanya.
Victor pun lalu bergerak cepat.Dia menarik Kanaya ke belakang punggungnya dengan gerakan cepat dan protektif,seolah Kanaya adalah sebuah harta karun yang harus dilindungi dari serangan.
"Cukup!" bentak Victor, suaranya menggelegar di tengah keheningan yang canggung. Victor menunjuk Valencia dengan jari telunjuk.
"Nona Valencia," katanya dingin. "Apa kau tahu tempatmu? Tempatmu adalah di tempat lain! Wanita yang sah tidak akan membuat adegan murahan di depan para investor kelas dunia."
Victor pun beralih menatap Artama, matanya kini terlihat menantang.
"Artama, jika kau terlalu pengecut untuk membela wanita yang kau pilih, maka jangan pernah berani memajangnya di hadapan publik!Aku tidak peduli dengan tunangan sah atau tidak sah. Yang aku tahu, mendengar penghinaan seperti itu ditujukan padanya... itu membuatku terasa teriris."
Victor pun lalu berbalik, menghadap Kanaya yang kini tersembunyi di belakangnya dan menunduk.Ia menggenggam erat tangan Kanaya, tatapannya pun kini ikut melembut.
"Ayo, Kanaya," bisik Victor. "Tinggalkan saja badut-badut ini. Kau terlalu berharga untuk menjadi pion dalam permainan kotor mereka."