Sebuah kota yang ditimpa tragedi. Seseorang baru saja membakar habis gedung pengadilan di Withechaple, Inggris. Beruntung tidak ada korban jiwa.
Seorang detektif hebat ditugaskan menangkap sang pencuri Lupin. Waktu yang dimiliki Wang yi semakin terbuang sia-sia. Semakin ia merasa bisa menangkap pencuri Lupin, semakin ia terjebak dalam permainan menyebalkan yang dibuat oleh musuh. Beruntungnya gadis cantik bernama Freya, yang bekerja menyajikan bir untuk para polisi di kedai setempat selalu memberinya motifasi yang unik.
Selama beberapa Minggu, Wang yi menyusun rencana untuk menangkap sang Lupin. Hingga sebuah tugas melindungi mahkota Atlantis tiba di kota itu. Wang yi akhirnya berhasil mengetahui siapa sosok sang Lupin. Namun, ketika sosok itu menunjukan wajahnya, sebuah rahasia gelap ikut terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13 : Induk Yang Seolah Memakan Anaknya
Freya berderap melintasi karpet ke kamar tidurnya. Ia tidak masuk, hanya berdiri di ambang pintu. Kopernya tergeletak di sudut kamar. Koper itu terbuka, dan pakaian-pakaian terbaiknya sudah terlipat rapi di dalam sana. Ia sudah berkemas. Ia benar-benar sudah berkemas. Seyakin itulah ia akan diterima dalam program magang itu. Ia memang bodoh.
Tidak ada gunanya mengeluarkan pakaian-pakaian itu. Entah ia mendapatkan posisi magang itu atau tidak, ibunya dan ayah tirinya sudah memberitahunya bahwa ia harus pindah ke tempat lain pada saat ayah tirinya kembali dari pekerjaannya nanti. Waktunya tinggal seminggu lagi. Sebagian diri Freya berpikir bahwa apabila ia memberitahu ibunya tentang apa yang terjadi, apabila ia meminta waktu lebih, ibunya akan setuju.
Namun, sebenarnya sudah lama ia tidak menganggap tempat ini sebagai rumahnya. Ia harus mulai mencari tempat sewaan. Situasi yang aneh ini dan ketidakmampuan Freya memahami implikasinya menyatakan bahwa otaknya masih berputar walau pun sekujur tubuhnya sangat lelah. Ia mendengar ibunya bangun jam lima pagi untuk berangkat bekerja. Mendengar bunyi langkah pelan di koridor, desahan ibunya yang lirih di dapur yang gelap. Freya tidak bergerak. Ia tetap berbaring diam di balik selimutnya yang menyesakkan, mendengarkan mobil ibunya dimundurkan di jalan masuk, lampu depan mobil menyinari kamarnya. Lalu pikirannya berubah menjadi mimpi dan ia terlelap tanpa sadar.
Freya masih berdiri diam di ambang pintu kamarnya ketika telepon rumah berdering. Ia berlari kembali ke dapur dan menyambar gagang telepon. Beberapa menit kemudian,
Telepon diputus. Freya membanting gagang telepon kembali ke tempatnya. Freya mengabaikan selai kacang yang mengotori meja dan kembali ke kamar, lalu menghempaskan diri ke ranjang. Ia berbalik memunggungi koper dan memejamkan mata rapat-rapat. Seprai di bawah tubuhnya terasa lengket gara-gara malamnya yang meresahkan.
Freya tahu bahwa ia dan ibunya tidak akan bicara ketika ibunya pulang nanti. Ia juga tahu tatapan apa yang akan diterima-nya dari ibunya, seolah-olah ia adalah pengganggu, seolah-olah ia hanyalah sesuatu yang membuat ibunya frustrasi. Dulu keadaannya tidak seperti ini.
Gosip bahwa Auster Automotive Factory akan ditutup bahkan belum tersebar selama sebulan ketika ibu Freya mulai berkencan dengan ayah tirinya, Axin. Axin adalah pengemudi truk jarak jauh, dan ia juga terlihat seperti pengemudi truk. Dulu, Axin bukan orang yang akan menarik perhatian ibu Freya. Namun, ketika penghasilan tetap mulai menjadi sesuatu yang langka di kota ini, Axin pun mulai dianggap sebagai tangkapan yang lumayan. Saat itu, Freya tidak peduli. Ia tidak peduli ketika Axin pindah ke rumah ini, atau ketika mereka mengumumkan bahwa ibunya sedang mengandung anak kembar. Saat itu usia Freya tujuh belas tahun, sudah hampir lulus SMA, dan dengan bodohnya gembira menghadapi masa depan. Gagasan bahwa ia akan gagal menfinansial ia tidak akan bisa keluar dari kota ini dalam waktu dapatkan beasiswa, dan bahwa tanpa tabungan dan dukungan dekat, sama sekali tidak pernah tebersit dalam benaknya. Sejak saat itu, ia sudah hidup sambil menghitung waktu.
Ia menutup tirai dan menyalakan kipas. Ia bisa mencium bau keringatnya sendiri, yang membuatnya lebih frustrasi. Sekali lagi, ia teringat pada pertemuan terakhirnya dengan Axin. Freya baru keluar dari kamar tidur, di mana ia sering mengurung diri akhir-akhir ini. Ibunya dan Axin ada di ruang duduk. Mereka menyuruhnya duduk. Axin benar-benar mengata kan 'rumah kami' ketika ia memberitahu Freya bahwa sudah waktunya Freya mencari tempat tinggal sendiri. Freya bukan lagi bagian dari 'kami', walaupun ia sudah tinggal di rumah ini tujuh belas tahun lebih lama daripada Axin. Ibunya diam saja, tetapi ibunya mengangguk-angguk setuju dan bahkan tidak menatap Axin.
Kipas berputar, meniupkan angin ke leher Freya yang berkeringat dan membuat rambutnya beterbangan di sekeliling wajahnya. Bantalnya terasa lembut di pipinya. Ia memejamkan mata, menikmati keheningan dan kegelapannya, mencoba membiarkan dirinya menyatu dengan semua itu. Ia ingin melupakan hidupnya, hanya untuk sesaat. Namun, ia tidak bisa melakukannya. Setiap kali pikirannya terasa jernih, ia akan melihat wajah porselen itu, atau yang paling buruk, ia melihat dirinya sendiri yang hidup di tengah para fossicker. Ia membuka mata. Segalanya terasa menyesakkan. Ia bangkit duduk, membuka jendela sedikit untuk membiarkan udara masuk. Sialan. Hanya karena hidupnya menyedihkan tidak berarti ia harus bersikap menyedihkan. Ia akan mencari jalan keluar.
Di samping itu, ia tidak punya pilihan lain. Ia harus melakukan sesuatu. Ia mengenakan sandal, lalu memasukkan ponsel dan buku catatan ke dalam saku. Ia keluar dari rumah dan menutup pintu kasa dengan keras. Udara terasa lembap. Ia berjalan dengan cepat sambil mendengarkan bunyi entakan kakinya di jalan. Rasa lelah terangkat dari tubuhnya seperti selimut. Rasanya menyenangkan berada di luar rumah. Pagi ini panas, tetapi setidaknya ada sedikit angin yang bertiup. Duduk di rumah tempatnya tumbuh besar, di mana ia tidak lagi merasa diinginkan, sama sekali tidak menyenangkan. Dari kejauhan, ia mendengar suara anak-anak yang memekik dan tertawa.
Mereka pastilah anak-anak yang tertinggal, terlambat ke sekolah, atau mungkin membolos. Ia ingat dirinya dan Mia dulu kadang-kadang melakukannya, ketika masih ada SMA di Whitechaple. Keadaannya sangat berbeda saat itu. Rasanya sulit dipercaya bahwa tempat ini adalah tempat yang sama. Mereka dulu memiliki banyak teman. Mereka semua, kecuali Freya, memiliki masa depan yang sudah direncanakan dengan sempurna. Mereka lulus SMA, lalu bekerja di Auster's. Pekerjaan itu tidak buruk, dan gajinya lumayan. SMA terasa bagaikan kesempatan terakhir mereka untuk mendapatkan kebebasan.
Tidak lama kemudian, sebuah Jeep hitam berjalan pelan di sampingnya. Jendela mobil terbuka pelan, menampilkan wajah Wang Yi di dalam sana. "Mau ku antar?" Tawar Wang Yi.
Freya tersenyum kecil, tanpa ragu ia menaiki Jeep hitam itu. Mungkin keberuntungan paginya baru saja di mulai.
Mobil itu melaju melewati lapangan futbol, Freya teringat pada bentuknya dulu. Lapangan itu dulu hijau sempurna, dan suatu malam, mereka pernah membuat jejak ban berbentuk donat dengan truk-truk milik ayah mereka. Freya dan Zhou Shiyu dengan cepat kehilangan kontak dengan teman-teman mereka setelah tahun terakhir. Dua di antara mereka menikah dan sedang mengandung anak ketiga, kekasih Zhou Shiyu bunuh diri, dan salah seorang dari mereka, pindah ke kota lain selama tiga tahun, lalu kembali ke Whitechaple dalam keadaan hamil dan sendirian. Freya sudah mencoba meneleponnya, tetapi tidak pernah mendapatkan balasan kembali, jadi begitulah akhirnya.
"Raut wajahmu tidak terlihat baik." Ucap Wang Yi.
"Tidak ada hari yang lebih baik di kota ini. Semuanya terasa sama saja. suram." Balas Freya tanpa menoleh.
"Begitukah pandangan semua orang yang sudah lama tinggal di kota ini?" Tanya Freya.
"Setelah kau tinggal di kota ini selama bertahun-tahun, kau akan melihat dan merasakannya sendiri."
"Jadi kau juga berharap untuk pergi dari kota ini?" Tanya Wang Yi.
"Itu harapan setiap orang. Setidaknya yang kuyakini begitu."
"Zhou Shiyu berkata, kalau tingkat kejahatan di kota ini sangat tinggi. Itu disebabkan dengan sengaja, untuk membuat penjara penuh. Aku pikir itu hanya lelucon dari seorang gadis manis. Sepertinya hal itu memang serius." Ucap Wang Yi.
"Begitulah kota ini. Bahkan seekor induk bisa memakan anak mereka sendiri." Kata Freya. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi mobil. Memejamkan matanya sejenak. Wang Yi menoleh ke arahnya sebentar sebelum kembali memperhatikan jalanan. Tidak lucu jika kecelakaan terjadi di jalan sepi seperti Whitechaple.