•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
"Sebentar lagi ada Bi Ina yang akan bantu kamu beres-beres. Saya gak bisa bantu karena ada sedikit masalah di kantor. Kamu gak papa kan kalo saya tinggal?" ucap Michael yang kini tengah memasang kemeja pada tubuh kekernya.
Mereka sudah sampai di rumah mereka, dan Michael segera mengambil stelan kantor dan memakai nya.
"Iya gak papa kok. Padahal gak usah nyuruh bi Ina buat kesini, aku bisa sendiri" balas Viona sambil memperhatikan Michael yang tengah bersiap.
Michael tersenyum ke arah Viona, "gak papa, itung-itung nemenin kamu."
"Saya pamit dulu ya" lanjutnya.
Viona mengangguk dan meraih tangan Michael untuk ia kecup.
Michael yang memang sedang terburu-buru akhirnya berjalan cepat meninggalkan Viona di dalam kamarnya.
"Istirahat bentar deh, sambil nungguin bibi" gumam Viona sambil merebahkan tubuhnya pada kasur empuk milik Michael yang akan segera menjadi miliknya juga.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Viona bangkit dan berjalan keluar menuju kamarnya sendiri.
Ia akan mulai memindahkan barang-barang miliknya ke kamar Michael.
Namun sebelum ia masuk ke dalam kamarnya, suara bel samar-samar terdengar. Dengan segera ia berjalan menuruni tangga menuju pintu.
"Bibi kali ya" tebaknya.
Dan benar saja, saat ia membuka pintu, seorang wanita yang tak lagi muda berdiri di sana dengan senyuman hangat yang menyapanya.
"Selamat pagi nona, maaf mengganggu waktu anda. Saya di panggil Tuan untuk membantu memindahkan barang-barang milik nona ke kamar Tuan Michael" ucap wanita yang sering di panggil bibi Ina sambil membungkuk memberi hormat.
"Gak usah kayak gitu bi, panggil saya Viona aja, gak usah panggil nona" protes Viona.
Pelayan tersenyum tersenyum.
Viona kemudian mempersilahkan wanita tersebut masuk dan membawanya ke kamar milik nya.
***
Berbeda dengan keadaan di rumah yang tampak hangat dengan obrolan-obrolan ringan yang di lontarkan oleh Viona dengan pelayan.
Michael yang kini duduk di kursi kebesaran nya tengah memijit pelipisnya setelah menjalani rapat dengan beberapa petinggi perusahaan.
Urusannya sudah selesai, namun ia memutuskan untuk tak langsung kembali ke rumah. Ia akan pergi ke rumah kakak nya yang berada tak terlalu jauh dari kantor.
Michael meraih Ponselnya yang tergeletak di atas meja kerjanya.
Tangannya bergerak mengetikkan sebuah pesan pada istrinya.
Ia mengatakan bahwa ia akan pulang sore hari, setelah mengunjungi rumah Marcel—kakaknya.
Setelah pesan terkirim, Michael mengantongi ponselnya dn beranjak dari kursi kebesarannya.
Ia berjalan keluar ruangan menuju lift yang akan membawanya ke lantai dasar.
Sesampainya ia di lobby perusahaan, ia kembali berjalan menuju parkiran dan menaiki mobilnya.
Mobil BMW X5 melaju dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota yang terasa padat pada siang hari ini.
Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, mobil yang di kendarai Michael kini memasuki sebuah pelataran rumah yang terlihat megah.
Michael langsung turun dari mobilnya saat sudah memarkirkan mobil di pelataran rumah.
Baru saja ia akan mengetuk pintu, Marchel yang memang sudah menunggunya segera membukakan pintu untuk sang adik.
Keduanya saling bersalaman selayaknya lelaki jantan.
"Apa kabar lo? Tumben nih langsung nyamperin gue tanpa gue omelin dulu" sambut Marchel.
"Baik gue, gimana sama lo?"
"Baik juga gue, apalagi adek gue nyamperin gue sendiri tanpa di minta."
Michael menggeleng dan mengajak kakanya itu untuk pergi menuju taman belakang yang lebih sepi.
Setelah keduanya duduk di gazebo yang berada di sisi kanan taman milik Marchel, keduanya duduk bersebelahan dengan di temani dua cangkir kopi yang telah di siapkan oleh sang pelayan.
"Kemaren lo ke Australia kan? Tumben cuman bentar? Biasanya lo kalo keluar negeri minimal seminggu, ini baru lima hari lo udah pulang" tanya Marchel sambil menyeruput kopi milik nya yang masih mengepulkan asap tipis.
"Jangan-jangan lo mikirin Viona makanya lo pengen cepet-cepet pulang?" Tebak Marchel kemudian.
"Enggak, gue gak mikiran dia, api gue kepikiran terus sama dia. Gue jadi heran sama diri gue sendiri, gue gak punya perasaan sama Viona, tapi kalo kita jauhan, gue selalu pengen tau gimana kabarnya" jawab Michael dengan mata yang terlihat enggan menatap Marchel.
Marchel tersenyum saat mendengar pengakuan Michael.
"Itu tandanya lo udah mulai punya rasa sama Viona, tapi ketutup sama gengsi lo yang segede gaban".
Michael menoleh dengan spontan saat mendengar ucapan kakanya yang terdengar santai.
"Gue belum punya perasaan sama dia, hati gue masih belum nerima orang baru. Ya walaupun gue udah coba buat pendekatan sama Viona".
"Lo masih struck di masa lalu?"
Michael diam, tak membantah tak juga mengiyakan.
Marchel menatap Michael dengan intens. "Udahlah, move on dari masa lalu lo itu, dia udah ninggalin lo selama enam tahun ini tanpa penjelasan dan tanpa kabar. Harusnya lo lupain dia dan nerima Viona sebagai istri lo. Buat apa stuck di masa lalu? Percuma, Anggel juga gak bakal balik lagi ke lo!"
"Apaan sih, malah bahas Anggel" gumam Michael.
"Ini buat kebaikan lo, gue sebagai kakak lo, mau lo bahagia tanpa terbayang-bayang sama masa lalu terus".
"Iya iya bang, gue juga udah lupain kok. Ya walaupun sesekali masih kepikiran sih."
"Ya bagus kalo gitu. Mulai sekarang lo harus membiasakan diri buat nerima Viona di samping lo".
"Kasian Viona kalo punya suami yang masih di hantui sama bayangan masa lalu kaya lo".
"Iya bang, gue juga udah ngomong ke dia. Kalo gue lagi berusaha buat nerima dia, dan dia juga sama kayak gue. Kita tuh sama-sama gak mau status pernikahan kita hancur gitu aja. Kita berdua lagi berusaha buat numbuhin perasaan di hati masing-masing".
"Nah, yang ini gue setuju."
"Lagian nih ya Mic, kalo gue perhatiin sih.. lebih cantikan Viona dari pada Anggel. Apalagi sifat Viona yang blak-blakan dan gak jaga image. Gue lebih suka sama Viona sih dari pada jelangkung kesayangan lo itu".
Michael mengernyit. "Jelangkung siapa njir?"
"Mantan lo, kan dia datangnya gak di undang pulangnya juga gak di anter. Langsung ngilang gitu aja kayak jelangkung ". Jawabnya enteng.
"Tau ah bang, pembahasan lo mulai gak normal. Balik aja lah gue" ucap Michael sambil bangun dari posisi duduknya.
"Yee.. dasar, ngomong aja lo kangen sama bini lo!" Teriak Marchel pada Michael yang sudah berjalan keluar dari taman belakang.
.
.
.
Jam tangan yang melingkar mewah pada pergelangan tangan Michael sudah menunjukkan pukul lima tiga puluh sore. Dan ia baru saja tiba di depan rumahnya.
Ia segera memasukkan mobilnya ke dalam garasi dan turun.
Michael berjalan menuju pintu utama dan langsung membukanya.
Di lihatnya Viona yang kini tengah berjalan menuruni tangga.
"Udah pulang Om?"
Viona segera menyodorkan tangannya ke arah Michael yang langsung di sambut oleh suaminya itu.
"Iya, bi Ina udah pulang ya?"
"Udah, tadi pas udah selesai beres-beres langsung aku suruh pulang. Biar bisa istirahat dianya".
"Mau langsung mandi?"
"Iya"
Keduanya berjalan menuju kamar utama—kamar mereka berdua.
Sesampainya mereka di kamar, Viona langsung masuk ke kamar mandi untuk menyiapkan keperluan mandi Michael. Sementara Michael lebih dulu menyimpan tas kerjanya dan membuka jam tangan mahal miliknya.
Setelah beberapa lama, Viona keluar dari kamar mandi. "Airnya udah di siapin. Aku mau turun dulu buat mulai masak makan malam. Mau request gak?"
"Lagi pengen makan yang berkuah, boleh?"
"Oke, ada lagi?"
Michael menggeleng.
Viona segera berjalan keluar dari kamar menuju dapur untuk muali memasak.
\=°°°•°°°\=
Matahari sudah hampir berada di atas kepala, Viona dan Flora yang weekend ini memutuskan untuk shoping masih terus berjalan dari toko satu ke toko lainnya untuk menemukan barang yang mereka inginkan.
Pada kedua tangan mereka sudah penuh dengan kantong belanjaan dari toko terkenal yang ada di mall ini. Tapi mereka masih belum puas dan gendak masuk ke dalam toko perhiasan.
Keduanya dengan semangat empat lima segera berjalan memasuki toko perhiasan yang sedang hits di kalangan anak muda.
Berbeda dengan Flora yang langsung berbinar saat melihat berbagai model perhiasan yang ada di hadapannya saat memasuki toko tersebut.
Viona malah mematung saat matanya menangkap sesosok tubuh tegap yang berdiri di hadapan stand cincin dengan seorang pelayan yang tampak melayani nya dengan ramah.
Namun bukan itu yang membuatnya mematung dengan senyum yang menghilang.
Tepat di sebelah pria bertubuh tegap yang sangat di kenalinya itu, berdiri seorang gadis cantik yang tampak melihat-lihat cincin pertunangan yang di rekomendasikan oleh pelayan.
Tanpa di minta, kakinya berjalan mendekati keduanya. Ia tak berniat untuk mengganggu keduanya, tapi ia ingin mendengar obrolan mereka lebih jelas.
Flora yang melihat Viona berjalan menuju satu tempat dengan senyum yang menghilang dari wajahnya, segera mengikuti Viona di belakangnya.
"Michael, sepertinya yang ini akan cocok untuk acara pertunangan nanti malam. Desainnya elegan dan simpel, cocok banget sama cewek yang gak suka ribet" ucap si perempuan yang terlihat berbinar sambil menunjukan cincin pilihannya ke arah Michael.
Ya, Michael. Lelaki itu kini tengah memilih cincin pertunangan dengan seorang perempuan cantik yang menemaninya.
"Benarkah? Kalo gitu kita ambil yang ini saja mbak, jangan lupa pake kotak bentuk hati ya mbak." Balas Michael.
Viona yang mendengar dengan jelas pembicaraan tersebut seketika merasakan bahwa rongga dalam dadanya menyempit tanpa bisa ia cegah.
Matanya rabun karena penglihatannya terhalangi oleh genangan air mata yang ia tahan mati-matian.
Tanpa berniat kembali mendengarkan pembicaraan selanjutnya, Viona berbalik dan berjalan tergesa-gesa keluar dari area toko.
Walaupun merasa bingung dengan keadaan sahabatnya, Flora segera berlari mengikuti Viona ke arah parkiran.
Saat Flora sampai di hadapan mobilnya, ia melihat Viona yang duduk di mobil miliknya dengan mata terpejam sambil mendongakkan kepalanya.
Flora segera masuk dan menghidupkan mesin mobil nya. Ia mengerti bahwa suasana hati sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja. Jadi ia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi ke arah rumah yang ia ketahui adalah milik Om nya Viona.
Selama perjalanan, Flora hanya fokus pada jalanan di depannya, ia tak bernita bertanya untuk sekarang.
Sedangkan di sebelahnya, Viona kini menutup wajahnya dengan lengannya, air matanya tak berhenti mengalir ke pipinya. Ia hanya menggigit bibirnya menahan isakan kecil yang hendak menerobos sela-sela bibirnya.
Sesampainya di depan rumah Viona, Flora segera memarkirkan mobilnya dan turun.
Begitu juga dengan Viona yang langsung berjalan masuk ke dalam rumahnya setelah menutup pintu mobil dengan lumayan keras.
Flora hanya diam dan mengikuti Viona dari belakang.
Sesampainya mereka di ruang tengah, Viona segera mendudukkan dirinya pada sofa.
Dengan setia, Flora ikut duduk di samping Viona yang masih setia mengeluarkan air matanya.
"Kenapa sih Vi? Gak biasanya lo gini, ada sesuatu yang ngeganggu ya? Cerita sini sama gue" ucap Flora dengan sebelah tangannya yang bergerak mengelus punggung Viona yang terasa bergetar karena tangisan.
"Flo.. gue harus gimana? Gue bingung.." ungkap Viona dengan wajah penuh air mata yang menatap Flora dengan tatapan putus asa.
"Bingung kenapa? Cerita sama gue".
"Suami gue mau tunangan sama cewek lain.. gue harus gimana? Gue gak mau cerai sama dia, gue udah mulai suka sama suami gue Flo.." ungkap Viona.
"Bentar-bentar, lo bilang suami? Emangnya lo udah nikah?" Tanya Flora heran.
Viona menunduk tak berani menatap wajah Flora.
"Sebenernya gue udah nikah, suami gue tuh Om Michael. Kita di jodohin, dan sekarang usia pernikahan kita udah hampir empat bulan. Tapi dia mau tunangan sama cewek lain, gue harus gimana?"