"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13 Ide Mulung
Fakta yang ia dengar dari umik Hana,
membuat sekelebat bayangan muncul, saat
makan 3 hari yang lalu, ibunya yang
jarang sekali masak enak tiba-tiba
memasak ayam, bahkan bersikap baik
pada Alvin.
"Kenapa le? Gajinya kurang? Apa
belum sampai ke kamu?" tanya umik Hana
membuyarkan lamunan Alvin.
"Mboten mik" jawab Alvin seraya
mencoba memaksakan diri untuk
tersenyum.
"Melihat kamu yang nanya kesini,
pasti gak dikasihkan ke kamu ya sama
ibumu?" tebak haji Maliki.
"Hehe iya bah, mungkin ibuk lupa"
jawab Alvin.
"Apa perlu Abah yang mintakan gaji
kamu ke ibumu vin?" tanya haji Maliki
menawarkan bantuan.
"Ah mboten bah, biar Alvin minta
sendiri aja. Bulan depan tolong kasih ke
Alvin aja ya bah, mik" pinta Alvin
pada haji Maliki dan umik Hana.
"Iyah le, maafin umik ya" jawab umik
Hana seraya mengangguk dan merasa
bersalah.
"Ndak papa umik, kalau begitu
Alvin pamit dulu nggeh bah, mik" ucap
Alvin mengakhiri acara bertamunya.
"Iya, hati-hati" jawab haji Maliki.
Alvin pun kembali ke rumah
dengan perasaan sedih, gaji yang sudah ia
harapkan nyatanya belum bisa ia rasakan.
Alvin bahkan belum tahu seberapa
besar gaji yang mustinya ia terima.
Sesampainya di rumah, Alvin
langsung bertemu dengan sang ibu, Bu
Elanor yang sedang mengangkat jemuran
segera menyapa Alvin. Memang
sikapnya berubah menjadi baik setelah
menerima gaji Alvin.
Hal yang membuat Alvin bimbang,
haruskah ia menanyakan mengenai
gajinya atau tidak, sisi lain dirinya
menikmati perlakuan baik sang ibu,
namun begitu mengetahui jika sang ibu
berlaku baik setelah mengambil gajinya,
membuat Alvin tak tahu harus
bagaimana lagi.
"Bapak belum pulang Bu?" tanya
Alvin seraya menyalami tangan Bu Elanor
yang terbebas dari pakaian.
"Bentar lagi kayaknya Vin, udah
setengah 5 ini" jawab Bu Elanor.
"Bu, maaf Alvin mau tanya" ucap
Alvin hati-hati.
"Ya tanya aja vin, gitu aja ngomong"
jawab Bu Elanor sedikit acuh, sembari
membawa tumpukan baju di tangannya
masuk ke dalam rumah.
"Kenapa ibu ngambil gaji Alvin?"
tanya Alvin to the point, membuat Bu
Elanor terkejut dan melemparkan baju yang
ia bawa pada sofa lusuh tempat biasa
Alvin tidur.
"Loh kenapa? Emangnya salah?" tanya
Bu Elanor balik bertanya.
Sementara tanpa mereka sadari pak
Rohman sudah pulang, beliau hendak
segera masuk ke dalam rumah.
"Apanya yang salah vin?" tanya pak
Rohman yang tidak mendengar
pertanyaan Alvin sebelumnya.
"Endak pak, bukan apa-apa. Alvin
cuma mengada-ada itu. Ayo masuk sini,
bapak pasti capek kan" ajak Bu Elanor pada
suaminya.
Sementara Alvin segera melepas
sepatu di luar rumah, sebelum akhirnya
ikut masuk. Sedangkan Bu Elanor tampak
memberi kode lewat mata, untuk tak
membahas pertanyaannya tadi.
"Buk, mbak Dina datang" ucap Rafi yang
belum terlalu pandai ngomong.
Tampak Dina kemudian juga masuk ke
dalam rumah.
"Kamu kok baru pulang jam segini
nduk?" sapa pak Rohman pada Dina.
"Iya pak, ada kerja kelompok" jawab
Dina ketus. Seraya melepas sepatunya dan
meletakkan di sudut rumah, kemudian ia
berlalu ke kamarnya.
"Buk, jangan lupa ya besok belikan
sepatu sepelti punya mbak Dina" pinta Rafi
pada sang ibu. Membuat pak Rohman dan
Alvin memperhatikan sepatu Dina.
"Iya iya, besok besok ya. Nunggu ibu
punya uang lagi" jawab Bu Elanor seraya
menggendong Rafi untuk
menenangkannya, balita yang kini sudah
mulai pandai bicara itu memang
seringkali meminta sesuatu.
"Ibu belikan sepatu Dina?" tanya pak
Rohman.
"Iya pak, kata Dina sepatunya sudah
ketinggalan jaman" jawab Bu Elanor santai.
"Tapi sepatu Dina sebelumnya masih layak pakai Bu, bahkan masih bagus" ujar
pak Rohman.
"Iya, tapi sudah ketinggalan jaman
pak, kasihan anak kita kalau gak sama
seperti temannya yang lain, apalagi
mereka sepatunya mahal mahal" jawab Bu
Elanor tak sedikitpun memperhatikan
perasaan Alvin, yang sejak tadi
menyimak pembicaraan mereka.
"Berapa harga sepatu itu?" tanya pak
Rohman.
"500ribu pak" jawab Bu Elanor.
"Apa? Dapat uang darimana kamu beli
sepatu semahal itu" keluh pak Rohman.
"Itu sudah harga yang paling murah
untuk merek itu pak, teman teman Dina
bahkan sepatunya seharga jutaan" jawab
Bu Elanor.
"Ya jangan samakan kita dengan orang
tua temannya Dina yang kaya raya itu buk"
kesal pak Rohman.
Alvin yang sejak tadi hanya
menyimak pun turut merasa kesal, ia
melirik sepatunya yang telah usang.,
sengaja ia letakkan di luar rumah, karena
pernah di protes sang ibu untuk tak
memasukkan sepatu usangnya ke dalam
rumah.
"Jadi karena itu, ibu ambil gaji
Alvin?" tanya Alvin pelan, tapi
mampu mengalihkan perhatian pak
Rohman dan Bu Elanor.
"'Apa kamu bilang vin? Ibu ambil gaji
kamu?" tanya pak Rohman.
Alvin hanya terdiam, sementara Bu
Elanor tampak kebingungan.
"Benar apa yang dikatakan Alvin Bu? Kamu ambil gaji Alvin buat beliin
Dina sepatu?" tanya pak Rohman pada
istrinya.
"Kalau iya emang kenapa pak" tanya
Bu Elanor sembari melotot pada Alvin.
"Keterlaluan kamu buk!" ucap pak
Rohman.
"Apanya yang keterlaluan, emang apa
salahnya kalau seorang kakak beliin
sepatu buat adeknya" ujar Bu Elanor tanpa
rasa bersalah,
"Saya gak pernah minta ibuk beliin
sepatu Dina pakai uang saya" sahut Alvin.
"Diam kamu!" hardik Bu Elanor.
"Maaf kalau Alvin lancang buk, tapi
tolong dilihat sepatu saya jauh lebih usang
di banding sepatu Dina sebelumnya. Dan
gaji saya, saya bahkan tidak tahu seberapa
besar gaji yang harusnya saya terima,
karena saya tidak menerimanya" ujar
Alvin pada akhirnya, ia sudah tak bisa
menahan diri untuk tak membahasnya
didepan sang bapak.
"Keterlaluan kamu buk!" bentak pak
Rohman dengan penuh emosi.
Alvin yang enggan terlibat
pertengkaran memilih berganti pakaian
dan melanjutkan pekerjaannya. Dengan
perasaan kesal dan sedih yang
berkecamuk, Alvin segera menarik
gerobak sampahnya untuk melanjutkan
pekerjaannya hari ini.
Sedangkan Bu Elanor dan pak Rohman
terlibat pertengkaran yang cukup besar.
Alvin yang mulai mengambil
sampah dari rumah ke rumah lalu
membuangnya ke TPA, memilih untuk mampir dan makan di warung Mak Na
seperti biasa.
"Kok kusut banget mukanya le' sapa
Mak Na begitu Alvin menyelesaikan
makannya.
"Hehe iya Mak, lagi sumpek aja" jawab
Alvin seraya tersenyum.
"Sumpek opo kamu ini le, masih muda
jangan mikir sesuatu yang berat-berat"
nasihat Mak Na yang hanya ditanggapi
oleh senyuman.
Mak Na tak tahu saja, jika masalah
Alvin memang cukup berat untuk anak
seusianya.
"Tak liat liat, kan kamu kalau naruh
sampah gak kamu pilah dulu Yo" ucap Mak
Na.
"Dipilah gimana Mak?" tanya Alvin.
"Ya itu, kayak kaleng, botol, plastik-
plastik itu, kalau dipilah dan kamu
rosokkan kan lumayan, bisa jadi uang itu"
ujar Mak Na membuat Alvin tersadar,
betapa bodohnya dirinya sebulan terakhir
ini.
"Ya Allah Alvin gak kepikiran Mak"
jawab Alvin seraya menepuk dahinya.
"Ya udah mulai besok kamu pilah aja,
dikumpulin biar banyak, lumay an
uangnya bisa buat jajan. Jangan terlalu
hemat sama diri sendiri" nasehat Mak Na.
"Siap mak, terimakasih nasehatnya"
jawab Alvin.
Usai mendapat pencerahan dan sedikit
menghilangkan rasa kesalnya, Alvin
pun pulang ke rumah.
Tampak suasana yang hening, meski
semua sedang berkumpul. Alvin tak ambil pusing, ia memilih untuk segera
mandi membersihkan diri.
"Ini slip gaji kamu dan sisa uang yang
ada le, maaf ibumu sudah memakai
uangmu tanpa ijin" ucap pak Rohman
seraya memberikan amplop pada Alvin.
Setelah Alvin selesai mandi.
Alvin pun menerimanya dengan
diiringi tatapan sinis dari Bu Elanor dan Dina.