Kemuliaan Cinta Pada Tuan Pemarah

"Apa aku tidak salah dengar apa yang kau katakan?" tanya Dhafian.

Aliza menggelengkan kepalanya, "aku mengakui kesalahanku yang sudah berbicara terlalu kasar dan sebagai seorang istri sangat tidak pantas mengatakan seperti itu kepada suaminya. Aku benar-benar meminta maaf," ucapnya.

Dhafian mengarahkan matanya kepada pelayan yang ada di sekitar mereka untuk meninggalkan mereka berdua. Pelayan itu langsung mengerti dan pergi.

"Tidak semudah itu untuk mendapatkan maaf dariku," ucap Dhafian.

"Apa harus dengan syarat?" tanya Aliza.

"Iya, semua harus dengan syarat," jawab Dhafian.

"Apa syaratnya?" tanya Aliza.

"Kau akan memenuhi syaratnya?" tanya Dhafian.

"Insyallah," jawabnya.

Dhafian meletakkan ponselnya di atas meja yang membuat Aliza mengerutkan dahi.

"Salin semua file yang ada di laptop Lucky," titah Dhafian memerintahkan istrinya secara berterus terang untuk mengambil sesuatu yang berharga.

"Saya tidak mungkin melakukan hal itu," tolak Aliza.

"Kenapa?"

"Bukankah kau menyadari kesalahan mu dan sekarang kau ingin meminta maaf, sangat tidak mudah bagiku memberimu maaf. Jika kau berhasil membawa file tersebut, maka aku akan memaafkanmu," ucap Dhafian yang secara berterus terang memanfaatkan Aliza.

Aliza menelan salivanya yang saling menatap dengan Dhafian, tatapan mata Dhafian sangat dingin kepada istrinya itu yang pasti ingin melihat seberapa patuh Aliza kepadanya.

"Dhafian!" tiba-tiba saja terdengar suara yang membuat Aliza kaget dan dengan cepat langsung memakai cadarnya karena suara itu terdengar dari seorang pria dan yang benar saja seorang pria sekitar berusia 50 tahunan langsung menghampiri Dhafian menuju meja makan.

Mata pria tersebut langsung melihat ke arah Aliza sudah selesai kembali memakai cadarnya.

"Jadi benar informasi yang aku dapatkan dari Arga?" tanya pria itu yang masih melihat ke arah Aliza.

"Jika Om ingin datang menemuiku dan maka mengabari terlebih dahulu, bukan datang begitu saja," sahut Dhafian.

"Ada hal penting yang harus kita bahas," ucap pria tersebut bernama Reno.

"Aku akan menyuruh pelayan membawa makanan ini ke kamarmu," ucap Dhafian secara tidak langsung menyuruh istrinya untuk meninggalkan mereka berdua.

Aliza mengangguk yang berdiri dari tempat duduknya.

"Kau melupakan ponselnya," ucap Dhafian yang tidak jadi membuat Aliza pergi dan melihat kembali ke arah suaminya yang mana mata Dhafian hanya tertuju pada ponsel itu agar diambil istrinya.

Aliza menarik nafas panjang yang mengambil ponsel tersebut dan entahlah apa dia akan menuruti permintaan Dhafian atau tidak. Aliza kemudian langsung meninggalkan tempat itu.

"Jadi benar kau menikahi wanita itu?" tanya Reno memastikan.

"Aku tidak bisa memperlambat rencanaku untuk mendekati wanita yang bernama Arum. Aku sudah capek menunggu waktu yang tepat dan ini adalah penyerangan yang dilakukan secara cepat dan terang-terangan.

"Tapi pernikahan yang kau lakukan akan bersifat fatal, mau harus tahu itu!" tegas Reno

"Aku memiliki rencana sendiri. Om tidak perlu khawatir!" ucap Dhafian.

"Kau yakin wanita itu bisa kamu manfaatkan dan bagaimana jika sebaliknya, bagaimana jika kehadirannya justru tidak berpengaruh apapun dan justru akan memperkeruh suasana!" ucap Reno.

Dhafian terdiam sesaat yang mencoba merenungi apa yang dikatakan Reno.

"Ingat Dhafian, mereka sedang mengincarmu dengan segala bukti yang mereka miliki dan sementara kau ingin membalaskan atas kematian kedua ayahmu! Tidak ada gunanya membawa wanita itu ke rumah ini yang justru kau akan terjebak nanti," ucap Reno mengingatkan pada keponakannya itu.

"Om tidak perlu khawatir. Aku tahu apa yang harus aku lakukan," ucapnya dengan sangat yakin.

Jika terjadi perdebatan antara Reno dan Dhafian. Maka Aliza yang berada di kamarnya terlihat begitu bingung. Aliza melihat ponsel yang diberikan suaminya di atas meja.

Jika tidak mematuhi perintah suaminya maka dia akan sangat berdosa dan jika dia mematuhi perintah suaminya dan itu artinya dia telah mengkhianati pamannya sendiri. Menjadi Aliza benar-benar sangat berat. Dhafian memperlakukan Aliza tidak sama dengan Arum. Aliza langsung terang-terangan diperintahkan oleh Dhafian.

"Ya Allah beri petunjuk apa yang harus hamba lakukan," batin Aliza dengan memejamkan matanya secara perlahan.

Aliza yang berusaha untuk tenang dan berserah diri kepada sang pencipta. Karena sesungguhnya Allah yang akan memberi jalan yang lurus itu.

***

Aliza berada di dalam mobil yang berhenti di depan rumah Lucky. Aliza ternyata tidak sendiri ada Dhafian di sampingnya.

"Kurang baik apa aku yang mengizinkanmu untuk menginap di rumah pamanmu. Bukankah kamu pasti sangat merindukan keluargamu," ucap Dhafian tersenyum kepada istrinya itu.

"Kamu mengizinkanku untuk menginap karena menginginkan sesuatu dariku," ucap Aliza.

"Untung saja kamu mengingatkannya. Jadi aku tidak perlu menyinggung hal itu lagi, aku hanya tinggal menerima hasilnya," ucap Dhafian yang terlihat begitu santai.

"Kenapa kamu harus mempercayaiku melakukan semua ini, aku sekarang berada di rumah pamanku dan bagaimana jika aku mengatakan yang sebenarnya kepadanya bahwa kamu memerintahkanku untuk melakukan sesuatu hal yang akan melibatkan kamu dalam urusan panjang. Kamu juga tidak bisa berbuat apapun karena aku berada di rumah ini dan artinya aku aman darimu," ucap Aliza.

"Entahlah, aku berpikir saja kalau kau tidak akan melakukan apapun selain perintah yang aku berikan," jawabnya dengan santai.

"Aliza, Kau adalah wanita yang sangat taat dengan agama dan aku tahu jika apa akibatnya sampai berdusta kepada suami dan apa lagi tidak patuh kepadanya!" tegas Dhafian yang menggunakan ketaatan sebagai senjatanya.

"Tetapi kepatuhan seorang Istri berdasarkan arahan dari suaminya yang baik," sahut Aliza.

"Kau selalu saja protes dan ujung-ujungnya menceramahi ku. Aku tidak menyuruhmu mencuri atau membunuh dan kau harus tahu jika aku menyuruhmu juga demi kebaikan dan kebaikan itu untukku," ucap Dhafian yang pasti punya seribu jawaban.

Aliza terdiam.

"Ayo turun! telingaku bisa sakit mendengar ceramahanmu yang banyak itu," ucap Dhafian

"Kamu ikut masuk ke dalam?" tanya Aliza.

"Aku harus menyapa keluargamu sebagai menantu yang memiliki sopan santun," jawab Dhafian tersenyum yang membuka sabuk pengamannya dan kemudian keluar dari kamar itu.

Aliza menarik nafas panjang dan kemudian membuang perlahan ke depan yang menyusul suaminya memasuki rumah.

"Assalamualaikum!" sapa Aliza yang ternyata langsung menghampiri meja makan yang melihat Lucky, Mayang dan Arum sedang sarapan.

Mereka bertiga jelas-jelas begitu terkejut melihat kedatangan Aliza dan di kaget lagi dengan pria yang berdiri di samping keponakan mereka.

"Aliza!" Lucky langsung menghentikan sarapannya dan berdiri dari tempat duduknya.

Aliza menghampiri Lucky dan Mayang yang mencium punggung tangan kedua orang yang sudah menjadi orang tuanya itu. Arum kelihatan masih sangat marah kepada Aliza yang seolah tidak sudi melihat sepupunya itu.

"Maaf jika kehadiranku mengganggu sarapan yang sangat nikmat ini," sahut Dhafian dengan santai tersenyum.

Lucky yang sudah menyimpan banyak kemarahan kepada laki-laki itu menghampiri Dhafian dengan mencengkram kerah baju Dhafian.

"Untuk apa kau menginjakkan kaki di rumahku! Pergi kau dari sini!" tegas Lucky mengusir dengan penuh amarah.

Dhafian tersenyum yang langsung menjatuhkan tangan itu.

"Santai saja. Aku memang akan pergi dan hanya ingin mengantar istriku saja yang merindukan keluarganya," ucap Dhafian.

"Sayang kamu bisa menghubungiku jika sudah ingin pulang, maka aku akan menjemputmu," ucap Dhafian berbicara begitu manis.

Aliza tidak merespon pembicaraan itu, suaminya tiba-tiba saja memanggil panggilan sayang yang membuat Aliza diri kebingungan dan sementara Arum pasti sakit telinga mendengar kata-kata manis itu.

"Kalau begitu aku permisi dulu, kalian lanjutkan saja sarapannya. Assalamualaikum!" ucap Dhafian yang tersenyum dengan menundukkan kepala dan pergi tanpa berdosa.

Bersambung....