jatuh cinta dengan pria seumuran itu adalah hal yang sudah biasa bukan?, namun bagaimana jika perasaan itu malah tertuju pada seorang pria dewasa yang seumuran dengan ayahnya?.
"hot, seksi, dan menggetarkan." gumam gadis beseragam SMA menatap tak berkedip pada tubuh tegap di depannya.
"Dasar gadis gila, menyingkirlah." penolakan terjadi, namun apakah gadis SMA itu menyerah?. ck, tentu saja tidak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mian Darika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Pagi pun telah menyapa, yang di sambut dengan hujan sedang yang sudah mengguyur jalanan kota.
Dan pagi pagi sekali, flor sudah berada di dapur yang di temani oleh bibi gunn dan juga beberapa pelayan lain yang sedang membantunya untuk menyiap kan sarapan pagi ini.
Padahal biasanya, flor sangat jarang melakukan hal seperti ini jika tidak ada hal yang penting untuknya atau pun sesuatu yang membuatnya merasa bersemangat dari biasanya, namun entah kenapa sedari tadi bibi gunn merasa ada yang tidak beres pada anak asuhnya itu.
Mulai bangun dari jam 4 pagi, keluar dari kamarnya dengan pakaian santai dan sopan, senyum tipis yang mengembang, dan hal itu bukan lah hal yang biasa di lakukan oleh seorang florencia.
Sebab jika flor sedang ingin memasak, dia hanya akan bangun sekitar jam 7 atau tidak 8 pagi. Itu pun dia hanya akan membantu para pelayan untuk menuang kan bumbu ke dalam masakan, bukan ikut memo tong daging atau pun sayuran secara langsung, karna itu adalah pekerjaan yang terkadang berhasil membuatnya merasa kesal sebab jarinya yang akan ikut ter iris oleh benda tipis dan tajam tersebut.
"Bagaimana bibi? Apa menurut mu ibu nya daddy akan menyukai ini?." Tanya nya pada bibi gunn yang ikut membantu menata menu sarapan ke atas meja.
Paruh bayar itu mengangkat alis sedikit bingung, namun beberapa detik selanjutnya ia mulai tersadar dengan alasan nona muda nya ini yang rela bangun pagi pagi buta hanya untuk memasak kan sarapan untuk ibu dari daddy nya.
Dan ternyata, nona flor nya ini ingin memasak kan makanan untuk oma nya.
"Mungkin saja nona, melihat menu yang anda buat adalah menu andalan di kediaman ini dan tentu saja ibu dari tuan stanley akan menyukainya." Mendengar itu, senyum flor semakin lebar saja dan tak sabar menunggu reaksi dari calon ibu mertuanya itu saat mencicipi masakan yang ia buat dengan sepenuh hati walau pun sedikit di bantu oleh para pelayan dan juga bibi gunn.
"Ya sudah, kalau begitu aku akan ke kamar dulu bibi. Aku akan membersih kan diri terlebih dahulu, lalu akan pergi ke kamar daddy ku untuk membangunkannya, sementara untuk oma...maksudnya bibi zelita biar kan saja dia turun ke meja makan dengan sendirinya, tidak perlu membangunkannya." Kata flor lagi hendak melangkah ke arah lift, namun lengannya di tahan oleh bibi gunn.
"Tunggu nona, kau bilang akan membangun kan tuan stanley ke kamarnya?." Flor mengangguk, sebagai jawaban. Membuat bibi gunn langsung menggeleng tidak setuju. "Tidak usah, biar kan pelayan saja yang membangun kan." Ucapnya lagi, membuat wajah flor berubah protes.
"Kenapa? Bukan kah selama ini aku sering melakukannya, terus kenapa tiba tiba bibi malah melarang ku." Bibir flor maju beberapa senti, merasa sedikit kesal dengan ucapan pengasuhnya itu.
Menghela nafas, bibi gunn meraih kedua sisi bahu flor agar menghadap lurus ke arahnya lalu berkata dengan lembut.
"Nona, aku tidak melarang mu.
Hanya saja situasi kali ini berbeda, saat ini mansion sedang kedatangan tamu yang tak lain adalah ibu dari tuan stanley sendiri. Dan kau tau, aku melihat dengan jelas jika wanita tua itu tidak terlalu menyukai atau tidak nyaman dengan kedekatan mu dengan putranya, dia seperti tidak terima jika gadis yang sudah sebesar ini memanggil putranya dengan sebutan daddy, dan aku hanya ingin kau menahan itu agar tidak terkesan berlebihan di matanya, sebab jika rasa tidak nyaman nya itu mulai besar, aku khawatir dia akan mengeluar kan kata kata yang menyakit kan untuk kau dengar."
Flor menunduk, merasa apa yang bibi gunn kata kan memang tidak lah salah. Namun dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia memang ingin membuat nyonya zelita merasa nyaman dan tentunya senang atas jamuan yang ia beri kan. Dan flor juga ingin membangun sikap yang baik di depan nyonya zelita, agar di kemudian hari ia bisa mengambil hati wanita itu tanpa usaha yang lebih.
"Baik lah bibi, tapi izin kan aku untuk tetap membangun kan daddy ya?. Aku tidak suka jika orang lain yang melakukan itu, dan aku berjanji aku tidak akan ketahuan oleh bibi zelita jika aku datang ke kamar putranya secara diam diam." Bibi gunn hanya bisa menggeleng kan kepala tak habis pikir menghadapi sikap keras kepala nona mudanya yang benar benar tidak biaa di bantah ini.
Sedang kan itu di tempat lain, kini remika si gadis centil dengan senyum tipisnya tampak berdiri di depan gerbang rumah daisy sembari menenteng tas sekolahnya.
Gadis itu jauh jauh datang ke sana hanya ingin mengambil buku pekerjaan rumah yang sempat di pinjam oleh daisy, padahal bisa saja ia mengambilnya di sekolah, namun entah apa yang dia kata kan ke pada daisy sehingga di sini lah dia berada.
Setelah pintu gerbang itu di buka, remika pun masuk mengikuti seorang pelayan yang menuntunnya.
Dan tak lama dari itu, senyum yang sedari tadi mengembang tiba tiba saja menghilang. Di ganti kan dengan perasaan aneh, dan jantungnya yang tiba tiba berdebar lebih keras.
"Mika, ku kira kau tak jadi datang. Ya sudah ayo sini bergabung lah. Aku baru saja duduk, dan lebih baik kau juga ikut agar kita bisa berangkat bersama ke sekolah setelah sarapan nanti." Kata daisy di kursinya sembari menunggu calon ibu barunya itu menung kan makanan ke dalam piringnya.
Terdiam beberapa saat, remika pun tersadar dari keterkejutannya, lalu kembali menampil kan senyum yang di paksa kan dan mulai melangkah ke arah meja makan di mana daisy berada.
"Duduk lah, aku akan mengambil kan makanan untuk mu juga." Ucap wanita yang merupa kan kekasih dari ayah daisy, wanita cantik dengan sikap yang begitu ramah.
Remika melirik ke arah levi ayah daisy, dan raut yang di tampil kan pria itu terkesan biasa saja.
Dan entah kenapa ada sesuatu yang tidak nyaman di hati remika, ia kesal dan juga sedih. Namun juga sadar jika apa yang terjadi dengan dirinya dan tuan levi merupa kan kesalahan, kesalahan yang di sengaja oleh remika sendiri tanpa sepengetahuan pria matang itu.
Di mana malam itu, remika membuat drama yang seakan akan dia telah di manfaat kan oleh levi yang sedang mabuk. Dengan pria itu yang menciumnya begitu intens, menganggap remika adalah kekasihnya.
Sampai akhirnya, ia dan tuan levi bermalam di sebuah kamar hotel yang tak jauh dari club malam tempatnya bertemu malam itu.
Dan kr esokan harinya, levi terbangun dengan keadaan kepala pusing serta tubuh polos yang hanya di tutupi oleh selimut tebal.
Laki laki itu bingung, merasa pusing dan juga tidak mengingat dengan baik apa yang terjadi di malam itu.
Sedang kan remika yang jelas jelas sadar, pagi pagi sekali keputusannya jadi berubah. Ia malah terpikir kan dampak fatal apa saja yang akan terjadi jika daisy atau pun kekasih tuan levi mengetahui hal tersebut.
Maka dari itu, remika memutus kan untuk pergi tanpa menunggu levi sadar apa lagi sampai pria itu melihatnya yang ada di kamar tersebut. Sebab yang levi tau, malam itu ia sedang bersama kekasihnya bahkan malam itu juga adalah malam panjang yang ia habis kan bersama velery, kekasih sekaligus calon istrinya yang sampai detik ini sangat di terima baik oleh daisy.
Rumit.
Di sepanjang pelajaran berlangsung, remika tampak lebih banyak melamun dan itu di sadari oleh flor yang duduk di sampingnya. Apa lagi hal itu adalah hal yang tak biasa gadis itu lakukan, bahkan jika gadis itu sedang di terpa masalah yang serius menyangkut hubungan kedua orang tuanya, hal itu tidak membuat semangatnya menjadi padam.
"Psstt...kau kenapa? Mengapa wajah mu terlihat jelek begitu." Bisik flor sembari sedikit menyikut lengan remika, membuat sang empu tersadar dan sedikit melirik ke arah florencia.
"Tidak apa apa, aku hanya sedikit lelah." Jawabnya, namun jawaban itu tidak cukup memuas kan bagi flor sendiri. "Apa ini berkaitan dengan paman levi?." Lanjut flor lagi, membuat remika menghela nafas kecil, lalu mengangguk dengan pasrah.
"Malam itu, aku melakukannya flor. Aku melakukan rencana itu bahkan sampai memanfaat kan keadaan saat paman levi sedang mabuk, dan kau tau?. Di menit menit terakhir saat aku terbangun, niat buruk ku itu langsung menghilang begitu saja. Aku menyesal, dan sedikit kecewa pada diri sendiri karna harus melakukan hal yang sangat rendahan untuk mendapat kan pria itu."
Flor menutup mulut tak percaya, ia pikir remika hanya bersandiwara atas ucapannya waktu itu. Namun siapa sangka, jika gadis di sampingnya ini tidak main main dengan ucapannya.
"Lalu bagaimana? Maksud ku, apa yang paman levi kata kan setelah malam panjang yang kalian habis kan bersama itu terjadi. Jangan bilang jika kau kabur dari penginapan saat paman levi masih terlelap, karna sedari kemarin aku tidak melihat sikap canggung yang pria itu tunjuk kan ke pada mu."
Remika menggeleng, lalu mengangguk membuat flor merasa bingung dengan jawabannya.
"Kau benar, aku kabur saat pagi pagi sekali dan sebelum paman levi terbangun dari tidurnya. Dan kau tau flor? Malam itu dia menganggap ku orang lain, ah lebih tepatnya ia menganggap ku wanita yang selama ini dia cintai. Wanita yang sampai kapan pun tidak akan bisa aku ganti kan, sebab bukan hanya paman levi saja yang mencintainya, tapi juga daisy yang sudah sangat setuju jika wanita itu yang akan menjadi ibu sambungnya nanti." Kedua sudut bibir remika tampak menukik ke bawah, dengan air mata yang menggenang di kelopak matanya.
Ia tau ini salah, namun dia juga tidak berani menunjuk kan rasa ketertarikannya terhadap levi secara terang terangan agar bisa mendapat kan jawaban untuk sikap dan perbuatannya di masa depan terhadap laki laki itu. Sebab ia yang merasa khawatir akan di tolak mentah mentah, dan tentunya jika daisy juga mengetahui hal itu maka remika yakin, jika hubungan pertemanan antara mereka tidak akan bisa seperti sekarang ini.
Tangan flor terulur, mengelus lembut punggung remika yang bergetar. Flor sendiri juga ikut merasa kan, bagaimana sulitnya untuk mengungkap kan perasaan suka terhadap pria matang yang memiliki usia jauh darinya.
Dan sekarang, flor juga merasa khawatir dengan perasaan yang selama ini mengganggunya. Perasaan yang ia pendam terhadap stanley, perasaan suka yang ia takut kan jika ia mengungkapkannya di akan di tolak bahkan laki laki itu akan menjaga jarak bahkan mengundur kan diri dari pekerjaannya saat ini.
Sedang kan itu di sebuah universitas pasca sarjana, kini selaah tampak memasang wajah kesal bercampur sedikit perasaan cemburu yang mulai mejalar.
Sebab beberapa waktu lalu, secara mengejut kan drako tiba tiba saja datang ke kampusnya. Pria itu tidak menemuinya, melain kan mengisi sebuah seminar yang merupa kan acara rutin yang di adakan pihak kampus setiap satu bulan sekali, dan entah bagaimana laki laki itu lah yang mengisi seminar tersebut.
Namun saat di tengah acara berlangsung, tak sengaja kedua tatapan mereka bertemu. Dan sialnya drako yang memutus kan kontak mata itu lebih dulu, membuat perasaan tak suka muncul tiba tiba membuat selaah langsung mengumpati kasar pria tersebut.
Setelah acara seminar itu selesai, selaah pun melipir ke area kamar mandi terlebih dahulu sebelum kembali ke apartemen.
Dan saat ia masuk ke kawasan itu, suara beberapa mahasiswi yang juga berada di tempat seminar yang sama dengan selaah mulai terdengar bergosip. Dan tentu saja yang menjadi bahan pembicaraan mereka saat itu adalah sosok drako, di mana wajah serta pembawaannya yang membuat para wanita tersebut ingin sekali mendekatinya. Hanya saja mereka tidak punya kesempatan untuk itu, karna salah satu dosen wanita yang terlihat menempel ke mana pun drako melangkah selama dia berada di kampus tersebut.
Tak hanya sampai di situ saja, selaah juga tak sengaja melihat dosen wanita yang terkenal itu berjalan bersama drako ke sebuah mobil hitam yang ada di parkiran, yang selaah yakini adalah mobil milik drako.
"Dasar baj!ngan, berani sekali dia bermulut manis beberapa hari yang lalu mengata kan akan memperbaiki semuanya. Namun lihat lah apa yang dia lakukan sekarang, mengantar pulang wanita lain saat kekasihnya tidak membawa kendaraan, dasar brengsek!." Gumam selaah tanpa sadar, tak menyadari ucapannya yang jelas jelas masih menganggap drako sebagai kekasihnya.
Sepulangnya dari sekolah, flor tak langsung kembali ke mansion kakeknya. Gadis itu menutus kan untuk mampir sebentar ke salah satu mall, guna membeli beberapa pasang baju yang akan ia pakai saat nyonya zelita masih berada di mansion.
Gadis itu sudah memutus kan untuk mengambil hati nyonya zelita terlebih dahulu, sebelum melangkah untuk mendapat kan hati putranya.
Nyonya zelita sendiri mengurung kan niatnya untuk pulang, karna stanley yang masih belum jelas memutus kan apa dia akan datang ke acara penting itu atau tidak.
Sebab nyonya zelita tidak ingin membuat calon menantunya merasa kecewa karna tau jika stanley masih mempertimbang kan untuk hadir ke acara tersebut.
Setelah hampir 30 menit bekeliling, flor pun memutus kan untuk pulang karna apa yang ia cari sudah ia dapat kan.
"Nona, apa kita akan langsung pulang?." Tanya supir yang menjemputnya, dan flor mengangguk untuk itu.
Di dalam perjalanan pulang, senyum flor tak berhenti untuk mengembang membuat supir di depan sana merasa kan juga, jika saat ini nona muda nya sedang merasa bahagia dan entah apa penyebabnya.
Tak terasa mobil yang menjeput flor sudah sampai di parkiran mansion, namun pandangannya sedikit menyipit kala tak sengaja melihat sebuah mobil yang tampak asing di matanya.
"Paman, itu mobil siapa?." Tanya flor membuat sang supir hendak menjawab, namun gelak tawa dari ruangan utama membuatnya mengurung kan niat.
Mendengar hal itu, flor tak menunggu lagi jawaban si supir. Ia lebih memilih untuk melangkah lebih cepat ke arah ruang utama di mana di sana biasanya para tamu akan berkumpul, dan benar saja.
Saat ia masuk, ia langsung di sambut oleh gelak tawa yang menggelegar dari dua wanita berbeda usia.
"Nona, kau sudah pulang?!." Suara bibi gunn yang menyambut flor membuat tawa dua wanita tadi langsung terhenti, dan mereka berdua pun langsung menoleh ke arah pintu masuk di mana di sana flor masih berdiri menatap ke arah mereka dengan tatapan yang rumit.
"Siapa?." Tanya salah satu wanita pada wanita lain yang tak lain adalah nyonya zelita.
Paruh baya itu menoleh lalu tersenyum sembari menjawab. "Dia cucu dari tuan gordon, dan dia lah gadis yang selama ini memanggil stanley dengan sebutan daddy." Ucapnya membuat wanita di depannya mengangguk kecil, lalu menatap kembali ke arah flor yang kini sudah bisa mengontrol mimik wajahnya.
"Hai?." Sapa wanita tadi, membuat flor mengangkat alis kurang minat untuk membalas.
"Perkenal kan dia medy, calon istri stanley." Ucap nyonya zelita kembali bersuara, sebab menyadari jika flor sepertinya tak begitu suka melihat kedatangan calon menantunya itu.
Dan ya, mendengar hal itu tiba tiba saja ada bara api yang menghantam dada florencia. Begitu panas, dan rasanya ia ingin sekali menangis karna merasa tak kuat saat mendengar pernyataan tersebut.
Bibi gunn yang ada di samping flor kini mulai memegang bahu anak asuhnya itu, sedikit menyadar kan dari keterpakuan yang sesaat.
"Oh, benar kah? Aku baru tau akan hal itu. Jika ternyata daddy sudah memiliki calon istri, sebab selama ini dia tidak pernah terlihat atau pun terdengar dekat dengan wanita mana pun, paling tidak sekedar membicara kan hal seperti itu di depan ku atau pun kakek." Kata flor merespon berita yang berhasil membuatnya merasa kecewa serta cemburu secara bersamaan.
"Kau benar, stanley memang seperti itu flor. Dia tidak akan pernah mencerita kan hubungan pribadinya ke pada orang yang menurutnya tidak terlalu penting." Kata nyonya zelita menyindir dengan halus. "Ah...maksud ku orang lain yang bukan dari keluarganya, kau mengerti bukan?." Sambungnya dengan senyum manis di bibirnya, namun ucapannya barusan jelas jelas tengah menyinggung status flor di mata stanley.
Flor tak langsung membalas ucapan tersebut, ia hanya tersenyum kecil lalu mengangguk membenar kan ucapan nyonya zelita.
"Ya bibi benar, karna bagaimana pun aku ini bukan lah anak kandungnya daddy. Dan kami juga tidak memiliki status sebagai anak dan orang tua secara resmi, jadi aku juga tau jika tidak semua hal yang daddy lakukan aku ketahui atau pun harus mengetahuinya." Suara flor terdengar biasa saja, seakan akan dia tak terpengaruh dengan berita tersebut.
"Ya sudah, kalau begitu aku akan ke atas dulu bibi. Silah kan lanjut kan obrolan kalian, permisi." Flor pun pergi dari sana tanpa menunggu ucapan balasan dari kedua wanita yang berbeda usia itu.
Sesampainya di kamar, flor langsung membuka seragam sekolahnya satu persatu menyisa kan daleman atas bawah, lalu melangkah ke arah kamar mandi dan menuju bathub yang sudah di isi oleh air hangat dengan wewangian serta kelopak mawar di atasnya.
Dan itu semua bibi gunn lah yang menyiap kan setiap flor pulang sekolah, agar anak asuhnya tersebut bisa langsung membersih kan diri terlebih dahulu sebelum makan malam tiba.
Setelah berendam selama 5 menit, flor pun mulai merasa rileks. Menikmati air hangat serta wangi buah yang di hasil kan dari sabun yang sering ia pakai, nafasnya juga mulai teratur serta pikiran yang sudah mulai tertata tidak ingin memikir kan hal hal yang nantinya hanya akan membuatnya semakin sedih.
"Tenang lah flor, kejutan ini tidak akan membuat situasi yang kau ingin kan menghilang begitu saja. Mereka belum menikah bukan? Jadi tidak ada yang tau hal apa yang akan terjadi pada hubungan mereka ke depannya seperti apa, dan seharusnya kau memanfaat kan itu semua untuk membukti kan kemungkinan perasaan yang selama ini kau simpan akan terbalas kan atau mungkin sebaliknya. Kau harus siap flor, dan berani mengata kan itu sebelum semuanya menjadi terlambat. Sebab di kamus florencia 'tidak ada yang namanya merebut sesuatu, sebelum sesuatu itu menjadi hak milik yang sudah mutlak'." Gumamnya, memantap kan tekad untuk mengungkap kan perasaannya pada stanley sebelum pernikahan antara pria itu dan medy terjadi.
Malam pun menyapa, dan kini di meja makan yang biasanya hanya akan di isi oleh 3 orang kini sudah di isi oleh 4 orang.
"Maaf ley, aku tidak mengabari mu lebih dulu jika aku akan datang berkunjung ke sini. Tapi setidaknya aku sudah memberitahu ibu dan dia juga sudah meminta izin pada tuan gordon akan kedatangan ku, dan kabar baiknya dia menyetujui bahkan meminta ku untuk tinggal lebih lama agar cucunya juga bisa mendapat kan teman untuk berbincang." Kata medy memberitahu stanley yang kini juga sudah duduk di salah satu kursi yang ada di sana sembari menyantap menu makan malam yang di saji kan.
Stanley tak langsung merespon, ia lebih dulu melirik ke arah ibunya yang tampan tersenyum ke arah medy yang terlihat malu malu menatap putranya.
Sedang kan flor, jangan di tanya. Gadis itu memilih untuk terlihat tak kasat mata seakan akan dia memiliki dunianya sendiri, karna tidak ingin terlibat dalam pembicaraan serius tersebut.
"Hm, lagi pula ibu juga akan tinggal di sini beberapa hari ke depan. Karna setelah ia sudah merasa bosan, maka dia akan kembali ke leesburg." Kata stanley mencoba menjaga situasi di meja makan, sebab sejujurnya bukan itu yang ingin dia kata kan.
Apa lagi mengenai medy yang datang secara tiba tiba.
Mata stanley bergerak, melirik ke arah gadis yang biasanya akan banyak berbicara mencerita kan semua hal yang ia alami satu hari ini.
Namun sayang, flor tak bersuara dan kini hanya fokus pada makanan yang ada di piringnya. Dan itu membuat stanley merasa cukup heran, dan mulai menerka nerka apa penyebabnya.
Setelah acara makan malam itu selesai, semua orang pun sudah kembali ke kamarnya masing masing termasuk para pelayan yang kamarnya berada di gedung berbeda di mansion itu.
Dan sekitar jam 11 malam, flor pun yang tidak bisa tidur kini memutus kan untuk keluar sebentar di sekitar taman indoor yang letaknya di lantai dasar dan tak begitu jauh dari dapur.
Mengambil jubah piyamanya yang tipis, flor pun keluar dari kamarnya lalu berjalan dengan santai ke arah lift sembari sesekali megusap lengannya yang di terpa angin malam melalui fentilasi jendela.
Dan tak sengaja, matanya menagkap sebuah ruangan yang lampunya masih menyala, dan itu ada di ujung lorong tempat di mana ruangan stanley berada.
Flor menggigit bibir, merasa bingung antara melanjut kan langkahnya ke arah tujuan utamanya tadi, atau memilih untuk melangkah ke arah ruangan yang masih menyala itu.
"Nona, kau sudah pulang?!." Suara bibi gunn yang menyambut flor membuat tawa dua wanita tadi langsung terhenti, dan mereka berdua pun langsung menoleh ke arah pintu masuk di mana di sana flor masih berdiri menatap ke arah mereka dengan tatapan yang rumit.
"Siapa?." Tanya salah satu wanita pada wanita lain yang tak lain adalah nyonya zelita.
Paruh baya itu menoleh lalu tersenyum sembari menjawab. "Dia cucu dari tuan gordon, dan dia lah gadis yang selama ini memanggil stanley dengan sebutan daddy." Ucapnya membuat wanita di depannya mengangguk kecil, lalu menatap kembali ke arah flor yang kini sudah bisa mengontrol mimik wajahnya.
"Hai?." Sapa wanita tadi, membuat flor mengangkat alis kurang minat untuk membalas.
"Perkenal kan dia medy, calon istri stanley." Ucap nyonya zelita kembali bersuara, sebab menyadari jika flor sepertinya tak begitu suka melihat kedatangan calon menantunya itu.
Dan ya, mendengar hal itu tiba tiba saja ada bara api yang menghantam dada florencia. Begitu panas, dan rasanya ia ingin sekali menangis karna merasa tak kuat saat mendengar pernyataan tersebut.
Bibi gunn yang ada di samping flor kini mulai memegang bahu anak asuhnya itu, sedikit menyadar kan dari keterpakuan yang sesaat.
"Oh, benar kah? Aku baru tau akan hal itu. Jika ternyata daddy sudah memiliki calon istri, sebab selama ini dia tidak pernah terlihat atau pun terdengar dekat dengan wanita mana pun, paling tidak sekedar membicara kan hal seperti itu di depan ku atau pun kakek." Kata flor merespon berita yang berhasil membuatnya merasa kecewa serta cemburu secara bersamaan.
"Kau benar, stanley memang seperti itu flor. Dia tidak akan pernah mencerita kan hubungan pribadinya ke pada orang yang menurutnya tidak terlalu penting." Kata nyonya zelita menyindir dengan halus. "Ah...maksud ku orang lain yang bukan dari keluarganya, kau mengerti bukan?." Sambungnya dengan senyum manis di bibirnya, namun ucapannya barusan jelas jelas tengah menyinggung status flor di mata stanley.
Flor tak langsung membalas ucapan tersebut, ia hanya tersenyum kecil lalu mengangguk membenar kan ucapan nyonya zelita.
"Ya bibi benar, karna bagaimana pun aku ini bukan lah anak kandungnya daddy. Dan kami juga tidak memiliki status sebagai anak dan orang tua secara resmi, jadi aku juga tau jika tidak semua hal yang daddy lakukan aku ketahui atau pun harus mengetahuinya." Suara flor terdengar biasa saja, seakan akan dia tak terpengaruh dengan berita tersebut.
"Ya sudah, kalau begitu aku akan ke atas dulu bibi. Silah kan lanjut kan obrolan kalian, permisi." Flor pun pergi dari sana tanpa menunggu ucapan balasan dari kedua wanita yang berbeda usia itu.
Sesampainya di kamar, flor langsung membuka seragam sekolahnya satu persatu menyisa kan daleman atas bawah, lalu melangkah ke arah kamar mandi dan menuju bathub yang sudah di isi oleh air hangat dengan wewangian serta kelopak mawar di atasnya.
Dan itu semua bibi gunn lah yang menyiap kan setiap flor pulang sekolah, agar anak asuhnya tersebut bisa langsung membersih kan diri terlebih dahulu sebelum makan malam tiba.
Setelah berendam selama 5 menit, flor pun mulai merasa rileks. Menikmati air hangat serta wangi buah yang di hasil kan dari sabun yang sering ia pakai, nafasnya juga mulai teratur serta pikiran yang sudah mulai tertata tidak ingin memikir kan hal hal yang nantinya hanya akan membuatnya semakin sedih.
"Tenang lah flor, kejutan ini tidak akan membuat situasi yang kau ingin kan menghilang begitu saja. Mereka belum menikah bukan? Jadi tidak ada yang tau hal apa yang akan terjadi pada hubungan mereka ke depannya seperti apa, dan seharusnya kau memanfaat kan itu semua untuk membukti kan kemungkinan perasaan yang selama ini kau simpan akan terbalas kan atau mungkin sebaliknya. Kau harus siap flor, dan berani mengata kan itu sebelum semuanya menjadi terlambat. Sebab di kamus florencia 'tidak ada yang namanya merebut sesuatu, sebelum sesuatu itu menjadi hak milik yang sudah mutlak'." Gumamnya, memantap kan tekad untuk mengungkap kan perasaannya pada stanley sebelum pernikahan antara pria itu dan medy terjadi.
Malam pun menyapa, dan kini di meja makan yang biasanya hanya akan di isi oleh 3 orang kini sudah di isi oleh 4 orang.
"Maaf ley, aku tidak mengabari mu lebih dulu jika aku akan datang berkunjung ke sini. Tapi setidaknya aku sudah memberitahu ibu dan dia juga sudah meminta izin pada tuan gordon akan kedatangan ku, dan kabar baiknya dia menyetujui bahkan meminta ku untuk tinggal lebih lama agar cucunya juga bisa mendapat kan teman untuk berbincang." Kata medy memberitahu stanley yang kini juga sudah duduk di salah satu kursi yang ada di sana sembari menyantap menu makan malam yang di saji kan.
Stanley tak langsung merespon, ia lebih dulu melirik ke arah ibunya yang tampan tersenyum ke arah medy yang terlihat malu malu menatap putranya.
Sedang kan flor, jangan di tanya. Gadis itu memilih untuk terlihat tak kasat mata seakan akan dia memiliki dunianya sendiri, karna tidak ingin terlibat dalam pembicaraan serius tersebut.
"Hm, lagi pula ibu juga akan tinggal di sini beberapa hari ke depan. Karna setelah ia sudah merasa bosan, maka dia akan kembali ke leesburg." Kata stanley mencoba menjaga situasi di meja makan, sebab sejujurnya bukan itu yang ingin dia kata kan.
Apa lagi mengenai medy yang datang secara tiba tiba.
Mata stanley bergerak, melirik ke arah gadis yang biasanya akan banyak berbicara mencerita kan semua hal yang ia alami satu hari ini.
Namun sayang, flor tak bersuara dan kini hanya fokus pada makanan yang ada di piringnya. Dan itu membuat stanley merasa cukup heran, dan mulai menerka nerka apa penyebabnya.
Setelah acara makan malam itu selesai, semua orang pun sudah kembali ke kamarnya masing masing termasuk para pelayan yang kamarnya berada di gedung berbeda di mansion itu.
Dan sekitar jam 11 malam, flor pun yang tidak bisa tidur kini memutus kan untuk keluar sebentar di sekitar taman indoor yang letaknya di lantai dasar dan tak begitu jauh dari dapur.
Mengambil jubah piyamanya yang tipis, flor pun keluar dari kamarnya lalu berjalan dengan santai ke arah lift sembari sesekali megusap lengannya yang di terpa angin malam melalui fentilasi jendela.
Dan tak sengaja, matanya menagkap sebuah ruangan yang lampunya masih menyala, dan itu ada di ujung lorong tempat di mana ruangan stanley berada.
Flor menggigit bibir, merasa bingung antara melanjut kan langkahnya ke arah tujuan utamanya tadi, atau memilih untuk melangkah ke arah ruangan yang masih menyala itu.
"Apa aku cantik dad?." Pertanyaan itu lolos begitu saja yang tentunya dengan unsur kesengajaan yang di lakukan gadis itu, dengan wajahnya yang semakin mendekat membuat stanley mengerut kan alis tak mengerti dengan pertanyaan yang begitu tiba tiba serta gestur tubuh yang terkesan berani itu.
"Siapa yang lebih cantik, aku atau wanita itu, hm?." Semakin bingung lah stanley mendapat kan flor yang seperti ini, apa lagi sorot matanya yang begitu serius begitu membingung kan bagi stanley.
"Ada apa dengan mu nona, Apa kau sedang mengikuti pentas seni peran? jadi kau bersikap seperti ini." Tebak stanley membuat flor sebal, dan langsung menjauh kan wajahnya sembari mengelak dengan tegas.
"Tentu saja tidak." Flor menjawab, sembari menggeleng tak membanar kan ucapan daddy nya itu.
"Terus, apa yang sedang kau lakukan sekarang? mengapa bersikap aneh dan lancang seperti ini. Kau sendiri tau bukan jika kita berdua tidak memiliki ikatan darah, jadi menjauh lah dan jangan bersikap seperti ini lagi, terlebih dengan pria dewasa sepeerti ku di luaran sana." Ucap stanley sembari melepas kan belitan tangan flor di lehernya.
"Ck, dasar pria tua menyebal kan. Mengapa berpura pura bodoh dan polos seperti itu ha? Aku ini sedang menggoda mu tuan, jadi tidak usah bersandiwara seakan akan kau tidak paham dengan sikap ku tadi."
Ha..ha....ha...ha....ha.....
Tiba tiba saja tawa stanley langsung pecah, membuat wajah flor berubah kesal melihatnya.
"Kau ingin menggoda ku nona? Sedang latihan merayu pemuda yang sering bersama mu itu?." Tebaknya pada ranov yang sering kali menempel pada nona mudanya ini. "Ohh astaga kau benar benar sudah besar jika begitu. Aku benar benar tak menyangka jika barusan adalah usaha mu untuk menggoda lawan jenis, ku pikir kau hanya ingin bermanja dengan cara yang baru ke pada ku seperti biasanya." Celetuk stanley setelah menyelesai kan tawa renyahnya itu, membuat wajah flor langsung memerah karna malu dan juga kesal.
"Jika demikian seperti itu, aku saran kan untuk tidak usah melakukan hal itu nona, lebih baik belajar saja yang baik agar kakek mu semakin bangga melihat cucunya yang semakin hari semakin pintar. Dan untuk masalah asmara, jalani saja seperti biasanya dengan membatasi skinship yang berlebihan yang sering kali kalian lakukan, karna mengingat usia kalian berdua yang belum legal melakukan hal yang terlalu jauh." Ucap stanley memberi petuah, seolah olah dia lah ayah yang baik untuk putrinya.
"Keterlaluan, kau sedang meledek ku seperti anak kecil? Apa kau tidak lihat tubuh ku ini dad, umur ku memang belum genap 17 tahun namun penampilan ku berkata lain bahkan lebih unggul dari pada calon tunangan mu itu."
Brakkk.....
Setelah mengata kan hal barusan, flor langsung pergi dari sana dan tak lupa menutup pintu dengan cara di banting.
Sedang kan itu, stanley yang sempat menertawa kan aksi flor barusan langsung mengumpat dengan kasar setelah pintu ruang kerjanya di tutup dengan rapat.
"Sial, tupai kecil itu sudah bisa mengusik naga buas dari tidurnya. Dan untung saja ia tak sampai terbangun, karna jika saja ia melakukannya maka habis sudah harga dirinya yang mampu di takluk kan oleh tupai kecil nakal yang baru saja belajar berjalan." Stanley merasa jika saat ini suhu tubuhnya kembali terasa hangat, jadi alih alih kembali melanjut kaj acara berpakaiannya, ia lebih memilih untuk kembali ke kamar mandi.
Sementara itu di tempat yang berbeda, kini selaah sedang berada di sebuah pesta milik temannya yang di adakan di sebuah club malam yang terkenal di washington. Wanita itu tampak anggun dan seksi dengan gaun merah maroonnya yang di padukan dengan heels berwarna hitam, serta gaya rambut yang di gerai setengah menutupi punggung polosnya yang terekspos.
"Selamat ulang tahun lusy, aku benar benar tak menyangka jika kau juga tinggal di sini. Padahal beberapa tahun yang lalu akuu mendengar jika kau ikut suami mu ke negara tetangga, benar bukaan."
"Ha...ha...ha, terima kasih sebelumnya lea kau sudah mau menyempat kan diri untuk hadir di acara ini. Padahal aku pikir kau mungkin akan sibuk apa lagi sebentar lagi acara kelulusan mu, dan untuk ucapan mu tadi itu memang lah benar. Jika aku sempat tinggal bersamanya di sana beberapa tahun, hanya saja takdir ku memang bukan menua bersamanya, sehingga kami memutus kan untuk berpisah secara baik baik karna ada beberapa hal yang membuat kami berdua tidak cocok lagi." Kata lusy begitu tenang saat mengatakannya, membuat selaah yang sempat tak enak hati langsung tersenyum sebagai balasan.
Waktu pun berlalu begitu saja, sampai tak terasa pertengahan acara pun di mulai setelah lusy memotong kuenya.
"Baik lah teman teman, malam ini silahkan nikmati lah pestanya. Dan aku harap bagi kalian yang masih sendiri, kalian bisa mendapat kan pasangan yang tak di sangka sangka di pesta sini sehingga berakhir menjadi pasangan kekasih sampai ke jenjang yang serius." Teriak lusy setengah mabuk, membuat ucapannya begitu tak teratur. Namun para tamu tetap bersorak heboh, menyetujui apa yang di sampai kan oleh pemilik pesta.
Selaah duduk di kursi yang ada di depan bartender sembari meneguk wiski yang di tangannya, wanita itu sedang santai menikmati minumannya dengan pelan sembari mengecek isi pesan yang di kirim kan oleh kakaknya.
"Permisi nona, apa aku boleh bergabung?." Ucap seorang pria yang belum lama berkenalan dengan selaah, dan itu di kenal kan oleh lusy.
"Tuan drew? Ah silahkan, kau bisa duduk di mana pun."
"Termasuk di bawah mu?." Senyum selaah luntur, saat sadar jika pria di sampingnya ini sedang mabuk, apa lagi ucapannya barusan yang terdengar tidak sopan.
"Tidak, kau bisa duduk di kursi kosong tuan." Jawab selaah cepat, tanpa kembali menoleh pada pria tua yang umurnya hampir setara dengan ayah angkatnya dulu.
"Kau cantik nona, lusy tak pernah cerita jika dia memiliki teman seperti mu." Ucap pria tua bernama drew itu, di mana tangannya sudah bergerak ingin menyentuh paha milik selaah.
"Ekehem, ada apa dengan tangan anda tuan? Sepertinya gejala stroke sudah mulai terlihat, bukan kah begitu?." Kata selaah membuat tuan drew menarik tangannya dan memasang wajah tersinggung mendengar selaah berkata demikian.
"Apa maksud mu? Tentu saja tidak, walau pun aku ini sudah tua, namun stamina ku masih setara dengan pria matang berusia 30 an, apa kau mau mencobanya, nona selaah?."
Bughhh......
"Dasar singkong tua."