NovelToon NovelToon
Istri Kedua Suamiku

Istri Kedua Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Kehidupan di Kantor / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Suami ideal
Popularitas:33.3k
Nilai: 5
Nama Author: ARSLAMET

Sebuah keluarga yang harmonis dan hangat,
tercipta saat dua jiwa saling mencinta dan terbuka tanpa rahasia.
Itulah kisah Alisya dan Rendi—
rumah mereka bagaikan pelukan yang menenangkan,
tempat hati bersandar tanpa curiga.

Namun, kehangatan itu mendadak berubah…
Seperti api yang mengelilingi sunyi,
datanglah seorang perempuan, menembus batas kenyataan.

“Mas, aku datang...
Maaf jika ini bukan waktu yang tepat...
Tapi aku juga istrimu.”

Jleebb...
Seketika dunia Alisya runtuh dalam senyap.
Langit yang dulu biru berubah kelabu.
Cinta yang ia jaga, ternyata tak hanya miliknya.

Kapan kisah baru itu dimulai?
Sejak kapan rumah ini menyimpan dua nama untuk satu panggilan?

Dibalut cinta, dibungkus rahasia—
inilah cerita tentang kesetiaan yang diuji,
tentang hati yang terluka,
dan tentang pilihan yang tak selalu mudah.

Saksikan kisah Alisya, Rendi, dan Bunga...
Sebuah drama hati yang tak terucap,
Namun terasa sampai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARSLAMET, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Se Hangat sambutan , Setegas batasan

Dua hari setelah izin tidak masuk kerja, Bunga akhirnya kembali ke kantor.

Langkahnya mantap saat memasuki lobi utama. Wajahnya terlihat elegan, seolah menyembunyikan kelelahan yang belum sepenuhnya reda. Rambutnya diikat sederhana, dan blazer abu lembut yang ia kenakan membuatnya tampak tenang sekaligus profesional.

Di depan ruang direktur, ia berhenti sejenak, menarik napas pelan. Pintu terbuka sebelum sempat ia mengetuk. Rendi berdiri di ambang, menyambutnya dengan senyum hangat.

“Selamat datang kembali, Bunga,” sapanya lembut. “Senang bisa melihatmu lagi di sini.”

Bunga membalas dengan senyum kecil. “Terima kasih, Pak Rendi.”

“Ayahmu… bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Rendi, nadanya penuh perhatian.

“Sudah membaik, alhamdulillah. Sekarang beliau sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Kata dokter, kondisinya mulai stabil,” jawab Bunga dengan mata berbinar sedikit lega.

Rendi mengangguk. “Syukurlah… aku turut bahagia mendengarnya. Jangan sungkan kalau butuh waktu untuk menemaninya. Pekerjaan bisa menyusul, kesehatan keluarga yang utama.”

Bunga tersenyum lebih tulus. “Terima kasih, Pak. Saya benar-benar menghargai pengertiannya.”

...****************...

Waktu istirahat siang pun tiba. Beberapa staf sudah mulai keluar ruangan, sebagian menuju kantin, sebagian lagi duduk santai di ruang makan kecil kantor. Rendi baru saja merapikan berkas di mejanya ketika seseorang dari resepsionis mengabari bahwa ada tamu yang menunggunya di lobi.

Begitu keluar dari lift, langkah Rendi otomatis melambat. Sosok yang berdiri di dekat sofa putih lobi itu membuat hatinya hangat seketika.

Alisya—istrinya—tampak menawan dalam balutan busana muslimah berwarna lembut. Kerudung segi empat yang ia kenakan diikat sederhana ke leher, berwarna putih bersih, mencerminkan keteduhan wajahnya. Tatapan mata Alisya yang lembut langsung bertemu dengan mata Rendi.

Rendi tersenyum lebar. “Lho, kamu ke sini?” tanyanya, sedikit terkejut namun jelas senang.

“Aku bawain makan siang,” jawab Alisya sambil mengangkat kantong kain kecil yang ia bawa. “Kupikir kamu pasti belum sempat makan.”

Tepat saat itu, Bunga dan beberapa staf lain keluar dari lift. Mereka tertegun melihat kedekatan Rendi dengan wanita cantik yang tak lain adalah istrinya. Bunga sempat menahan langkahnya sejenak, namun akhirnya menghampiri dengan senyum sopan.

“Permisi, Pak. Ini istrinya, ya?” tanya salah satu staf dengan nada riang.

Rendi mengangguk. “Iya, ini istri saya, Alisya.”

Bunga ikut tersenyum dan menyapa dengan ramah. “Salam kenal, Bu Alisya. Saya Bunga.”

Mata Alisya memerhatikan Bunga sejenak. Ada kehangatan sekaligus rasa ingin tahu yang terpancar dari sorot matanya. Ia menoleh ke Rendi dengan tatapan bertanya yang samar—mengangkat alisnya sedikit sambil berbisik, “Itu… Bunga yang kamu cerita itu?”

Rendi mengangguk pelan, mengerti arah pertanyaannya.

Alisya pun membalas senyum Bunga. “Senang akhirnya bisa bertemu. Terima kasih ya, sudah banyak bantuin suami saya di kantor.”

Bunga tersipu. “Sama-sama, Bu. Saya cuma menjalankan tugas.”

“Eh, kami duluan ya ke kantin, Pak,” kata salah satu staf. Mereka pun pamit dan meninggalkan Rendi dan Alisya yang tampak tengah larut dalam momen kebersamaan.

Rendi mengajak Alisya naik ke lantai atas, ke ruang makan kecil khusus manajemen yang jarang digunakan. Di sana hanya ada satu meja panjang dan beberapa kursi, tapi Alisya memilih duduk di ujung dekat jendela, di kursi berdua yang terpisah dari yang lain.

Mereka membuka bekal yang Alisya bawa bersama—nasi hangat, ayam bakar madu, sayur bening, dan sambal tomat buatan sendiri. Aromanya langsung memenuhi ruangan.

Rendi mencicipi satu suap, kemudian menatap istrinya dengan senyum tak bisa ditahan. “Kamu selalu tahu kapan aku butuh ini.”

Alisya tertawa kecil. “Intuisiku sebagai istri kuat banget.”

Mereka makan sambil berbagi cerita ringan, sesekali tertawa. Beberapa staf yang lewat tak sengaja melihat ke arah mereka dan saling berbisik. Bukan karena rasa ingin tahu semata, tapi karena melihat sisi Rendi yang berbeda—lebih hangat, lebih manusiawi, lebih… mencintai.

...****************...

Selesai makan, Alisya membereskan bekal lalu berdiri. “Aku balik dulu, ya. Mau mampir ke toko sebentar.”

Rendi mengangguk. “Hati-hati di jalan.”

Saat berjalan ke arah pintu, Alisya melihat Bunga yang sedang berbicara dengan staf di sudut ruangan. Ia menghampiri dengan langkah ringan lalu meraih tangan Bunga perlahan.

“Bunga,” katanya sambil menatap lembut, “kapan-kapan mampir ke rumah, ya?”

Bunga sempat terkejut. “Ke rumah, Bu?”

“Iya. Anggap aja ini ucapan terima kasih karena kamu sudah bantuin suami saya kerja. Aku suka kalau bisa kenal lebih dekat sama orang-orang baik yang ada di sekelilingnya.”

Bunga terdiam sejenak, lalu tersenyum pelan. “Insya Allah, Bu. Terima kasih banyak ajakannya.”

Mereka berpelukan sebentar. Alisya kemudian pamit dan pergi, meninggalkan aroma lembut dari parfum bunganya dan perasaan hangat yang tersisa.

Bunga berdiri di tempatnya, masih tertegun. Tak bisa dipungkiri, ada rasa canggung, ada rasa hangat. Ia tak tahu persis apa yang ia rasakan. Yang ia tahu, pagi ini ia kembali ke kantor membawa beban, dan kini—tanpa ia sangka—ia membawa pulang sesuatu yang lain. Mungkin itu rasa diterima. Mungkin itu bentuk kecil dari kedamaian.

Dan Rendi, dari kejauhan, melihat interaksi mereka dengan tenang. Ia tidak berkata apa-apa. Tapi sorot matanya bicara banyak: tentang syukur, tentang keluarga, tentang bagaimana sebuah hubungan bisa saling menguatkan—di dalam dan di luar ruang kerja.

...****************...

Bunga kembali duduk di kursinya, namun pikirannya masih tertinggal di momen tadi. Jemari tangannya bermain di atas meja, tak sadar menggulung ujung kertas memo yang tak sengaja terbawa.

Ia menghela napas pelan, lalu bergumam dalam hati.

"Orangnya… jauh lebih hangat dari yang aku bayangkan."

Tatapannya menerawang ke luar jendela kantor yang memperlihatkan langit siang yang mulai beranjak mendung. Sesuai dengan apa yang ia rasakan. Tenang, tapi ada awan yang belum sepenuhnya pergi dari dadanya.

"Istrinya… secantik itu. Tapi bukan cuma cantik. Lembut. Wibawa. Dan... nggak ada sedikit pun nada curiga atau cemburu tadi. Justru malah ngajak aku ke rumahnya."

Ia menatap ke telapak tangannya, seolah masih merasakan sentuhan Alisya beberapa menit lalu.

"Apa dia tahu aku sempat... merasa dekat dengan Pak Rendi? Atau aku aja yang terlalu merasa?"

Bunga menggeleng pelan, mencoba menertawakan dirinya sendiri.

"Lucu, ya. Kadang kita terlalu cepat menafsirkan perhatian sebagai sesuatu yang lebih. Padahal mungkin... itu cuma kebaikan hati orang lain."

Ia menatap ke arah ruang direktur. Pintu tertutup rapat. Tak ada siapa-siapa, hanya bayangan dirinya sendiri di pantulan kaca jendela.

"Tapi aku juga nggak salah, kan? Aku cuma kagum. Cuma... merasa nyaman. Itu manusiawi, bukan?"

Senyum tipis muncul di wajahnya—senyum yang campur aduk antara lega dan getir.

"Tapi sekarang aku tahu tempatku. Dan aku bersyukur semesta cepat memperjelas batasnya."

Ia merapikan berkas di mejanya, berdiri, lalu mengambil botol minum dari sudut meja.

Sebelum melangkah ke pantry, ia sempat berbisik pelan, hampir tak terdengar.

"Bu Alisya... baik sekali kamu. Dan mungkin dari kamu aku belajar satu hal paling penting hari ini—menjaga yang kita cintai bukan dengan mencurigai, tapi dengan cara merangkul."

Bunga berjalan pelan, meninggalkan ruangan yang perlahan kembali dipenuhi suara tuts keyboard dan gumam obrolan ringan. Tapi di dalam dadanya, sebuah suara baru mulai tumbuh—lebih dewasa, lebih sadar, dan lebih siap untuk menata hati.

1
Lulu-ai
alah, jangan bikin bahagia si rendi ma bunga itu
j4v4n3s w0m3n
entahlah masalah hati memang sesulit itu ,kata maaf terkadang tidak cukup untuk bisa mengembalikan keadaan,sesuatu yang retak akan sulit menjadi utuh kembali meski kita berusaha untuk menyatukan kembali retakakan itu seperti semula akan sulit .......ya kita liat kebagaiann alisya akan datang dengan cerita yg berbda bukan lagi sama.rendi tapi kebahagiaan itu akan datang dr orng lain
sutiasih kasih
andai alisya egois... memintamu lepas dri rendi.... blm tentu km mau bunga... brsikap mengalah sprti alisya....
km itu bukan korban y bunga.... km itu pelakor yg memang dgn sengaja ingin mnguasai rendi...
km manusia kejam bunga.... memisahkn ank dgn ayahnya... dan itu g adil..
dan lgi" smua untuk keuntunganmu sndiri... dan jga untuk ank yg km kndung..
Machmudah
gak rela aja kl bunga rendi bersama merajuy asa.....karma hrs terjafi dulu, sbg balasan air mata alisya
Retno Harningsih
lanjut
Lee Mbaa Young
Kan manipulatif si Bunga Bangkai itu.
minta maaf nya gk ikhlas krn takut mnderita itu.
coba kl bhgia gk.akn minta maaf smp berlutut si bunga itu.

Karma hrs ttp buat rendi dan bpknya, bunga dan bpknya juga.
bikin mereka bangkrut. Aku ingin anak bunga gugur gk ikhlas bnget pokok nya rasha punya saudara darah pelakor.
bunga anak adopsi mana tau dia anak pelacur mkne mau mau saja jd pelakor.
Mkne nm ne yg cocok Bunga Bangkai.
Lee Mbaa Young
Heleh ternyata niat bunga pingin alisha mengiklhas kan rendi biar hidup bhgia.
jng mimpi. karma mu baru di mulai.
menangislah smp km ingin mati.
HUKUM TABUR TUAI.
SAATNYA BUNGA BANGKAI MEMETIK KARMA.

INGAT KARMA TAK SEMANIS KURMA.
jd nikmati saja sakit nya ya Pelakor. semoga makin viral dan mnderita.
sukur sukur bunuh diri.
Iis Dawina
Km br sadar salah.oh krn baru tau ya klo km ank adopsi..tp ttp salah walaupun ank kandung.krn dah mencintai dn merebut suami orang
Nur Hafidah
kadihan sekali,bunga juga korban disini
Lulu-ai
manipulatif bingit si bunga, karma wajib thor sama rendi
Lee Mbaa Young
Di pikir dng minta maaf semua akn baik baik saja. tntu tidak. km blm mnderita smp mau mati kok. pling tdk kehilangan anakmu juga rahim mu. hingga gk punya harga diri br impas hukuman buat pelakor. biar gk ngangkang pd laki orang lagi si bunga Bangkai itu.
Lee Mbaa Young
Heh bunga Bangkai kl km minta maaf mang semua akn kembali lagi. ingat karma mu masih berjalan walau alisha maafin km.
pokok nya bunga Bangkai harus hancur sehancur hancurnya. dasar wanita pendidikan tp gk punya moral.
semoga anaknya gugur biar rasha gk punya saudara Dr ibu pelakor mcam km.
j4v4n3s w0m3n
aduh maaf ya bunga denger.ceritamu maaf sekali aku tetap gak.respek sama.kamu.heheheh maaf ya mungkin.krn.sakit.hati alisya itu.jadi aki.gak.bisa dukunh kamu apapun.keadaanmu dan.silsailah.kamu ..jalananin.aja.dech kesusahanmu.itu
sutiasih kasih: benerrr.... dia merasa korban dri luka org tuanya.... pdahal aslinya dlm lubuk hati dia memang adh ada rasa dgn rendi dan jga ingin memiliki rendi....
kbetulan bpk rendi dan npknya bunga sdh merencanakn smua... mka dlm hati bunga jga alih" krna amanah org tua...
klo munafik y munafik aja.... pelakor tetap pelakor...
smuanya sdh hncur bunga... dan km itu perempuan kejam yg di balut casing perempuan lembut...
ARSLAMET: hehehe
total 3 replies
Maizaton Othman
tetap sabar untuk bab seterusnya,bintang 5 utk setakat ini,harap selanjutnya ia tetap menjadi karya yg bagus sampai ending
Retno Harningsih
up
Lulu-ai
emng gg tau dendam tp situ tau rendi dah punya istri tetep nikah tuh
Iis Dawina
biarkan bunga stres trs keguguran deh
Mundri Astuti
dah tau ibunya begitu, dah ngerasain dampaknya, lah malah ngikutin, definisi bodoh si ini
Lee Mbaa Young
lah ibu sendiri seorang pelakor kok. Ya sm saja lah dng anakmu. pelakor juga.

semoga hbis ini bunga bnyak pikiran kecelakaan trus keguguran. wes ngunu ae. biar kapok para tua bangka bpk rendi dan bpk bunga.
ARSLAMET: kesel kan yaa , next bab di tunggu ya
total 1 replies
sutiasih kasih
ini gmn sih... bukankah anda jga merebut suami org bu tati.... ayah lisya yg lbh memilih minggat dgnmu... dan mnikahimu... dan rela menelantarkn lisya dan ibunya...
bukankah kalian sama" pelakorrrr...
ARSLAMET: kesel kan ya , next bab nya di tunggu ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!