Kisah ini lanjutan dari KEMBALI-NYA SANG ANTAGONIS seasons 1
Banyak adegan kasar dan umpatan di dalam novel ini.
Cerita akan di mulai dengan Cassia, si Antagonis yang mendapatkan kesempatan terlahir kembali, di sini semua rahasia akan di ungkap, intrik, ancaman, musuh dalam selimut dan konflik besar, kisah lebih seru dan menegangkan.
Jangan lupa baca novel KEMBALI-NYA SANG ANTAGONIS season 1 agar makin nyambung ceritanya. Happy reading!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjaku02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Akhirnya, hari ini para inti Black Libra kembali ke kota Wonderland, membawa segudang perasaan yang bercampur aduk senang yang terselip sedih, dan enggan yang tak bisa disembunyikan.
Di bandara, Cassia berdiri terpaku, mata berkaca-kaca menatap kakaknya yang sebentar lagi pergi. "Hati-hati, ya, Kak. Jangan lupa sampaikan salam untuk Mami dan Papi. Aku janji, saat liburan nanti aku akan pulang," suaranya bergetar, mencoba menahan beratnya perpisahan.
Vladimir melangkah maju, dengan lembut menarik Cassia ke pelukannya. "Pasti. Aku akan sampaikan semuanya. Dan kamu harus benar-benar pulang saat liburan, ya. Janji," katanya tegas, seolah ingin mengukir kata-kata itu dalam ingatan.
Cassia mengangguk pelan dalam pelukan hangat kakaknya, perasaan rindu dan harap bercampur menjadi satu.
Sementara itu, di sekeliling mereka, teman-teman memberikan salam perpisahan biasa hangat, penuh canda tawa, tapi terasa hambar di tengah luka yang tersembunyi.
Namun, bagi mereka yang terikat oleh janji hati, kekasih, tunangan, atau yang masih dalam bayang-bayang pendekatan perpisahan itu seperti tarian sunyi yang penuh arti, di mana setiap tatap dan genggaman terasa seperti ikatan terakhir sebelum jarak merenggangkan segalanya.
Cassia menatap Dax dengan mata yang penuh campuran rindu, bimbang, dan cinta yang dalam. Sorot matanya seolah memohon, tak berani berkata tapi penuh makna.
Dax tanpa kata, tiba-tiba merengkuh Cassia dengan pelukan yang begitu erat seolah dunia bisa runtuh di sekitar mereka, tapi pelukan itu adalah satu-satunya yang nyata.
Sunyi menguasai mereka, hanya detak jantung yang berdentum seirama dalam keheningan itu. Setelah terasa cukup lama, Dax melepaskan pelukannya perlahan, tangannya menyapu lembut pipi Cassia.
Napasnya hangat membelai telinga Cassia sebelum bisikan itu keluar, “I love you.” Wajah Cassia langsung memerah, rahasia perasaannya yang selama ini tersembunyi akhirnya menguak.
Dengan suara serak dan hati yang berdebar, dia menjawab, “Love you too.” Kata-kata itu nyaris hanya milik mereka, terpatri dalam dunia yang hanya berisi cinta dan harapan.
...****************...
Suara pengumuman keberangkatan pesawat memecah kesunyian ruang tunggu, menggema hingga menekan setiap sudut hati yang gelisah.
Orang-orang pun bergerak tergesa, melangkah cepat menuju gerbang yang akan membawa mereka ke arah tujuan masing-masing.
Di antara kerumunan itu, anggota inti Black Libra bergegas masuk dengan langkah berat, sesekali menoleh untuk melambaikan tangan kepada orang-orang tercinta yang berdiri terpaku di belakang mereka.
“Hati-hati, ya! Begitu sampai, kabari kami!” teriakan itu pecah, penuh harap dan ketakutan yang tersirat di balik senyum yang mulai pudar.
Mata mereka berkaca-kaca, jiwa terombang-ambing antara keberangkatan dan rasa takut kehilangan.
Dax, Vladimir, dan Morgan saling berpandangan, lalu bersama-sama mengacungkan jempol dengan senyum tipis di bibirnya.
Namun, suasana yang semarak itu langsung bertolak belakang dengan teriakan Geovano dan Russel yang menggelegar.
“Oke, kalian juga cepat pulang sana! Hati-hati di jalan, jangan sampai terjadi apa-apa!” Geovano berteriak sambil melambaikan tangan penuh harap.
Suaranya membelah udara, membawa kecemasan yang terselip di balik perhatian tulusnya.
Russel menambahkan dengan nada tegas, “Sampai jumpa lagi! Jangan sampai lupa pulang saat liburan nanti, ya!”
Arzhela membalas, suaranya memantul dengan semangat, “Tenang, kami pasti pulang. Jangan lupa nanti ajak kami main ya!”
Meski kata-kata mereka terdengar ringan, getaran perpisahan itu menggantung lama di udara seolah waktu pun enggan bergerak lebih cepat, meninggalkan kesan rindu yang tak terucapkan di antara mereka.
...****************...
Sore ini Liam tiba di rumah tepat waktu, ia duduk di sofa empuk ruang tamu luas kediaman Smith.
"Tuan, anda ingin minum sesuatu?" seorang pelayan datang menyapa dan menawarkan hal yang paling di butuhkan Liam.
"Iya, tolong jus melon dan camilan!" kata Liam, matanya terpejam untuk menghilangkan penat yang mendera.
Pelayan itu mengangguk dan mengerti, dia berlalu, tapi langkahnya terhenti saat Liam kembali membuka suara,"Antarkan ke kamar ya!" suara itu dingin, dan tak terbantah.
Liam berderap, meninggalkan pelayan rumah yang sekarang hanya bisa memandang ia dalam diam. Sebelum akhirnya. Menjalankan perintah.
Langkah Liam membawa dia menuju kamar, beberapa kali Liam mengusap tengkuknya yang agak berdenyut sebab banyaknya tugas hari ini sebelum nanti libur panjang menyapa.
Liam membuka pintu kamar, wajahnya terlihat lelah dengan mata sayu dan sedikit kantung hitam di bawah matanya.
"Aku lupa untuk memberikan kabar pada Nafisha tentang syarat itu," gumamnya, dia lupa untuk membicarakan itu pada Nafisha saat bertemu gadis itu di kampus tadi.
TOK!
TOK!
TOK!
Ketukan pintu mengalihkan fokus Liam pada sosok Nafisha, pria itu berseru dari dalam kamar,"Masuk!"
Pintu terbuka, salah satu pelayan datang membawa nampan berisi pesanannya tadi."Tuan, ini minum dan camilan anda!"
Liam mengangguk, dia meminta pelayan itu untuk segera keluar dan ia berpesan untuk tak menerima tamu siapapun hari ini. Sebab jujur saja ia lelah dan butuh istirahat.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan!" pelayan itu pamit, dia memutar tubuh untuk keluar dari kamar Tuan mudanya dan meninggalkan Liam sendiri.
Liam bangun, kakinya membawa di menuju sofa kamarnya di mana minuman tadi di letakan di sana.
"Ah, aku Lagi-lagi melupakan sesuatu!" gumam Liam, dia memutar tubuh untuk mengambil sesuatu yang sejak pagi menjadi ganjalan dalam hatinya tentang paket misterius yang memecah konsetrasinya.
"Baiklah, kita lihat apa yng sebenarnya ada dalam kotak ini," kata Liam, dia perlahan menyobek kertas kado itu, dan menemukan kotak coklat di dalamnya.
Pria itu tanpa ragu segera membuka kotak dan wajahnya bingung sebab menemukan dokumen dan flashdisk di sana.
Tanpa pikir panjang, Liam mengambil laptop miliknya dan membawa keduanya ke sofa.
Duduk tenang dengan semua perasaan yang campur aduk, Liam akan menemukan apa yang selama ini menjadi ganjalan tentang orang yang mengirim semua hal aneh padanya selama beberapa pekan terakhir.
Liam mendapatkan kiriman sebuah hasil tes DNA atas nama Nafisha Aurelia dan Olivia Smith dan jelas disana tertulis positif ada kecocokan DNA antara Mommynya dan gadis bernama Nafisha.
Jadi pikiran Liam tertuju pada Nafisha gadis yang satu kampus dengannya, gadis dengan sejuta masalalu kelam di dalamnya ada hubungan darah dengan kedua orang tuanya.
selalu d berikan kesehatan 😃