NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Bu Rania nyaris melonjak bahagia saat mendengar kabar bahwa Fio akhirnya menerima tawaran pernikahan itu. Ia bahkan sampai menitikkan air mata haru, sementara Fio hanya menunduk dengan wajah tenang, menahan segala perasaan yang beradu di dadanya.

Ya, sejak pulang kuliah di siang hari, Fio langsung menuju rumah Bu Rania dan menerima tawaran menikah itu.

Namun di sisi lain rumah, Darrel justru murka. Ia berdiri di ruang kerja, memandangi Fio yang baru saja datang, lalu mendengus tajam.

“Kamu kenapa terima, hah?!” suaranya berat, dingin, tapi jelas bergetar karena emosi.

Fio mengangkat alis, ekspresi wajahnya datar. “Kenapa memangnya? Bukannya Anda juga sudah disuruh menikah? Jadi apa masalahnya?”

Darrel menatapnya tajam. “Masalahnya… saya tidak pernah setuju!”

“Terus kenapa marah ke saya?” balas Fio tenang. “Saya cuma menerima apa yang sudah ditawarkan. Lagian, bukannya ini juga untuk menyenangkan hati ibumu?”

Darrel menatapnya lama, rahangnya mengeras. “Kamu tahu gak konsekuensinya?”

Fio menatap balik, tidak gentar. “Tenang aja, Tuan Kulkas,” ucapnya dengan nada menggoda, senyum nakal terlukis di bibirnya. “Saya menerima ini bukan karena mau jadi beban siapa pun.”

Darrel menyipitkan mata, wajahnya makin dingin. “Lalu kenapa kamu terima?”

Fio mengangkat bahu santai. “Rahasia.”

Senyumnya makin melebar, sementara tatapan matanya menantang. “Pokoknya bukan karena Anda, Tuan.”

Darrel nyaris kehilangan kata-kata. “Kamu pikir pernikahan itu permainan?”

“Enggak juga. Tapi Anda kelihatan lebih panik daripada saya.” Fio mendengus pelan, lalu berjalan pelan melewati Darrel. “Santai aja, Tuan Kulkas. Saya gak bakal jatuh cinta kok.”

Ucapan itu membuat Darrel spontan menegakkan badan. “Kamu pikir saya—”

“Udah-udah. Nanti tambah keriput, loh,” potong Fio cepat, melirik tajam tapi masih dengan nada mengg0da.

Darrel hanya bisa menatap punggung Fio yang pergi sambil menahan napas panjang. Antara kesal, bingung, dan entah kenapa… ada rasa lain yang belum bisa ia pahami.

Beberapa saat kemudian, ketika mereka kembali duduk di ruang tamu bersama Bu Rania dan papanya, Darrel akhirnya bersuara lagi—suaranya datar tapi tegas.

“Kalau memang ini tetap harus terjadi… aku punya syarat.”

Bu Rania menatap putranya penuh harap. “Syarat apa, Nak?”

Darrel menarik napas panjang, lalu menatap Fio sekilas.

“Pernikahan ini cukup pernikahan KUA saja. Tanpa pesta, tanpa publikasi. Dan jangan ada yang tahu—termasuk orang-orang kampus apalagi orang kantor.”

Fio hanya menatap tanpa ekspresi, lalu perlahan tersenyum. “Cocok. Saya juga tidak suka pesta.”

Bu Rania tampak ragu sejenak, tapi melihat dua orang itu sama-sama keras kepala, ia akhirnya mengangguk dengan berat hati.

“Baiklah… kalau itu bisa membuat kalian berdua lebih nyaman.”

Sementara Darrel menunduk diam, Fio menatap cangkir teh di depannya dan tersenyum tipis.

Dalam hati ia berbisik,

"Kalau ini jalan yang harus aku ambil... Semoga Tuhan menuntun langkahku."

***

Sore harinya ruang keluarga rumah Bu Rania terasa hangat oleh kehadiran Pak Rendra yang selalu sibuk di luar kota atau pun ke luar negeri. Karena kehadiran beliau, suasana rumah selalu menghangat oleh segala canda dan tawanya. Di meja makan, Bu Rania duduk bersama Pak Rendra sambil memandangi Fio yang baru saja selesai membantu bibi membereskan dapur.

“Fio…” panggil Bu Rania lembut.

“Iya, Bu?” Fio mendekat dengan senyum sopan seperti biasa.

Bu Rania tersenyum penuh kasih. “Nak, Mama cuma ingin memastikan… kamu sudah pikirkan mas kawin yang kamu mau dari Darrel?”

Darrel yang duduk di ujung meja langsung menegakkan punggung. Ia baru saja menyeruput kopinya, tapi pertanyaan itu membuatnya spontan berhenti.

Fio menatap Bu Rania bingung sejenak. “Mas kawin, Bu?”

“Iya, Sayang. Biasanya kan pengantin perempuan punya permintaan. Emas, uang, atau barang yang punya makna khusus…”

Fio terdiam sebentar. Wajahnya terlihat polos, tanpa rencana besar seperti biasanya perempuan menjelang pernikahan. Ia mengingat lagi kebutuhan terdekatnya—dan yang muncul di kepalanya hanya satu.

“Yang penting cukup buat bayar uang ujian aja, Bu.” Kalimat itu mengalir begitu saja. Jujur, tanpa tedeng aling-aling.

Darrel yang sedang menahan napas langsung nyaris tersedak. “Ha—apa?” ucapnya spontan, menatap Fio tak percaya.

Bu Rania sampai menatap Fio dengan mata membulat, sementara papanya Darrel terbatuk kecil mencoba menahan tawa.

“Fio… kamu serius?” tanya Bu Rania lembut tapi tidak yakin sudah mendengar dengan benar.

“Iya, Bu.” Fio mengangguk mantap, wajahnya polos. “Soalnya uang ujian saya udah mepet banget. Daripada minta yang aneh-aneh, mending yang bermanfaat. Saya bisa lulus tepat waktu.”

Darrel memijit pelipis, menunduk sambil menghela napas panjang. Perempuan ini… benar-benar beda dari yang lain, batinnya.

Bu Rania menatapnya lama, antara ingin tertawa dan terharu. “Fio, kamu ini… ya Allah, anak baik sekali.”

“Bukan baik, Bu,” sela Fio cepat dengan senyum tipis. “Cuma realistis.”

Papanya Darrel akhirnya tertawa kecil, menepuk bahu istrinya. “Sepertinya anakmu bakal punya istri yang bikin rumah lebih hidup, Rania.”

Sementara Darrel hanya bisa menatap kosong ke arah Fio yang tersenyum tenang sambil berkata, "Jadi, Bu… kira-kira uang ujian semester ini cukup nggak kalau jadi mas kawin?”

Dan saat itu juga, suasana ruang makan berubah hening… diiringi wajah Darrel yang semakin sulit dibaca—antara kesal, takjub, dan… sedikit kagum.

***

Malam harinya, sinar terang bulan menembus lembut melalui tirai putih kamar tamu rumah Bu Rania. Suara jangkrik terdengar pelan dari taman belakang, seolah menyambut hari baru yang akan mengubah jalan hidup Fio selamanya.

Fio duduk di depan cermin besar, menatap pantulan dirinya yang masih terlihat sederhana dengan dress dari Bu Rania. Rambutnya sedikit berantakan, matanya tampak lelah karena tetap saja dia ingin kehadiran ayahnya.

Ia menarik napas panjang.

“Ya Tuhan…” bisiknya lirih, “aku nggak tahu harus bahagia atau takut.”

Sejak sore, Bu Rania memintanya menginap saja di rumah agar tidak repot bolak-balik untuk persiapan akad. Lagian juga akadnya diadakan langsung malam ini. Fio pun menuruti. Tapi kini, duduk sendirian di depan cermin, semua perasaan bercampur menjadi satu — gugup, sedih, bingung, dan sedikit… pasrah.

Sebuah ketukan lembut terdengar di pintu.

Tok… tok…

“Fio, boleh Mama masuk?” Suara Bu Rania terdengar lembut.

Fio segera berdiri. “Boleh, Bu. Silakan.”

Bu Rania masuk dengan membawa baki berisi segelas susu hangat dan roti. “Minum dulu, Sayang. Kamu terlihat tidak selera makan dari tadi.”

“Terima kasih, Bu.” Fio tersenyum tipis. “Maaf ya, Bu. Ngerepotin terus.”

“Jangan bicara begitu,” ucap Bu Rania sambil menepuk pundak Fio lembut. “Kamu tidak merepotkan. Kamu malah membuat rumah ini terasa hidup lagi.”

Fio menunduk, menatap gelas di tangannya. “Saya cuma… takut, Bu. Takut salah langkah.”

Bu Rania menarik kursi dan duduk di sampingnya. “Fio, pernikahan ini mungkin terdengar mendadak, tapi Mama yakin, setiap takdir punya maksud yang indah. Kamu anak yang baik, dan Darrel... dia cuma butuh waktu.”

“Waktu?” Fio menatap Bu Rania bingung.

“Iya,” jawab Bu Rania tersenyum lembut. “Waktu untuk membuka hatinya lagi.”

Fio tidak menjawab. Hanya menatap bayangannya di cermin — gadis sederhana yang akan menikah dengan seorang CEO duda yang nyaris tidak dikenalnya.

“Fio…” panggil Bu Rania lirih. “Kamu mau Mama bantu siapkan bajunya?”

“Boleh, Bu.”

Tak lama kemudian, Bu Rania membuka kotak putih berisi kebaya sederhana berwarna gading. “Ini bukan baju mahal, tapi semoga nyaman dipakai. Mama ingin kamu merasa pantas, bukan karena tampilannya, tapi karena hatimu yang tulus.”

Air mata Fio menetes pelan. Ia menahan isak dan mengangguk pelan.

“Terima kasih, Bu.”

Bu Rania tersenyum dan mengusap pipinya. “Ayo, bersiap ya, Sayang. Malam ini kamu bukan cuma menikah… tapi memulai perjalanan baru.”

Fio memandangi dirinya lagi di cermin — dan untuk pertama kalinya, ia mencoba tersenyum.

Meski kecil, senyum itu tulus.

Senyum dari seorang perempuan yang belajar menerima takdir, meski hatinya masih penuh tanda tanya.

***

Suasana ruang tamu malam ini terasa hening dan khidmat. Tirai putih di ruang tengah dibiarkan terbuka lebar, membiarkan cahaya matahari menerangi ruangan yang sudah dihiasi bunga melati dan mawar putih. Aroma wangi bunga bercampur dengan harum dupa lembut yang dibakar di pojok ruangan.

Fio duduk di sisi kanan, mengenakan kebaya sederhana tapi tetap terlihat elegan. Tangannya gemetar di atas pangkuan, tapi wajahnya berusaha tetap tenang. Di depannya, Darrel duduk bersila memakai koko putih dan peci hitam, tampak gagah sekaligus kaku. Pandangan matanya tajam, tapi dingin — seperti dinding kaca yang tidak bisa ditembus siapa pun.

Bu Rania duduk di samping suaminya, sesekali mengelus dada menahan haru. Di sisi lain, tante Rani — adik dari almarhumah ibu Bu Rania — duduk memperhatikan dengan mata berkaca-kaca.

Pak penghulu dari KUA membuka acara dengan salam dan pembacaan niat akad nikah. Suaranya tenang dan berat, tapi cukup untuk membuat Fio semakin gugup.

“Baik, sebelum akad dilaksanakan,” ucap penghulu itu dengan lembut, “saya ingin memastikan dulu siapa yang menjadi wali dari pihak mempelai perempuan.”

Bersambung

1
Dar Pin
asli hiburan Thor bacanya nggak tegang tp ngalor tau tau habis 💪 Thor lanjut
Ilfa Yarni
romantisnya udah td malam emang km ngelakuin apa tadi malam km mencuri ya mencuri cium dan peluk maksudmya
Dar Pin
adu duh tuan duda marah deh asli Thor hiburan banget bacanya 😄
Ijah Khadijah: Terima kasih
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh tuan duda kulkas knp sih orang lg belajar kelompok malah di suruh pulang katanya ga cemburu trus knp marah2 ga jelas dasar bilang aja cemburu pake gengsi sgala aduh duh duh tuan duda
Ijah Khadijah: Keduluan gengsi kak🤭
total 2 replies
Dar Pin
bacanya ngakak terus deh lucu lucu gemes 🙏💪
Ilfa Yarni
jiaah darrel blingsatan ga karuan cemburu ya fio jln sama laki2 lain sampe ga fokus ngantor dan marah2 ga jelas wah seperti kemakan omongan sendiri nih ngomong ke fio jgn mengharap cinta dariku eee ternyata km yg mengharapkan cinta fio mang enak kena panah asmara
Ilfa Yarni
wah perkembangan darrel cepat ya udah ada aja tuh getar2 cinta fi hatinya buat fio buktinya dia merasa ga suka fio deket2 laki2 lain
Ilfa Yarni
hahahaha trus aja ngocehfio biar tuan duda kulkas kesel tp lama2 suka
Ilfa Yarni
hahahaha kata2nya fio ada gerakan yg mencurigakan di sudut bibirmu dikirain td dimana ga taunya di sudut bibir kata2nya itu loh yg bikin ketawa fio bukan cerewet tuan duda tp, bar bar kan asyik duniamu jd berwarna ga dingin dan kaku lg
Ilfa Yarni
aku klo baca celotehan fio ini ketawa sendiri ada aja yg keluar dr mulutnya itu fio sangat cocok sama tuan duda yg dingin dgn judul pria kutub dan gadis bar bar
Ijah Khadijah: Semoga terhibur kakak🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh bener2 kasian fio klo kyk gini cepat darrel hapus berita2 itu sebelum fio membacanya to tmnnya udah kasih tau aduh gmn ini
Ilfa Yarni
fio km trus terang aja sama sahabat2mu biar mereka ga salah paham km sudah menikah dgn duda kulkas
Ilfa Yarni
tuan duda es batu lama2 akan mencari jgn tingkah dan sifat fio yg ceria dan bar bar malah nanti dia bakal bikin aku deh eh eh eh temen2nya fio kepo nih fio turun dr mobil mewah temenya pasti syok klo tau fio udah nikah sama tuan duda
Ilfa Yarni
hahahaha aku suka karakter fio SD aja jawabannya yg bikin aku ketawa lama2tuan duda jatuh hati jg sama fio tunggu aja
Ilfa Yarni
walinya diwakilkan saja krna ayahnya fio ga mau tau dgn anknya fio krn dia punya istri baru ank kandung ditelantarkan dan ga diacuhkan lg
Ilfa Yarni
mereka sama2 memendam rasa tp mereka blom menyadarinya aplg dikulkas 12 pintu itu alias darrel blom sadar dia hatinya udah kecantol fio krn luka lama dia menyangkal apa yg dia rasakan
Ilfa Yarni
dasar ayah tak bertanggung jwb mentang2 ada istri baru ank kandung dilupakan semoga kdpnnya hidup pak tua sengsara
Ilfa Yarni
dicoba ya fio jgn nolak siapa tau darrel memang jodoh km
Ilfa Yarni
hahahaha cewek seperti fio yg ceria cocok sama darrel sipria kulkas 12 pintu agar hidupnya mencair dan berwarna segitu aja sudut bibirnya udah mulai terangkat lama2 jg bucin aku yakin banget deh
Ilfa Yarni
bu rajia lg gencar2nya mendekatkan fio dgn darrel semoga sukses ya bu
Ijah Khadijah: Aamiin🤲🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!