NovelToon NovelToon
Melahirkan Anak Rahasia CEO

Melahirkan Anak Rahasia CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Kembar
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nanda wistia fitri

Menginjak usia 20 tahun Arabella zivana Edward telah melalui satu malam yang kelam bersama pria asing yang tidak di kenal nya,semua itu terjadi akibat jebakan yang di buat saudara tiri dan ibu tirinya, namun siapa sangka pria asing yang menghabiskan malam dengan nya adalah seorang CEO paling kaya di kota tempat tinggal mereka. Akibat dari kesalahan itu, secara diam-diam Arabella melahirkan tiga orang anak kembar dari CEO tersebut

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda wistia fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membasmi Tikus

Suasana ruang rapat mendadak berubah panas.

Udara yang semula kaku kini terasa berat oleh ketegangan.

Vania bersandar ke kursinya dengan wajah menahan emosi, sementara para dewan direksi hanya bisa saling berpandangan, tak berani ikut campur.

“Tidak adil!” seru Vania dengan suara meninggi. “Selama lima tahun aku yang mengurus perusahaan ini! Aku yang berjuang saat dia"ia menunjuk Arabella dengan tatapan tajam, “menghilang tanpa kabar. Atas dasar apa sekarang dia datang dan meminta semuanya kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa?”

Arabella tetap duduk tenang.

Matanya menatap lurus ke arah Vania, sorotnya dingin dan berwibawa.

“Vania,” suaranya tenang tapi setiap katanya bagaikan pisau tajam yang menusuk.

“Perlu aku ingatkan sekali lagi… saham itu milikku. Bukan hasil jerih payahmu, bukan pemberian siapa pun. Itu warisan dari mendiang ibuku pendiri sejati Opulent Holdings. Kau tidak punya hak sedikit pun atasnya.”

Beberapa orang di ruangan menunduk, pura-pura membaca dokumen, mencoba menghindari kontak mata antara dua perempuan yang kini seperti api dan es di depan mereka.

Namun Vania tidak mau kalah.

“Lima tahun kau hilang! Semua orang mengira kau sudah mati, Arabella. Kalau begitu, apa salahku mengambil alih saham yang sudah tidak bertuan?”

Nada suaranya mulai bergetar, tapi kesombongan masih menahan air matanya.

Arabella berdiri perlahan, tangannya menepuk berkas dokumen di atas meja.

Nada bicaranya tetap datar, tapi mengandung kekuatan yang membuat semua orang menahan napas.

“Kesalahanmu, Vania, bukan hanya mengambil yang bukan milikmu…” ia berhenti sejenak, menatap lurus ke arah Vania, “tapi juga berani menandatangani dokumen legal dengan nama orang mati. Itu disebut pemalsuan identitas dan pencurian aset perusahaan.”

Wajah Vania langsung memucat.

Beberapa direktur mulai berbisik pelan, dan Julian yang sejak tadi diam hanya bisa menatap kosong ke depan.

Arabella mencondongkan tubuh sedikit, suaranya pelan namun mengancam,

“Aku bisa saja melaporkanmu ke pihak berwajib sekarang juga. Bayangkan, Vania… orang yang mengaku sebagai pewaris keluarga Edward mendekam di penjara karena mencuri dari keluarganya sendiri.”

Ruang rapat hening.

Bahkan detik jarum jam terdengar jelas.

Vania menelan ludah, jemarinya gemetar.

Ia menatap Julian seolah meminta bantuan, tapi ayahnya hanya menunduk tanpa kata.

Akhirnya, dengan wajah memerah dan mata berkaca-kaca, ia meraih map di depannya dan mendorongnya ke arah Arabella.

“Baik,” suaranya hampir berbisik. “Aku kembalikan saham itu.”

Arabella mengambil map itu perlahan, membuka lembaran legal yang menunjukkan transfer saham, lalu menandatanganinya dengan tenang.

Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum kecil senyum kemenangan yang halus tapi menusuk.

“Terima kasih,” ucapnya datar. “Kau akhirnya melakukan satu hal benar hari ini.”

Para dewan diam, tapi jelas dalam hati mereka tahu hari itu kekuasaan di Opulent Holdings resmi bergeser.

Dari tangan Vania yang ambisius… kembali ke Arabella, pewaris sejati yang kembali dari masa lalu.

Arabella menatap berkas di tangannya, lalu perlahan mengangkat pandangannya pada Vania.

Sorot matanya kini tajam seperti bilah kaca, penuh ketenangan yang justru membuat orang lain gemetar.

“Selain saham, aku juga akan memeriksa seluruh dokumen penting dari lima tahun terakhir,” ucapnya mantap.

Suara lembut itu menggema di seluruh ruangan, namun terasa lebih menusuk daripada teriakan mana pun.

“Bukankah selama ini kau bekerja sama dengan pamanmu yang tamak itu, Vania?” lanjutnya pelan, tapi setiap katanya membawa beban berat.

Beberapa direktur langsung saling pandang, suasana berubah mencekam.

Arabella meletakkan map di meja, menatap lurus ke arah Vania yang kini tampak gelisah.

“Sebagian besar kerugian perusahaan ini bukan karena kesalahan manajemen semata. Tapi karena korupsi.”

Ia menekankan kata terakhir itu dengan nada dingin.

“Pamanmu dan ibumu sudah terlalu lama memperkaya diri dengan uang perusahaan,uang peninggalan mamaku yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan bisnis, bukan memenuhi keserakahan keluarga kalian.”

Vania menegang di tempatnya, wajahnya pucat pasi.

“Ka..kau tidak punya bukti,” katanya dengan nada gemetar, mencoba bertahan.

Arabella tersenyum tipis.

“Oh, kau terlalu meremehkanku. Selama lima tahun aku pergi, bukan berarti aku menutup mata.”

Ia meraih tablet di meja, menggeser layar hingga muncul deretan data transaksi yang mencurigakan, lengkap dengan nama penerima dan rekening yang terhubung pada perusahaan paman Vania.

“Aku tetap mengikuti semua perkembangan perusahaan ini, Vania,” lanjutnya tajam.

“Dan ternyata, aku menemukan sesuatu yang lebih menjijikkan dari yang kubayangkan,kau yang selalu mengaku sebagai pewaris keluarga Edward, justru bersekongkol dengan penjahat yang menggerogoti perusahaan milik mama dan papaku sendiri.”

Keheningan panjang menyelimuti ruang rapat.

Suara detak jam kembali terdengar, menandakan betapa tegangnya suasana.

Julian terdiam, rahangnya mengeras.

Ia memandangi putrinya, antara marah dan malu, tapi tak mampu berkata apa pun.

Sementara itu, Vania menunduk dalam, tak sanggup membalas tatapan Arabella.

Beberapa dewan direksi mulai berbisik, membicarakan kemungkinan investigasi lanjutan.

Arabella berdiri dengan tenang, lalu menatap seluruh ruangan.

“Mulai hari ini, aku akan melakukan audit menyeluruh. Jika ada yang terlibat dalam penyelewengan dana, siap-siaplah menghadapi hukum.”

Suasana meledak bukan oleh tepuk tangan, melainkan oleh bisik-bisik dan desah terkejut dari para hadirin.

Arabella menatap ruangan dengan mata yang membara, suaranya tenang tapi setiap kata seperti palu yang menghantam meja mahoni.

“Pamanmu hanya punya 7% saham di sini, Vania,” tegasnya. “Tapi kau dan keluargamu mengakali semuanya dengan menambah 15% milikku. Kalian benar-benar licik.”

Vania tercekat. Wajahnya yang tadi penuh kepura-puraan mulai retak. Beberapa anggota dewan saling menatap, dan mereka yang selama ini curiga kini menemukan keberanian untuk bersuara.

“Aku umumkan, mulai hari ini aku akan menuntut kembali setiap sen yang dimakan oleh pamanmu dan ibumu. Tidak berkurang sedikitpun.” Arabella melangkah maju, membuka map berisi bukti transfer dan dokumen rekening yang sudah ia kumpulkan. “Aset-aset yang dibangun dari uang curian rumah, perusahaan baru, rekening tersembunyi akan segera disita untuk mengembalikan kerugian.”

Ada gemuruh kecil di antara para direktur. Seorang pengacara perusahaan yang duduk di pojok cepat-cepat mengangkat tangan, mencoba menenangkan gelombang reaksi. “Secara prosedural....” ia mulai, namun suaranya tercekat karena semua mata masih tertuju pada Vania dan Julian.

Arabella menunduk sejenak, lalu menunjuk ke leher Vania. “Dan… kalung berlian itu yang kau pakai sekarang milik mendiang ibuku. Kembalikan.”

Vania seperti tersambar petir. Kalung di dadanya berkilau dingin. Napasnya terengah, jemarinya gemetar. Ia sadar betul jika kalung itu memang ada di cirinya lima tahun lalu saat Arabella kabur dari rumah ini. Ia menatap Julian, mencari sandaran, tapi ayahnya tetap diam, wajahnya memucat.

Akhirnya, dengan tangan gemetar dan muka penuh kehinaan, Vania meraih rantai kalung itu dan melemparkannya ke arah Arabella. Kalung itu meluncur, berputar di udara, lalu mendarat di meja tepat di hadapan Arabella. Ruangan menggema oleh suara koin kecil yang jatuh.

Julian berdiri tiba-tiba, wajahnya memerah bukan karena marah melainkan karena malu dan kebingungan. “Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan bella!” teriaknya, lalu menampar meja sehingga gelas bergetar. Namun suaranya kehilangan kedudukan di antara bisik-bisik dewan yang kini condong ke arah audit menyeluruh.

Arabella tidak peduli pada teriakan papa nya,ia mengambil kalung itu dengan kedua tangan, menatap berlian yang pernah menjadi milik ibunya. Di matanya tidak ada kegembiraan hanya ketegasan. “Ini baru permulaan,” bisiknya, namun suaranya cukup terdengar di seluruh meja rapat. “Keadilan akan kujalankan, apapun risikonya.”

Tatapan mata Arabella beralih pada sosok yang duduk dengan tenang dan wibawa,Nicholas. Tatapan matanya tajam, penuh wibawa, tapi juga menyimpan sesuatu yang tak bisa dijelaskan perpaduan antara penasaran dan rasa ingin tahu yang dalam.

“Bagaimana pendapat Anda, Tuan Nicholas?” ujarnya pelan namun tegas. “Bukankah Anda juga hadir di sini sebagai salah satu pemilik saham? Atau… Anda datang ke sini hanya sebagai calon menantu keluarga Edward?”

Nada suaranya membuat semua kepala menoleh ke arah Nicholas. Bahkan Julian yang semula masih tampak ingin membantah kini memilih diam, menunggu jawaban.

Nicholas bersandar santai di kursinya, kedua tangannya disilangkan di depan dada. Wajahnya tenang, namun matanya menatap Arabella lekat-lekat, seolah mencoba membaca sesuatu jauh di balik tatapan itu.

“Aku hadir di sini bukan karena statusku sebagai calon menantu siapa pun,” ujarnya akhirnya, dengan nada datar namun berwibawa. “Aku ada di sini sebagai pemegang saham, dan juga sebagai seseorang yang peduli pada kelangsungan perusahaan ini.”

Ia berdiri perlahan, mengambil beberapa lembar dokumen dari asistennya, lalu menatap semua yang hadir.

“Selama lima tahun terakhir, aku telah mengamati laporan keuangan dan pola transaksi. Banyak hal yang tidak sejalan dengan prinsip transparansi. Dan setelah apa yang dijelaskan oleh Nona Arabella, aku rasa sudah waktunya kita membersihkan akar-akar kotor yang merusak perusahaan ini.”

Beberapa direktur bertepuk tangan kecil, menandakan dukungan. Vania menatap Nicholas dengan wajah memucat. “Kau… berpihak padanya?” desisnya tak percaya.

Nicholas menatapnya singkat, lalu berkata tenang, “Aku berpihak pada kebenaran, Vania. Perusahaan ini berdiri karena kerja keras mendiang Nyonya Eveline, bukan karena tipu muslihat dan manipulasi.”

Tatapan Nicholas kemudian kembali pada Arabella. Suaranya melembut, tapi cukup jelas untuk didengar semua orang di ruangan itu.

“Dan untuk pertanyaanmu tadi…” ia berhenti sejenak, menatap dalam ke arah Arabella. “Pendapatku kau berhak berada di sini, Arabella. Bukan hanya sebagai pewaris, tapi sebagai seseorang yang memahami nilai sejati dari perusahaan ini. Kau adalah bagian dari fondasi Opulent Holdings. Dan aku akan mendukungmu sepenuhnya.”

Ruangan kembali sunyi, tapi kali ini bukan karena ketegangan melainkan karena suasana yang sarat makna.

Julian menunduk tanpa suara, Vania menatap nanar ke arah Nicholas, dan Arabella… hanya terdiam beberapa detik, mencoba menenangkan degup jantung yang tiba-tiba terasa begitu cepat.

Kalimat Nicholas barusan bukan hanya pernyataan profesional itu seperti janji yang jauh lebih dalam daripada sekadar bisnis.

Agenda rapat hari itu di tutup dengan perdebatan panjang,Julian dan Vania tidak bisa berkutik sama sekali,seluruh ruangan seolah kehilangan udara. Suara langkah hak sepatu Arabella yang beradu dengan lantai marmer terdengar mantap dan ritmis, menggema hingga ke koridor panjang perusahaan itu.

Di sisi lain tangannya, Michelle berjalan pelan sambil memeluk boneka kecilnya, sesekali menatap ke arah mama nya dengan mata polos penuh kagum.

Arabella tersenyum lembut, menatap putrinya sumber kekuatan sekaligus alasan terbesar ia kembali berdiri di tempat yang dulu membuatnya hancur dan terluka.

“Sudah selesai, Sayang. Sekarang kita pulang, ya,” ucapnya pelan.

Michelle mengangguk, tidak bersuara tapi tatapan bata nya yang bening dan jernih sudah menjelaskan semuanya

Langkah Arabella sempat terhenti sejenak senyumnya melebar tipis, matanya sedikit berkaca. Ia menunduk dan mengecup kening Michelle, lalu kembali berjalan.

Dari dalam ruang rapat, Vania masih terpaku di kursinya. Wajahnya pucat, tangannya gemetar menahan amarah dan rasa takut.

Julian menatap kosong ke arah pintu yang baru saja tertutup, seolah masih mencoba mencerna kenyataan bahwa putri yang dulu ia kurung karena membawa aib keluarga kini berdiri di atasnya lebih kuat, lebih berwibawa, dan memiliki dukungan penuh dari para pemegang saham.

Sementara Nicholas masih berdiri di tempatnya, memperhatikan punggung Arabella yang menjauh lewat dinding kaca besar.

Ada sesuatu di dada yang bergetar pelan, sebuah rasa yang tidak bisa di uraikan,ada rasa sesak di ulu hatinya

1
tia
update lebih banyak Thor
tia
lanjut dobel up thor
tia
tumben belom thor
tia
lanjut thor
tia
lanjut Thor,,, semakin seru 👍
tia
lanjut thor cerita ny bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!