Sejak kecil, Anul hanya dikenal sebagai anak yatim piatu tanpa asal-usul yang hidup di sebuah desa kecil. Tubuhnya tak pernah terluka meski dihajar, senyumnya tetap hangat meski dirundung.
Namun, siapa sangka di balik kesederhanaannya tersimpan rahasia besar?
Darah yang mengalir di tubuhnya bukanlah darah manusia biasa. Takdir telah menuliskan namanya sebagai pewaris kekuatan yang mampu mengguncang langit dan bumi.
Dari anak yang diremehkan, Anul akan melangkah menuju jalan bela diri, mengalahkan musuh-musuh kuat, hingga akhirnya menaklukkan Sepuluh Ribu Semesta.
Perjalanan seorang yatim piatu menuju takdir yang tak bisa dihindari pun dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Employee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ambisi Terselubung
Ramzi nampak memeluk Mak Ijah dengan erat selama beberapa saat. Setelah beberapa saat ibu dan anak itu berpelukan, Ramzi melepaskan pelukan ibunya secara perlahan.
Tapi ada sesuatu yang aneh dari Mak Ijah...
Tubuh tuanya itu tidak bergerak sama sekali!
Matanya tertutup, dan nafasnya benar-benar sudah berhenti. Senyum diwajahnya menunjukan bahwa Ia dalam keadaan sangat bahagia dan bahkan tidak menyadari kematiannya sendiri.
Serangan jantung?
Terkadang pada usia seperti itu, jika emosi terlalu terstimulasi—entah itu karena bahagia atau sedih, sebuah serangan jantung bisa saja terjadi.
Orang-orang yang meninggal karena hal itu, terkadang tidak menyadari kematian mereka sendiri. Ramzi menatap getir tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa itu.
Anul yang menyaksikan hal ini juga merasa sedikit sedih atas kematian Mak Ijah. Namun setelah beberapa saat Ia memandangi mayat Mak Ijah dari kejauhan, Anul menemukan sesuatu yang aneh pada tubuh renta itu.
Untuk memastikannya, Anul bergegas untuk menghampiri tubuh Mak Ijah yang ditopang oleh Ramzi, anaknya.
Baru saja ia melangkahkan kakinya, Ramzi tiba-tiba melempar mayat Mak Ijah ke samping dan tertawa terbahak-bahak. Pak Ghandi yang tidak menyadari apapun hanya bisa terpaku karena kebingungan.
"Dasar wanita bodoh! Melakukan hal mudah seperti ini saja kau tidak bisa! Apa gunanya kau menjadi ibuku kalau kau tidak berguna!", bentak Ramzi ke arah mayat di hadapannya. Mayat itu lalu dihempaskan jauh, seolah hanyalah seonggok sampah.
"Kau, pria tua! Cepat beri tahu di mana kau menyimpan cincin itu!", bentak Ramzi sekali lagi, namun sekarang ke arah pak Ghandi.
Pak Ghandi yang baru saja memahami sesuatu, langsung berdiri. Dengan tatapan tajamnya, ia lalu mencoba melayangkan sebuah tinju ke wajah Ramzi.
Namun tanpa kekuatan bela diri miliknya, dengan mudah Ramzi menangkap tinju dari Kepala Desa itu.
Ramzi hanya tersenyum kecil dengan tatapan matanya yang sedingin es.
"Sepertinya kau tidak mengerti kondisimu. Umur tuamu sudah menurunkan kemampuanmu dalam berpikir!", ucapan Ramzi terhenti sejenak.
"Dengan kekuatanku sekarang, hanya butuh satu jurusku untuk membunuh mereka yang ada disana. SE-MU-A-NYA!.", lanjut Ramzi sembari menunjuk dan memberikan tekanan khusus pada kata terakhir yang Ia ucapkan.
"Walaupun kau membunuh semua orang di desa, aku tidak akan memberitahumu. Kau bajingan berdarah dingin! Bahkan hewan pun tidak akan tega membunuh ibunya," sambut Pak Ghandi geram.
Tekadnya membuncah, tidak ada yang bisa menggoyahkannya walau apa pun yang terjadi.
Kejadian hari ini, dimana puluhan warga desa sudah menjadi korbannya, sebenarnya adalah sebuah drama besar yang disutradarai oleh orang yang baru saja membunuh ibunya itu.
Dua puluh tahun lalu, saat Ramzi baru berusia lima belas tahun, ia dan kakaknya — Rozak, di suruh oleh Ayah mereka untuk mengurus ladang herbal milik keluarga.
Ramzi muda saat itu sangat kesal, ia sangat ingin menjadi seorang prajurit bukan ahli herbal seperti keinginan kedua orang tuanya.
Tapi orang tuanya selalu saja menyuruh dirinya mempelajari herbal dan tanaman obat serta memaksanya untuk berlatih jenis kekuatan jiwa tanpa memberikan kesempatan baginya untuk melatih fisik.
Pada saat Ramzi dan Rozak kembali dari ladang herbal milik keluarga mereka, mereka lalu melihat ada kerumunan di depan rumah kepala desa sebelum Ghandi.
Ramzi muda itu penasaran dan lalu mengendap perlahan ke arah jendela. Sementara Rozak yang sudah mencoba menghentikan adiknya, terpaksa ikut bersama adiknya itu.
Disana, mereka mendengarkan informasi yang sangat luar biasa. Informasi itu memancing ketamakan dari Ramzi muda yang sangat haus akan kekuatan.
Beberapa bulan kemudian, kepala desa yang baru, Pak Ghandi, menyuruh Ramzi dan Rozak pergi ke ibu kota kerajaan untuk mengirimkan sebuah surat kepada seseorang disana.
Di tengah perjalanan, Rozak mengingatkan adiknya untuk melupakan apa yang sudah mereka dengarkan saat mereka menguping dirumah kepala desa yang lama. Namun niat baik kakaknya itu tidak disambut baik oleh Ramzi.
Di saat Rozak tengah tertidur di malam hari, Ramzi membunuh kakaknya itu. Tubuh Rozak lalu diberikan ke binatang buas yang ada di dalam hutan untuk menghilangkan jejak.
Ramzi kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ibu kota seorang diri.
Menggunakan identitas baru di ibu kota, Ia mencoba mengikuti ujian akademi militer milik kerajaan dan lulus.
Setelah beberapa tahun, dia mendapatkan informasi bahwa ibunya terus mencari tahu kabar tentang dirinya dan kakaknya.
Diam-diam Ia menulis sebuah surat dan pergi kembali ke desa hanya untuk meletakkan sendiri surat itu di depan rumah kedua orang tuanya.
Pada saat itu, ia sudah mengetahui kondisi ayahnya yang lumpuh. Namun Ramzi sama sekali tidak tersentuh dengan kondisi ayahnya itu.
Semenjak itu, ia terus kembali ke desa setiap beberapa bulan sekali hanya untuk memantau perkembangan konflik yang sudah ia tebar melalui sebuah surat.
Ya, surat itu berisi informasi bahwa kepala desa saat ini sudah membunuh dirinya dan kakaknya.
Ramzi bahkan dengan sengaja meletakkan sebuah buku yang mengajarkan ilmu racun di kebun milik keluarganya agar bisa digunakan oleh ibunya untuk menangani kepala desa.
Semua hal yang dilakukan Ramzi itu hampir berakhir sesuai dengan harapannya.
Hanya saja, kemunculan Anul dan kebulatan Tekad Pak Ghandi mengacaukan semuanya.
Ambisi Ramzi atas kekuatan sudah membuatnya gila dan rela melakukan apa saja hanya untuk menjadi kuat.
Sembari terus mencengkram tinju kepala desa, Ramzi sekali lagi berbicara. "Pak tua, kau pikir aku tidak bisa menemukan cincin itu sendiri? Kau pikir seberapa besarnya desa ini? Setelah kalian semua aku bu...".
Bumm...
Ucapan Ramzi tertahan karena sebuah tendangan yang tiba-tiba melayang ke arah kepalanya dari belakang.
Namun Ramzi yang sudah berpengalaman di medan perang, tentu saja tidak semudah itu dikalahkan. Tepat pada saat tendangan itu hampir mengenai kepalanya, tangan kanannya secara refleks menahan tendangan itu di udara.
Suara benturan antara tapak dan tendangan itu memekakkan telinga, podium batu bergetar. Ramzi tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri, tendangan itu belum cukup untuk membuatnya tergeser, tapi tendangan itu cukup kuat sehingga membuat tangan kanannya terasa agak kebas.
Setelah tendangan itu dapat ditahan olehnya, Ramzi langsung melepaskan cengkraman tangan kirinya dari tinju Pak Ghandi. Dengan cepat tubuhnya berputar dan tinjunya langsung dihantamkan ke dada Anul yang masih tertahan di udara.
Dughhh... Dumm... Crasshhhh...
Tinju itu tepat mengenai dada Anul dan mementalkan tubuh Anul sejauh puluhan meter sebelum tubuh itu menyentuh tanah dan terus terseret hingga menabrak sebatang pohon besar yang kokoh.
Pohon besar itu bergetar hebat ketika berbenturan dengan tubuh Anul. Selang beberapa saat pohon itu nampak sedikit retak di bagian yang tertabrak oleh tubuh Anul dan mulai roboh secara perlahan.
Bumm...
Pohon besar itu lalu benar-benar roboh, menunjukkan akar-akarnya yang tercongkel keluar. Awan debu yang meliputi area beradius beberapa puluh meter menutupi pandangan Ramzi dan Pak Ghandi.
Mereka berdua yakin kalaupun tidak mati, Anul pasti sudah terluka parah setelah terkena serangan milik Ramzi itu.