Demi menutupi identitas aslinya, Elvano Abraham memilih Sena sebagai pendampingnya dalam suatu acara. Sena yang tak menyadari niat Elvano sesungguhnya menerima tawaran tersebut, karena ia pun ingin lebih dekat dengan Elvano.
Tapi Elvano salah, karena pilihannya tersebut malah membawa dirinya terjebak dalam pesona Sena, begitu pula sebaliknya.
Apakah yang akan Sena lakukan setelah mengetahui motif Elvano yang sesungguhnya? Apa mereka akan terus bersama? Atau justru motif Elvano menghancurkan hubungan keduanya?
Yuk! Ikuti kisah Elvano dan Sena yang harus menemukan cinta sejati di tengah banyaknya rahasia dan kesalahpahaman yang penuh dengan ketegangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SBDST 12.
"Rett yang sudah memberikan obat itu pada Nona Sena, Tuan. Dia menggunakaan obat keras yang baru diproduksi oleh kelompok mereka."
Lapor Tracker pada Elvano. Setelah Elvano membersihkan diri, ia kembali memanggil Tracker dan kini asistennya itu tengah menyampaikan semua laporan yang ia dapatkan pada sang atasan.
"Jadi buaya oplosan itu ingin menguji obat-obatan sialan mereka dengan mengincar pendampingku?" tanya Elvano geram dengan terus memasang kancing kemejanya.
Tracker langsung mengangguk, membuat Elvano berdecih sinis.
"Dia pikir dia siapa? Berani menginginkan milikku?" Elvano berbalik, wajahnya terlihat kesal mendengar semua laporan dari Tracker. "Apa lagi?" tanya Elvano kembali.
"Jayden membantu Rett. Dia sengaja mencari masalah dengan Zion."
"Bukan hanya dengan Zion, tapi dia sudah berani mencari masalah denganku. Berikan mereka hadiah," perintah Elvano yang langsung diangguki Tracker.
Elvano sudah ingin beranjak meninggalkan kamarnya untuk menemui Sena di kamar wanita itu. Tapi Tracker masih menghentikan tuannya, masih ada laporan yang belum ia sampaikan.
"Rett, juga sempat melihat wajah Nona Sena, Tuan."
Deg!
Langkah Elvano terhenti, rahangnya mengeras dan satu tangannya yang berada di dalam saku celana mengepal mendengar informasi fatal itu.
*
*
*
"Kau tidak menyukai makanannya?"
"Hah?"
"Atau mau aku yang suapi? Tanganmu pasti juga kram karena mencakarku semalaman."
Astaga!
Otot-otot wajah Sena rasanya bergerak tak tentu arah mendengar ucapan Elvano.
Sebelumnya Sena sudah dikejutkan dengan sikap Elvano yang berubah perhatian, dan berlanjut setelah ia selesai membersihkan dirinya, Sena dikejutkan dengan masuknya Elvano bersama banyaknya para pelayan yang membawa troli makanan, sampai akhirnya ia dan Elvano duduk berhadapan untuk sarapan bersama.
"Aaa, buka mulutmu?" Elvano sudah mengarahkan potongan pancake pada Sena.
Bukannya menerima, Sena memutar tangan Elvano dan mengarahkannya ke dalam mulut pria itu sendiri, Elvano pun membuka mulutnya dan memakan pancake tersebut.
"Saya bukan anak kecil yang harus disuapi," kesal Sena pada atasannya itu. "Saya bisa makan sendiri."
Elvano mengangguk, ia tahu Sena bukan anak kecil, tapi wanita itu tak kunjung memakan sarapannya, makanya Elvano berinisiatif untuk menyuapi. Bukankah seperti itu yang para pria-pria umum lakukan pada wanitanya.
Keduanya akhirnya menghabiskan sarapan dalam diam, baik Elvano maupun Sena tak ada yang membuka suara. Mereka tampak menikmati makanan masing-masing, sampai semua selesai dan para pelayan sudah membereskannya.
"Apa kita akan pulang hari ini, Tuan?" Sena bertanya setelah beberapa saat mereka terjebak dalam keheningan.
Elvano yang sebelumnya fokus dengan ponselnya itu kini mengangkat wajah untuk menatap Sena.
"Kenapa? Kau tidak betah di pulau ini?"
"Bukan, Tuan. Pesta topengnya sudah kelar, itu artinya pekerjaan kita sudah selesai, kan?"
"Kita masih bisa tinggal beberapa hari lagi. Kau bisa menikmati keindahan pulau ini."
"Tapi, Tuan, kita sudah tidak ada pekerjaan lagi di sini. Dan Saya pikir kita harus segera kembali, pekerjaan di perusahaan pasti sangat menumpuk." Dengan cepat Sena menyampaikan keinginannya, dan ketika Elvano menatapnya dengan semakin intens membuat Sena segera meralat kembali ucapannya. "Em...maksud saya, jika Tuan sendiri ingin tetap di sini, tentu saja silahkan, hehe..." Sena mengakhiri kata-katanya dengan tertawa garing.
"Aku bisa mengerjakan pekerjaan kantor di mana saja. Aku menunda kepulangan kita karena aku pikir kau masih ingin beristirahat di sini. Kau terlihat sangat lelah."
Aigh! Sena benar-benar tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya kali ini, ia tersenyum dengan wajah yang sudah memerah meski berusaha kuat untuk menahan senyumnya.
"Kau benar-benar bekerja keras malam tadi."
Pipi Sena semakin memerah mendengar ucapan Elvano, tapi kali ini diiringi perasaan kesal yang menyeruak.
Bekerja keras, katanya? "Bisakah Tuan berhenti membahas kejadian malam tadi?" tanya Sena dengan sedikit menajamkan pandangannya, berusaha mengintimidasi sang bos.
Elvano yang terus menyinggung tentang malam panjang mereka sepertinya mulai membuat Sena merasa tidak nyaman.
"Saya tahu itu semua tidak sengaja. Saya salah minum. Dan itu adalah kelalaian saya, jadi lupakan saja semuanya. Jangan membahasnya lagi."
Elvano meletakkan ponselnya secara kasar di atas meja. Matanya menatap Sena lebih tajam dari cara wanita itu menatapnya.
"Beri tahu aku cara melupakan semuanya?" tanya Elvano cepat, ia sudah berdiri dan menyudutkan Sena. Berani sekali Sena meminta ia untuk melupakan semuanya setelah berhasil menikmati tubuhnya yang sangat berharga.
"Saat aku terus mengingat desahanmu, eranganmu yang menyebut namaku... bagaimana caranya aku melupakannya?"
"Tu-tuan..."
"Tanganmu yang tak berhenti mencengkram kuat punggungku, dan..."
"Tuan, ahhh..."
Sial! umpat Sena saat tangan Elvano menyelinap masuk dan mengusap halus punggungnya. Elvano membawa Sena berdiri ia melumat bibir wanita itu sedikit kasar, Elvano menahan tengkuk Sena saat Sena mencoba berontak.
"Tu-tuan..."
"Berhenti memanggilku Tuan." Elvano tak memberikan celah untuk Sena lepas darinya, sampai ia merasa Sena tak melawan sekuat tadi, ciuman itupun perlahan berubah menjadi lembut, dalam dan menuntut.
"El..." desah Sena menyebut nama sang bos saat tangan Elvano mulai tidak bisa dikondisikan.
"El...aku...aku masih terasa sakit..."
Elvano menghentikan ciumannya, ia berdecak kesal. Miliknya sudah berdiri hanya dengan mencium Sena seperti tadi.
"Kita akan pulang sekarang, bersiaplah," ucap Elvano seraya langsung pergi meninggalkan Sena yang masih kesulitan mengatur napas karena serangan mendadak atasannya itu.
Sena lekas bersiap, ia meraih tas kecilnya. Sena benar-benar ingin pulang, ia ingin memeriksa sesuatu di apartemennya.
Sena abaikan aja terus Elvano. Buat dia jadi mayat hidup karena terlalu merindukan mu. Jangan mudah kasih maaf/Determined//Facepalm//Facepalm/