Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34 : Dia tahu sesuatu
Wei Ming mendengus kasar, lalu mengibaskan tangannya ke arah para pelayan. “Keluar. Lian Hua akan mengurusku.”
Nada suaranya terdengar seperti ejekan, menirukan kalimat yang semalam diucapkan Lian Hua sendiri.
Xueli menunduk dalam, menahan napas di tengah ketegangan yang terasa. Pelayan-pelayan lain pun segera mengikuti, melangkah keluar dengan cepat hingga ruangan itu menjadi lebih lengang.
Lian Hua memiringkan wajahnya, menatap pria tua itu dengan senyum miring yang menyimpan cibiran. “Kenapa kau melakukannya? Menyuruh mereka keluar?”
Wei Ming memutar matanya, lalu bersandar ke bantal. “Proses pengobatan itu privasi. Kau harus tahu.”
Kata-kata itu membuat kening Lian Hua berkerut. Tatapannya menajam, seolah hendak menembus wajah di hadapannya. Kata privasi itu, ia hanya pernah mengucapkannya pada Ya Ting. Tidak seorang pun seharusnya tahu. Jadi, bagaimana Wei Ming bisa mengulanginya persis dengan nada yang sama?
Senyum tipis terbentuk di bibir Wei Ming ketika melihat perubahan di wajahnya. “Proses pengobatan berbeda untuk setiap orang. Itu sebabnya, tidak semua harus tahu.”
Hening sejenak. Jantung Lian Hua berdetak lebih cepat. Kata-kata itu terdengar biasa, namun terasa seperti pesan yang tersembunyi. Perlahan, ia bertanya dengan suara lebih dalam, “Apakah itu hanya lelucon… atau kau sebenarnya mengetahui sesuatu?”
Tatapan mereka bertemu. Mata Wei Ming berkilat samar, seperti menyimpan rahasia yang tak mudah ditebak.
Wei Ming hanya mengangkat bahu, ekspresinya santai namun penuh tantangan. “Tahu sesuatu apa?”
Lian Hua memutar matanya malas, tak ingin terjebak dalam permainan kata. Ia memilih diam, lalu mengambil mangkuk di meja samping. Dengan tenang ia menyuapi Wei Ming, tidak peduli dengan tatapan penuh tanya yang terus menelannya.
Wei Ming menahan kunyahannya sejenak, lalu bertanya lagi dengan nada lebih berat. “Kalau begitu, apa yang sebenarnya kau lakukan di sini… jika kau bukan berasal dari sini?”
Senyap merambat di antara mereka. Pertanyaan itu bagai anak panah yang melesat tepat ke dadanya. Lian Hua terdiam, menahan tatapan tajam Wei Ming. Hatinya bergemuruh, ia yakin pria itu tahu lebih banyak dari yang ditunjukkannya, namun tak pernah sekalipun ia memberi jawaban yang pasti.
Ia menarik napas panjang, lalu mengangkat wajahnya menatap lurus pada Wei Ming. “Mungkin aku memang terlihat bodoh di dunia ini. Tapi jangan berpikir kau bisa mempermainkanku, Yang Mulia.”
Wei Ming tertawa terbahak, tubuhnya berguncang kecil meski masih lemah. Ia menyandarkan diri ke bantal, dagunya terangkat penuh kesombongan. “Kau tidak takut… kalau suatu hari semua ini terbongkar?”
Lian Hua menatapnya, dingin dan tenang. “Aku pernah mati sekali. Jadi… jika harus mati lagi untuk kedua kalinya, itu bukan masalah bagiku.”
Wei Ming terdiam sejenak, lalu kembali tertawa, kali ini lebih dalam. “Kata-kata itu… bukan dari seorang wanita licik. Tapi jelas-jelas dari seorang wanita yang terlalu sombong.”
Lian Hua tak menanggapi, hanya terus menyuapkan makanan hingga habis, lalu menyodorkan obat terakhir. Wei Ming meneguknya dengan wajah masam, sementara Lian Hua berkata lirih, “Mulai besok, tubuhmu akan berangsur pulih. Kekakuan itu akan menghilang. Jadi bersiaplah… aku ingin kau belajar berjalan lagi, dari sekian lama kamu hidup hanya untuk terbaring.”
“Baiklah.” Wei Ming hanya menatapnya dengan tatapan sulit ditebak, entah kagum atau semakin curiga.
Namun suasana hening itu mendadak pecah. Dari balik jendela, terdengar gesekan dedaunan. Bayangan samar bergerak cepat, seperti seseorang yang baru saja pergi.
Lian Hua sontak menoleh, tatapannya tajam menusuk arah suara. Jari-jarinya mengepal, tubuhnya menegang seolah hendak melompat keluar untuk memastikan siapa yang berani menguping.
Wei Ming hanya melirik sekilas dengan senyum samar. “Sepertinya… ada lebih banyak yang memperhatikanmu daripada yang kau kira.”
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂