Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Bersalah
Kerjaanku sekarang hanya menunggu majikan kerja. Sedang duduk disofa ruangannya, dengan tangan berkali-kali mengeser gawai untuk mencari sesuatu.
Kulihat non Dilla berkali-kali melirik ke tempatku, dan akupun sama juga melirik ke arahnya, tapi mulut kami masih saja sama-sama terbungkam.
"Ayo cepetan kita pulang!" ketus Non Dilla.
"Hemm."
Akupun hanya mengikuti langkahnya dari belakang saja, yang masih tidak ada obrolan sedikitpun dari mulut kami.
Mobil berwarna hitam adalah mobil utama untuknya. Terlalu glamor dan mewah. Dari desa tidak ada pengalaman, jadi ketika menaikkinya terasa nyaman dan ingin memejamkan mata terus.
"Biar aku saja yang menyetir!" pintaku.
"Memang kamu bisa?"
Wajah itu menyiratkan masih tidak percaya.
"Bisa dong! Aku ini pintar, tanggap, baik, dan terutama handsome," Kesombonganku mencoba memecah kebisuan kami.
"Ciiih,muka cupu saja dibanggakan. Lebih baik kamu itu rubah sikap dan mukamu yang ngeselin itu, sepet dan eneg sekali rasanya melihat kamu itu," jawab majikan sambil membuka pintu mobil.
"Biar wajah tak menarik, yang penting aku pintar dan bisa diandalkan, contohnya papa non Dilla mempercayakan semua padaku," tuturku memberitahu.
"Hadeh. Ya ... ya."
Mobilpun sudah kulajukan perlahan-lahan. Walau baru pertama kali menyetir dan membawa orang, tapi bolehlah kemampuanku belajar menyetir hari ini.
"Kita mau kemana Dio? Kayaknya ini bukan ke arah rumahku. Kamu tidak lupa sama jalankan?" tanya Non Dilla binggung.
Berjalan berlawan arah. Menuju jalan tol. Mobil mulai ngebut bebas.
"Aku tidak salah jalan. Nanti juga akan tahu kita akan kemana?."
Rasa bersalah yang mendalam tadi, kini akan kuganti dengan mengajaknya jalan-jalan.
Cuma butuh beberapa menit untuk sampai. Walau masih dalam tahap belajar, tapi bolehlah melajukan dengan baik
"Waaah, Dio. Beneran kamu mengajakku kesini?" tanyanya takjub, saat telah sampai ditempat tujuan.
Kelihatan wajah Non Dilla begitu sumringah tersenyum lebar, dan akupun senang atas semua itu. Akhirnya wajah non Dilla yang sempat cemberut dan menangis tadi, bisa terganti dengan kebahagiaan yang bakalan akan kami lakukan selanjutnya.
"Wah, aku suka sekali tempat kayak ginian, Dio!" Kekagumannya dengan wajah sumringah lebar.
Tanpa menungguku yang sedang memarkir mobil, majikan sudah berlarian kecil masuk ke festival pasar malam. Dengan tergesa-gesa langsung saja kubanting pintu mobil, untuk berusaha mengejar Non Dilla agar aku tak ketinggalan.
"Jangan cepat-cepat jalannya!" perintahku yang sudah mencekal tangannya.
Seketika berhenti dan menatap wajah penuh keheranan.
"Banyak orang yang berlalu lalang ini."
"Iya .. ya, takut amat kalau aku hilang," jawab majikan setuju yang sudah sewot.
"Non itu adalah majikan yang harus kujaga, jadi kalau hilang siapa yang susah, 'kan aku juga," Penjelasan yang sudah melepaskan tangannya, dan kami berusaha berjalan beriringan.
"Iya Dio, pengawalku yang tampan!" pujinya sepertinya tak ikhlas.
Dia menyebut begitu, jadi ada rasa besar kepala juga.
"Tumben-tumbennya Non mau panggil aku tampan, biasanya cupu dan bocil. Ada apaan nih? Jangan bilang itu rasa terima kasih Non, karena telah aku bawa kesini."
Terheran-heran atas ucapan yang tidak seperti biasa.
"Hhhhh, kamu itu maunya gimana? Dipuji marah, dijelek-jelekkin tambah marah, apa aku lebih baik ngak usah ngomong lagi sama kamu," cakapnya merasa serba salah.
"Hehehhe, ngak juga begitu, Non. Cuma aneh saja kamu tiba-tiba manggil kayak gituan."
"Sudah ... sudah, aku tidak mau berdebat sekarang! Sebab aku mau menikmati keindahan suasana pasar malam ini."
Wajahnya tidak lepas tersenyum lepas. Disamping kiri kanan ada lesung pipi, semakin cantik dan menawan saja wajahnya itu.
"Siiip."
Tanpa henti Non Dilla telah berlarian kecil-kecil, mampir ke kedai-kedai penjual. Wajahnya kini terlihat menenangkan sebab tersenyum terus, dan membuat hatikupun ikut gembira. Benar kata majikan tuan besar, bahwa disebalik sikapnya yang angkuh, judes, dan asal jeplak ngomong, ternyata majikanku yang cantik ini sangatlah menyenangkan.
"Dio?" Panggilnya yang sudah berhenti di tempat penjualan kembang gula kapas.
"Heeem, ada apa?."
"Aku mau ini!" Suara manjanya meminta.
Telunjuk digigit. Sikap merengek minta sesuatu persis anak kecil.
"Masak majikan kaya tujuh turunan, ngak bisa beli kembang gula yang harganya cuma sepuluh ribuan?" ujarku menyindirnya.
"Ya elaah, pelit amat cuma minta beli ini doang. Aku lagi tidak bawa uang cuma adanya kartu, masak aku mau membeli pakai itu, pikir? Takkan nyuruh abangnya mengesek uangnya dulu, yang ATMnya jauh dari sini. Ya sudah kalau gak mau," jelasnya yang sudah cemberut, dan berusaha melenggang pergi.
"Eeeit ... tunggu, sensi amat baru disinggung begitu saja. Iya ... iya, aku belikan!" jawabku mencegah sambil membujuk.
"Ini, ambilah!" Pemberianku apa yang dimintanya, setelah membayar memakai uangku berwarna merah.
"Dio?" Suara majikan manja lagi.
"Ada apa lagi sih, Non!" jawabku memelankan suara.
Panggilan manja yang mengherankan, tapi cukup menyenangkan jika nama yang dia sebut.
"Belikan aku enam kantong lagi."
"Apa?" Kekagetanku.
"Apa ngak salah permintaan kamu? Mau minta apa ngerampok?" keluhku.
"Iiissh, ya sudah kalau ngak mau. Kalau aku dapat gesek uang nanti, akan aku ganti lima puluh kali lipat. Dasar, pelit amat kamu ini jadi anak buah," Suaranya yang nyolot marah.
Kini benar-benar marah dan berlalu pergi menjauh.
"Ya ampun ini majikan, banyak bener kemauannya. Sungguh aku harus bersabar menghadapinya. Gaji belum dapat, tapi sudah diperas sama majikan sendiri. Sungguh apes dah aku hari ini!" kepasrahanku.
Karena tidak ingin membuat majikan kecewa, akhirnya akupun membelikan kembang gula kapas dengan dua puluh bungkus biar dia puas sekalian.
"Non Dilla?" panggilku berjalan disampingnya.
Ternyata majikan benar-benar marah betulan, sebab mulutnya masih saja terbungkam rapat-rapat tak mau menjawab.
"Kamu tidak usah marah begitu. Apa Non ngak mau ini?" ujarku sambil tangan memberi satu kantong kresek besar kembang gula kapas.
"Apa ini!" tanyanya heran.
"Buka saja."
Matanya sekarang begitu menyiratkan kebahagiaan, dan akupun suka itu.
"Apa tidak salah yang kamu beli ini?"
Kami terus berjalan beriringan. Melewati banyak orang yang sibuk juga berjalan.
"Memang kenapa? Tadi 'kan merengek-rengek minta tiga saja, daripada non marah gak karuan dan itu akan menyusahkanku, lebih baik aku beli sebanyak itu," jelasku.
"Waaah, kamu memang pengawal the best. Tahu saja keinginan majikan. Terima kasih Dio," ucapnya tersenyum manis.
"Iya sama-sama."
"Oh ya, Non. Kenapa kamu kelihatan suka sekali dengan kembang gula kapas itu?" tanyaku penasaran.
"Ada dech! Nanti kamu juga akan tahu suatu saat nanti," jawabnya yang tak mau bercerita.
Akupun tak banyak memaksanya untuk bercerita, dan biarlah dia sendiri nanti akan menceritakan, sebab aku tidak mau dikatain kepo dan ikut campur urusan orang lain.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️