Setelah tujuh tahun nikah, Aris itu tetap saja sedingin es. Kinanti cuma bisa senyum, berusaha sabar. Dia cinta banget, dan dia yakin suatu hari nanti, es di hati suaminya itu bakal luntur.
Tapi, bukannya luntur, Aris malah jatuh hati sama cewek lain, cuma gara-gara pandangan pertama.
Kinanti tetap bertahan, mati-matian jaga rumah tangganya. Puncaknya? Pas ulang tahun Putri, anak semata wayang mereka yang baru pulang dari luar negeri, Aris malah bawa Putri buat nemenin cewek barunya itu. Kinanti ditinggal sendirian di rumah kosong.
Saat itulah, harapan Kinanti benar-benar habis.
Melihat anak yang dia besarkan sendiri sebentar lagi bakal jadi anak cewek lain, Kinanti sudah nggak sedih lagi. Dia cuma menyiapkan surat cerai, menyerahkan hak asuh anak, dan pergi dengan kepala tegak. Dia nggak pernah lagi nanyain kabar Aris atau Putri, cuma nunggu proses cerai ini kelar.
Dia menyerah. Kinanti kembali ke dunia bisnis dan, nggak disangka-sangka, dirinya yang dulu diremehin semua orang...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rara Jiwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
140 Miliar dan Janji pada Nenek
Wajah Rio tampak emosional, sikapnya pun menjadi dingin. Dia merasa Kinanti ingin mendapatkan perlakuan khusus karena statusnya.
"Bu Kinanti, mohon jaga sikapmu dan tetap bekerja secara profesional. Kamu pikir ini rumahmu?" ucap Rio dengan nada tinggi.
Sikap Kinanti tidak berubah, dia pun mengambil tasnya sambil berkata, "Kalau kamu nggak suka, pecat saja aku sekarang."
"Kamu!"
Sebelum ini, Rio sempat mendampingi Aris ke Jakarta. Sebagai sekretaris pribadi, dia tahu soal pengajuan pengunduran diri Kinanti.
Meski termasuk orang kepercayaan Aris, dia tidak berhak begitu saja memutuskan memecat Kinanti.
Terlebih lagi nenek Keluarga Anggasta sangat menyukai Kinanti. Masalah akan semakin panjang jika Kinanti mengadu pada nenek Keluarga Anggasta. Meski yakin Aris akan melindunginya, dia tetap akan dirugikan.
Kinanti tak memedulikan Rio dan berjalan melewatinya begitu saja.
Rio yang merasa diabaikan semakin emosional.
Dia meninggalkan divisi sekretariat dengan kesal.
"Ada masalah apa?" tanya Farel saat melihat Rio kesal.
Rio pun menceritakan semuanya.
Farel dibuat terkejut saat mendengarnya.
Selama ini, dia yang sering berinteraksi dengan Kinanti.
Dia paham bagaimana watak Kinanti, yah meski sedikit.
"Kinanti nggak mungkin seperti itu, apa mungkin ada salah paham?" tanya Farel penasaran.
"Nggak, kejadiannya memang seperti itu. Kalau menurutku sih dia memang ingin diperlakukan khusus. Aku rasa dia nggak sebaik yang kamu ceritakan," jawab Rio ketus.
Farel terdiam sejenak lalu berkata, "Apa mungkin karena dia mau undurkan diri dan mulai menyerah?"
Namun, kinerja Kinanti akhir akhir ini masih bagus, tidak ada bedanya dengan dulu.
Tepat pada saat ini, tampak Aris berjalan mendekat. "Ada masalah apa?" tanyanya singkat.
"Mengenai Bu Kinanti, kerjaan belum selesai tapi sudah pulang," jawab Rio.
"Kalau memang seperti itu, pecat saja sesuai aturan perusahaan," ucap Aris.
Tampaknya dia memang tak memedulikannya.
Farel dan Rio lantas tercengang saat mendengarnya.
Bukan karena merasa sikap Aris pada Kinanti terlalu dingin.
Tapi tentang apa yang dikatakan Aris barusan, seolah tak tahu kalau Kinanti sudah mengajukan pengunduran dirinya.
Bukankah Kinanti mengundurkan diri atas perintah Aris?
Apa mungkin mereka salah mengira?
Saat mereka ingin menjelaskan, ponsel Aris berdering.
Telepon dari Dinda.
Aris tak lagi memperhatikan mereka. Dia berjalan melewati mereka menuju lift sambil mengangkat telepon. "Ya, ini aku udah selesai, bentar lagi sampai."
Farel dan Rio saling menatap satu sama lain.
"Mungkin Pak Aris lupa?" celetuk Farel.
"Ya, bisa jadi."
Bagaimanapun, Aris tidak pernah peduli dengan urusan Kinanti.
Di sisi lain.
Hubungan Putri dan nenek Keluarga Hermala sangatlah dekat.
Sebelum ini, asalkan Putri ada di rumah, Kinanti pasti akan membawanya pergi bersama ke kediaman Keluarga Hermala.
Namun sekarang berbeda. Putri memang sudah kembali ke Kota Seberang, tapi belum menghubunginya beberapa hari ini. Gadis kecil itu justru menghubungi Dinda tiap hari dan akan rindu jika tidak bertemu selama beberapa hari.
Kalau memang sudah seperti itu, Kinanti tidak perlu memaksanya.
Terlebih lagi, hubungan Putri dan Dinda begitu dekat sekarang. Nenek pasti akan marah besar jika mengetahuinya.
Yah, apa boleh buat. Kedatangannya kali ini ke kediaman Hermala hanya seorang diri. Meski Putri sudah kembali, dia tidak akan menjemputnya.
Jalanan sore itu terbilang cukup padat. Dia baru tiba di Kediaman Hermala sekitar pukul setengah enam malam.
Begitu melihat Kinanti, senyum di wajah nenek lenyap. "Kamu kurusan, Kinanti?" ucap nenek sambil menyentuh lembut wajah Kinanti dengan penuh kasih sayang.
"Akhir akhir ini sibuk banget, Nek, banyak kerjaan," jawab Kinanti dengan pendek.
Nenek tampak menghela napas panjang lalu berkata, "Meski sibuk, kamu harus makan teratur."
"Iya, Nek, aku ngerti."
Kinanti duduk di samping sambil menyandarkan wajahnya ke bahu nenek. Dia ingin merasakan kehangatan dari kasih sayang nenek.
Saat daging kambing sudah matang, nenek lantas memerintahkan pelayan untuk membawakan semangkuk sup kambing untuk menghangatkan tubuh Kinanti.
Perhatian nenek pada Kinanti begitu besar. Hal itu membuat Kinanti berlinang air mata begitu teringat masalah yang terjadi belakangan ini.
Kinanti takut nenek akan khawatir jika tahu tentang masalahnya. Jadi dia segera menenangkan diri dan bertanya, "Apa bibi sama yang lain belum kembali dari liburan, Nek?"
"Belum, mereka asik liburan. Mereka malah bilang seminggu lagi baru pulang."
"Gimana dengan paman, Nek? Masih sibuk sambut klien?" lanjut Kinanti.
"Begitu tahu kamu ke sini, pamanmu langsung atur ulang jadwalnya. Dia ingin ikut makan malam bersama kita. Mungkin, sebentar lagi dia datang."
"Baik, Nek."
Baru saja dibicarakan, Bagas Hermala pun tiba. "Wah, Kinanti sudah datang, toh!" ucapnya sembari menatap Kinanti dengan tersenyum.
Namun, tak lama, dia langsung mengerutkan keningnya, lalu berkata, "Kamu kok kurusan, sekarang? Jarang makan?"
"Sebelumnya terlalu sibuk... Kelak aku bakal makan lebih banyak deh," ucap Kinanti sambil tersenyum.
Begitu pelayan menghidangkan masakan di atas meja makan, Bagas langsung mengambil daging dan memberikannya pada Kinanti.
Saat Bagas mengatakan dirinya kurus, sebenarnya Kinanti juga melihat wajah pamannya tampak kelelahan.
Meski tidak bekerja di Hermala Group, Kinanti tahu bisnis keluarganya itu sedang memburuk. Paman sibuk mengurus perusahaan tiap hari, tapi tetap tidak membuahkan hasil.
Selama ini, sebenarnya ada beberapa proyek. Asalkan Aris mau membantu, Hermala Group tidak akan jatuh hingga ke titik ini.
Aris hanya pernah membantu mereka dua kali, itu pun atas perintah nenek Keluarga Anggasta.
Kinanti berpikir dalam benaknya. Berdasarkan kesalahpahaman Aris pada dirinya, jika bukan karena nenek Keluarga Anggasta, Aris bukan hanya tidak membantu, bisa jadi pria itu akan menghancurkan Keluarga Hermala.
Senyum pahit terpancar di wajah Kinanti saat memikirkannya. Rasa daging kambing yang lezat tiba tiba berubah hambar.
Bagas sendiri tidak pernah meminta bantuan Kinanti untuk membujuk Aris. Dia tahu keponakannya itu sudah banyak menderita.
Selesai makan, saat nenek terlelap sebentar, Kinanti menyerahkan sebuah kartu ATM yang berisi uang seratus empat puluh miliar.
"Kinanti, Paman nggak perlu...."
"Nggak ada gunanya aku simpan, Paman."
Kinanti menyerahkan kartu ATM itu pada Bagas, lanjut berkata, "Aku nggak bisa bantu apa apa, aku cuma bisa bantu ini."
Sejak kecil, memang benar Kinanti biasa menjadi juara kelas. Dia juga mampu melakukan penelitian dan pengembangan. Hanya saja, dia tidak cocok untuk berbisnis. Untungnya, Kinanti telah berhasil mendapatkan beberapa hak paten dalam kecerdasan buatan atau AI di awal tahun dirinya berkarir. Saat itu, dia dan Dino mendirikan perusahaan teknologi. Tiap tahun, perusahaan tentunya akan membagikan dividen. Jika ditotal, dividen yang dia dapatkan mencapai ratusan miliar atau bahkan triliunan meski hanya berbaring tanpa melakukan apa apa.
Bagas merasa malu pada Kinanti.
"Kamu sudah kasih uang berkali kali, tapi perusahaan malah...."
Hampir pailit.
"Maafkan pamanmu ini, Paman memang nggak kompeten."
"Wajar kalau perusahaan melakukan investasi lebih banyak dalam proses transformasi. Jangan jadikan hal ini sebagai beban, Paman," hibur Kinanti.
Pada titik ini, Kinanti teringat apa yang dikatakan Dino padanya hari itu: "Perkembangan AI sangat cepat. Kalau saja kamu nggak buru buru nikah waktu itu, dengan kemampuan dan terobosanmu, ditambah dengan kemampuan operasionalku, perusahaan kita pasti punya nilai pasar ribuan triliun dan menjadi perusahaan teknologi nomor satu di Kota Seberang. Untungnya, AI punya banyak ruang untuk dikembangkan sekarang. Kita masih punya kesempatan, aku harap kamu segera kembali."
Saat Aris tiba di rumah, waktu sudah lewat pukul sepuluh malam.
Putri mengusap matanya berkata, "Ayah sudah pulang?"
"Ya," jawab Aris lalu lanjut berkata, "Kalau ngantuk, cepat tidur sana."
"Ya, selamat malam Ayah!"
"Selamat malam."
Putri naik ke atas dan langsung pergi tidur.
Setelah meminum air yang diberikan pelayan, Aris juga bergegas naik ke atas.
Kamar tidur utama masih dalam keadaan gelap.
Seperti tidak ada penghuni.
Aris menghentikan langkahnya sejenak, lalu menyalakan lampu.
Benar saja, tidak ada seorang pun di dalam.
Aris pun berbalik, wajahnya dingin. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Cari tahu di mana Kinanti berada sekarang. Suruh pengawalku menunggunya di luar rumah Hermala. Begitu dia keluar, tahan dia. Aku akan ke sana sekarang."