NovelToon NovelToon
Transmigrasi Tanaya Zaman Purba

Transmigrasi Tanaya Zaman Purba

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Romansa Fantasi / Ruang Ajaib / Epik Petualangan / Roh Supernatural / Time Travel
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nyx Author

🔥"Tanaya — Jiwa dari Zaman Purba”

Tanaya, gadis modern yang hidup biasa-biasa saja, tiba-tiba terbangun di tubuh asing—berkulit gelap, gemuk, dan berasal dari zaman purba yang tak pernah ia kenal.

Dunia ini bukan tempat yang ramah.
Di sini, roh leluhur disembah, hukum suku ditegakkan dengan darah, dan perempuan hanya dianggap pelengkap.

Namun anehnya, semua orang memanggilnya Naya, gadis manja dari keluarga pemburu terkuat di lembah itu.

>“Apa... ini bukan mimpi buruk, kan? Siapa gue sebenarnya?”

Tanaya tak tahu kenapa jiwanya dipindahkan.

Mampukah ia bertahan dalam tubuh yang bukan miliknya, di antara kepercayaan kuno dan hukum suku yang mengikat?

Di dalam tubuh baru dan dunia yang liar,
ia harus belajar bertahan hidup, mengenali siapa musuh dan siapa yang akan melindunginya.

Sebab, di balik setiap legenda purba...
selalu ada jiwa asing yang ditarik oleh waktu untuk menuntaskan kisah yang belum selesai.

📚 Happy reading 📚

⚠️ DILARANG JIPLAK!! KARYA ASLI AUTHOR!!⚠️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyx Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

|Pertentangan Musim Dingin...

Malam tiba…

Balai suku Nahara sudah dipenuhi cahaya oranye di tengah-tengah suku. Biasanya setelah malam pembagian daging akan ada malam pertukaran barang yang akan membawa riuh tawa dan suara anak-anak berlarian, namun malam ini suasananya tampak berbeda. Sorot mata orang-orang disana kini dipenuhi kecemasan.

Dari salah satu pilar batu besar, Tanaya duduk diam di antara para wanita, bersama Sira. Ia bisa melihat ayah dan kakaknya di antara para tetua yang duduk di lingkaran pusat, wajah mereka tampak sedikit tegang diterangi cahaya api.

“Ketua suku…”

Salah satu lelaki tua perlahan maju, ia menundukkan kepalanya. “Persediaan kristal putih kita hampir habis. Tapi kenapa belum ada kiriman di suku kita sama sekali?”

Beberapa orang langsung mengangguk gelisah, di tangan mereka sudah membawa jaring-jaring yang biasanya digunakan untuk menampung kristal putih (garam) tapi kini berubah kosong.

Tanaya menegang. Kristal putih? Garam? Pikirannya langsung bekerja cepat—dalam dunianya garam adalah hal biasa. Tapi di dunia ini… itu bagaikan nyawa. Tanpa garam, kondisi suku ini akan lemah dan pemasukan daging akan terbatas pastinya.

Ia menggigit bibirnya kuat-kuat.

“Iya, Kepala Sao…”Nenek tua penjaga anak-anak yatim ikut berdiri sambil menahan tongkatnya.

“Anak-anak yang tidak punya orang tua juga sudah berhari-hari tidak mendapatkan kristal putih. Persediaan kami sudah kosong.”

Tanaya mengintip lagi, di sekelilingnya wajah orang-orang itu penuh kecemasan, dan ketakutan akan musim dingin yang kejam.

Kalau begini… tenaga mereka bisa melemah dan jatuh sakit atau lebih buruknya sampai menimbulkan kematian, pikir Tanaya. Dadanya seketika ikut sesak sambil terus mempererat lengannya kepada Sira.

Ketua Sao, yang duduk di atas batu besar tempat para pemimpin suku biasa bermusyawarah, mengusap wajahnya kasar. Guratan kelelahan tampak jelas di wajah tuanya—seakan semalam ia tak tidur sama sekali.

Masalah inilah yang sejak kemarin ia pikirkan...

Ia bersama para tetuah sudah berusaha berkeliling ke suku-suku lembah yang lebih dulu mendapat kiriman kristal putih. Mereka membawa daging terbaik, kulit hasil olahan paling halus, bahkan tulang-tulang keras yang biasa dijadikan alat berburu, berharap bisa menukar sedikit persediaan.

Namun semua jawaban yang mereka terima sama… sama-sama mengecewakan.

“Kiriman dari Selakra sangat sedikit,” begitu kata para tetua dari suku lain, “bahkan kami sendiri tidak bisa membaginya lebih.”

Jumlah kristal putih yang datang lebih sedikit dari musim-musim sebelumnya—terlalu sedikit. Sampai-sampai suku-suku lain pun takut kehabisan dan ikut protes.

Ini tidak setara dengan hasil yang mereka tukarkan.

Ketua Sao menurunkan tangannya dari wajahnya, ia menatap api unggun yang memantul di matanya. Ada rasa frustrasi, tapi juga tekad berat yang mulai tumbuh atas tanggung jawab yang ia pikul.

“Tenanglah, semuanya…”

Suara Ketua Sao akhirnya bergema, berat namun tetap berusaha lembut. Ia mengangkat tangannya sedikit, memberi isyarat agar kerumunan mereda.

“Kita tidak boleh langsung panik... Suku Selakra tidak pernah lalai dalam pertukaran ini. Jika mereka terlambat… pasti ada sesuatu yang terjadi di sana.”

Ia menarik napasnya panjang.

“Kita akan mencari tahu. Tapi untuk saat ini—tenangkan hati kalian.”

Nada suaranya mencoba menenangkan, walau bayangan kekhawatiran masih jelas tersimpan di balik mata tuanya.

Tapi orang-orang masih berbisik panik. Beberapa ibu memeluk anak mereka lebih erat. Para pemburu saling bertukar pandang dengan bingung dan murka.

> "Hey tapi aku dengar suku Qien sudah mendapatkan kristal putih, bagaimana bisa suku kita tidak dapat."

> “Ah benarkah?! Suku Selakra… Apa jangan-jangan mereka sengaja menahan kirimannya hanya di suku kita saja?”

> “Mustahil, setiap musim mereka selalu mengirimkan banyak bukan?…”

> “Atau mungkin mereka menyimpan untuk perang?”

Ketua Sao segera mengetuk tongkatnya ke lantai, kembali menenangkan kerumunan.

“Sebelum kita menuduh… kita harus memastikan keadaan yang sebenarnya.”Suaranya tegas, dan tak bisa di bantah.

Ia mengalihkan pandangannya pada Tharen, yang sejak tadi duduk bersandar pada tiang kayu, ia diam seperti batu namun mendengarkan setiap kata.

“Tharen,” panggil Ketua Sao akhirnya, “kau mendengar semua ini. Apa pendapatmu?”

Tharen perlahan membuka matanya, wajahnya seperti menegang memikirkan hal lain. Ia menatap seluruh orang yang kini menunggu dengan tegang.

“Sebaiknya kita pergi ke suku Selakra terlebih dahulu,” ucapnya tenang namun tajam. “Kita harus memastikan apa yang sebenarnya terjadi di sana.”

Ia berhenti sejenak, sorot matanya berubah gelap.“Namun… bila benar mereka menahan kiriman kristal putih hanya di suku kita saja…”

“… Maka ini bukan lagi sekadar masalah penipuan.”

Tharen mencondongkan tubuhnya sedikit, suaranya merendah namun menghantam keras.

“Itu berarti ada sesuatu yang jauh lebih besar yang sedang mereka rencanakan.”

Suasana balai suku seketika mengeras. Api unggun di tengah-tengah balai berkedip-kedip, seolah ikut merespons ketegangan itu.

Semua warga tahu—Tharen adalah penyeimbang suku. Suaranya sangat dihormati sama seperti suara ketua suku… bahkan mungkin lebih.

Tanaya yang ikut mendengarkan itu mengepalkan tangan kecilnya.

Ia mungkin belum tahu sepenuhnya dengan dunia ini. Tapi ia tahu sesuatu yang sukunya tidak tahu—bahwa garam bisa ditemukan di lebih banyak tempat daripada yang mereka percaya dan tergantung pada suku lain.

Beberapa tumbuhan bisa menghasilkan rasa asin jika diolah dengan benar. Di dunianya dulu ia pernah melihat video tentang salt harvesting di sungai dan batuan.

Ia menatap kerumunan dewasa yang ketakutan itu. Tidak ada yang memperhatikan betapa tajamnya mata Tanaya malam ini.

Jika Selakra benar-benar menahan… suku ini akan menderita. Termasuk ayah, ibu… dan kak Yaren.

Dan untuk pertama kalinya sejak ia terlempar ke dunia purba, Tanaya merasakan sesuatu di dalam dirinya seperti bara api kecil—keinginan melindungi.

Ketua Sao yang mendengar ucapan Tharen tadi hanya bisa menghela napasnya panjang, lalu menatap Tharen lagi.

“Ya kau benar... Kita tidak bisa diam. Suku Selakra memegang kendali penuh atas kristal putih di benua barat. Jika mereka berhenti mengirim…” ia menggigit bibirnya, “…itu berarti kita sedang diuji, atau sedang diperingatkan.”

Yaren yang sejak tadi duduk di samping Liran, kini menegakkan tubuh. Ia dapat merasakan sesuatu yang tidak beres. Nalurinya gelisah.

“Ayah,” panggil Yaren pelan tapi tegas“biarkan aku saja yang kesana.”

Tharen mengangguk tanpa keraguan.“Tentu. Kau harus kesana.”

Tetua Luseng yang dari tadi menyimak perlahan menatap keduanya, lalu berdiri.

"Tunggu dulu Tharen... Yaren tidak bisa berangkat sendirian. Kebetulan putraku baru saja kembali dari pertemuan antar suku Benua Timur… Rua akan menemanimu dalam perjalanan.”

Seketika desahan terkejut bercampur bisik-bisik lirih langsung memenuhi balai. Para gadis Nahara yang tadinya gelisah kini saling menatap, sebagian menyembunyikan senyum malu, dan sebagian lagi tak bisa menyembunyikan kekaguman mereka.

“Rua? Dia sudah pulang? Benarkah itu?”

“Dua bulan… akhirnya kembali?”

“Tapi di mana dia? Aku belum melihatnya…”

Nama Rua terus bergema di antara kerumunan para gadis seperti mantra yang membangkitkan rasa ingin tahu. Gadis-gadis muda itu mulai berbisik dan suasana balai suku berubah menjadi hiruk-pikuk kecil yang semakin sulit dikendalikan.

Ketua Sao akhirnya mengangkat tongkatnya dan mengetuk lantai batu—sekali. Suara itu cukup untuk membuat semua orang terdiam.

“Rapat malam ini selesai,” ucapnya dengan nada berat. “Mulai malam ini, kita semua harus menghemat persediaan. Garam tidak datang… dan kita tidak tahu apakah kiriman berikutnya akan muncul.”

Suatu keheningan merayap masuk. Tidak ada yang berani berbicara. Dalam cahaya api yang bergoyang, wajah-wajah mereka tampak pucat dan cemas.

Mereka tahu betapa mengerikannya saat waktu musim dingin itu. Sedangkan Tanaya, mencoba meresapi semua yang baru ia dengar dari jauh. Dadanya ikut merasakan kecemasan yang menekan dari segala arah.

Ia tanpa sadar menggenggam ujung kain pakaiannya, lalu perlahan berbisik pada dirinya sendiri.

"Kalau mereka tidak bisa mendapatkannya… maka aku yang harus menemukan garam itu sebelum musim dingin tiba."

Ya! Ia harus menemukan garam itu secepatnya. Apa pun yang harus ia hadapi.

Dan apa pun yang akan terjadi setelahnya.

...>>>>>...

"Naya!!"

Tak lama suara seruan itu melayang dari arah belakang, lembut… namun jelas dibuat-buat agar semua orang menoleh.

Tanaya yang tadinya hendak pulang seketika berhenti begitupun dengan Sira dan Bunka—ibu Liran spontan menoleh. Dari kejauhan, terlihat seorang gadis bertubuh ramping dengan senyum manisnya berjalan anggun—mendekat.

Tanaya yang melihat itu mengernyit pelan. Ia sepertinya mengenali wajah itu…

Lani.

Cucu dari Tetua Hanle—salah satu tokoh yang paling dihormati di lembah Nahara. Ayahnya juga dikenal sebagai pemburu ulung, dan garis keluarganya masih bersambung dengan Liran; ayah Lani adalah kakak dari ibu Liran.

Dalam ingatan Tanaya, gadis itu selalu tampil memesona—langsing, lincah, dan pandai menarik perhatian para pemuda. Namun di balik senyum manisnya, ia menyimpan lidah yang tajam dan hati yang cepat iri ketika tak ada yang memperhatikan.

Bahkan karena ulah gadis itulah dulu Naya kerap menjadi bahan olok-olok para pemuda di suku. Tanaya yang mengingatnya hanya menarik napasnya pelan.

Ia bukan lagi Naya yang dulu. Dan kali ini, ia tidak akan membiarkan dirinya terjebak dalam permainan Lani lagi.

Lani akhirnya berhenti tepat di depan mereka, matanya berbinar lembut.

“Hai bibi Sira… hai bibi Bunka.”

“Ah, Lani,” sahut Sira lembut.“Kau tidak pulang bersama ibumu? Bibi tadi melihat dia baru saja lewat."

Lani menggelengkan kepalanya pelan sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gaya anggun yang terasa sengaja.

"Belum, Bi. Aku sedang menunggu ayah. Dan… kebetulan aku melihat Naya, jadi aku datang menyapa.”tuturnya tersenyum manis.

Matanya melirik ke arah Tanaya yang berdiri kaku, sengaja tidak menatap balik.

Tapi sekilas Tanaya bisa melihat dari gaya pakaian gadis itu—atasan ketat, rok kulit pendek, dan perhiasan kecil yang memantulkan cahaya obor malam.

Bukankah itu sangat mencolok daripada dipakai oleh gadis-gadis suku?

Bunka yang di sebelah Sira mendengus kecil, alisnya bertaut.

"Lani, sebaiknya kau pulang dan ganti bajumu. Lihatlah bukankah itu terlalu kecil. Tidak baik gadis keturunan Henle memakai begitu."tukasnya tajam.

Sepertinya Bunka sudah sangat hafal dengan tingkah gadis itu. Lani yang mendengar nya hanya terkikik geli tapi anggun.

"Ah, bibi Bunka… ini biasa bagiku. Lagipula tubuhku kecil, berbeda dari Naya."

Kalimat itu lembut namun mengandung duri.

Tanaya bisa merasakan dadanya menghangat—bukan karena malu, tapi lebih karena tersinggung.

Bana tiba-tiba bersuara tajam."Meski begitu, Naya tetap jauh lebih baik darimu. Sikapmu ini sangat-sangat menurun dengan tingkah ibu mu iyu!"

Seketika Sira cepat-cepat menahan pundak Bunka mencoba agar tidak menambah keributan.

“Sudah, jangan bertengkar,” ucap Sira kemudian. Ia menoleh kepada Tanaya.“Naya, ibu akan pulang dengan bibi Bunka dulu. Kau pulanglah bersama Ayah dan Yaren nanti. Temani Lani sebentar. ibu lihat akhir-akhir ini kau jarang bermain."

Tanaya hanya bisa mengangguk. Ia menatap punggung ibunya yang menjauh, bibirnya mengerucut… sedikit kesal.

Karena ia tahu, berada sendirian dengan Lani berarti harus bersiap menghadapi senyum manis yang membawa seribu maksud.

"Hai, Naya…"

Suara Lani kembali terdengar lembut, namun langkahnya mendekat terlalu percaya diri.

"Beberapa hari ini aku jarang melihatmu mampir ke rumahku. Kenapa?"

Wajah cemberut manis itu seharusnya lucu, tapi bagi Tanaya justru memancing dorongan untuk menghantamnya dengan batu kecil di dekat kakinya. Namun ia menahan diri—karena ia sadar ada seseorang yang sedang mengamati mereka dari kejauhan. Seseorang yang tidak boleh tahu siapa Tanaya sebenarnya saat marah.

Tanaya menarik napas, memaksa bibirnya melengkung menyerupai senyum ramah."Aku hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluargaku, Lani. Itu saja."

Lani mengangguk pelan, seolah menerima. Tapi matanya tidak pernah diam, ia menyisir Tanaya dari kepala hingga kaki.

"Wahh lihatlah... kau tampak lebih kurus, lebih bersih… dan lebih cerah yah," gumamnya dengan senyum tipis."Apa kau sedang mencoba meniru penampilanku, Naya? Untuk memikat Kak Rua?"

Tanaya terdiam. Tatapannya langsung membalas ke mata Lani—dingin, datar, tapi penuh pertanyaan.

Meniru Lani?

Untuk Rua?

Hanya mendengar namanya saja sudah cukup membuat Tanaya malas. Dan Lani, gadis itu benar-benar percaya diri seakan dirinya patokan kecantikan seluruh suku.

Jika bukan karena postur Tanaya belum berkembang sempurna, mungkin justru Lani yang harus berkaca dua kali sebelum bicara.

Perlahan jari lentik Lani menyentuh kain kulit di dada Tanaya, lembut tapi mengintimidasi.

"Naya, biar aku ingatkan lagi agar kau tidak lupa..." bisiknya tiba tiba."Kalau kau ingin Kak Rua tertarik padamu, kau harus membuatnya kagum. Kak Rua itu suka gadis yang bisa menyelam lama di laut. Itu sudah sering kuberitahu, bukan?"

Deg.

Seketika tubuh Tanaya menegang.

Kata-kata Lani—tentang laut, dan menyelam itu sontak menyentuh sesuatu yang seharusnya tak ia ingat.

Tapi ingatan itu tiba-tiba muncul:

Saat detik pertamanya terbangun di dunia ini… tubuhnya dingin, pakaian basah kuyup, pasir menempel di kulitnya… dan sosok Naya yang asli yang mungkin telah menghembuskan napas terakhirnya di tepi pantai, lalu membiarkan jiwanya tergeser oleh jiwa Tanaya.

Dan sekarang, Lani menyebut laut begitu spesifik. Begitu tepat. Membuat tatapan Tanaya seketika berubah tajam padanya.

Ia memerhatikan Lani yang masih mempertahankan senyuman manisnya dengan hati-hati. Kini sepertinya ia tahu siapa yang melakukan itu pada Naya yang asli.

...>>>>To Be Continued......

1
Lala Kusumah
double up dong Thor, ceritanya tambah seruuuuu nih 🙏🙏👍👍
Yani
update lagi Thorr, semangat 💪🙏🙏
Musdalifa Ifa
rua lelaki kurang ajar ih dasar lelaki brengsek😤😤😤😠😠😠
Lala Kusumah
Naya hati-hati sama buaya darat 🙏🙏🙏
anna
❤❤👍🙏🙏
Andira Rahmawati
dasar laki2 munafik..naya harus lebih kuat..harus pandai bela diri..knp tadi naya tdk msk ke ruang rahasianya saja..
Yani
aku mau izin masuk grup dong Thorr, sdh aku klik tapi gak ada ya lanjutannya. apa belum di accept ya🥰🥰🙏
📚Nyxaleth🔮: Maaf kak... ceritanya error enggak bisa di masukin di grub. Aku udah up disini kok, bentar lagi muncul. kata-kata nya udah AQ perbaiki. makasih udah nunggu🙏❤️
total 1 replies
Yani
ayok lanjut Thorr crita nya
Angela
yah cuman 1 eps , kurang banyak thor kalau bisa 2 eps
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
lanjut kak
Angela
lanjut thor,aku suka ceritanya😍
RaMna Hanyonggun Isj
sedikit sekali update x sekali update x 50 ep kha
Lala Kusumah
Naya emang hebaaaaaatt baik hati dan tidak sombong 👍👍👍😍😍
Muhammad Nasir Pulu
lanjut thorr..baru kali ini dapat cerita yg menarik, bagus dan ini kali pertama selama baca novel baru ku tinggalkan jejak
Andira Rahmawati
lanjut..thor...
Musdalifa Ifa
wah bagus sekali Tanaya pengetahuan dunia modern bisa menjadi solusi untuk hidup lebih baik di dunia kuno
Lala Kusumah
makasih double updatenya ya 🙏🙏🙏
anna
🙏❤👍
Rena🐹
itu kan ada mobil kenapa kagak di pakee/Frown/

tapi klo di pake trs Tanaya selamat ya ceritanya ga bakal sesuai sihh
📚Nyxaleth🔮: /Curse/ Astaga kak, enggak ekspek bakal ada yang komen gini. tapi iya juga sih🤭🙏
total 1 replies
Astrid Fera
ayolah jangan lama"up nya thor,,smpai lmutan ni nngguin,,😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!