Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 - Pergi Ke Pasar
Rangga mendengus kasar. Dia memilih tidak melanjutkan obrolan. Namun jujur saja, dirinya merasa agak kesal pada Dita yang juga ikut tertawa.
Usai makan malam, Rangga langsung ke kamar. Dia mencoba melupakan percakapan tak menyenangkan tadi dengan mengirim pesan di grup chat.
Rangga : Kalian percaya nggak? Sekarang aku sudah punya pacar.
Tulis Rangga sambil senyum-senyum. Merasa menang dari dua temannya yang masih jomblo. Tak lama kedua temannya segera membalas.
Junaidi : Preeeeettttt.... Kau percaya nggak, Fan?
Ifan : Enggaklah! Ketahuan banget bohongnya. Lagi ngelantur kau, Ga?
Junaidi : Dia belum minum obat kayaknya. Wkwkwk...
Rangga mencebikkan bibirnya. Karena pada kenyataannya dia memang sudah punya pacar. Dia bahkan sudah melakukan ciuman pertamanya.
Rangga : Terserah deh kalian mau bilang apa, tapi begitulah faktanya. Aku dan pacarku bahkan sudah ciuman pertama🤪
Junaidi : Hahaha! Semakin kelihatan ngibulnya nih anak.
Ifan : Dia kayaknya baru bangun tidur. Mimpinya dikira kenyataan kali😂
Rangga : Tunggu aja besok. Aku akan buktikan. Jangan jantungan ya.
Rangga merasa percaya diri. Terlebih Astrid terbilang gadis yang sangat cantik. Memang patut dibanggakan.
Rangga lantas mencoba tidur. Bertepatan dengan itu, suara desahan kembali terdengar dari sebelah kamar. Akan tetapi kali ini dia merasa desahan Dita terdengar berbeda. Lebih bergairah dan seperti orang yang benar-benar keenakan.
Dahi Rangga berkerut dalam. Dia buru-buru memakai headset, sebelum pisangnya kembali bereaksi.
...***...
Hari telah pagi. Mentari yang cerah menyambut. Rangga masih belum bangun. Karena itulah Dita mengetuk dan memanggilnya dari luar.
Rangga sontak terbangun. Dia menghela nafas panjang dan beranjak dari kasur. Memang kebetulan headsetnya sudah dia lepas tadi malam saat tak sengaja terbangun.
"Aku sudah bangun!" pekik Rangga.
"Cepatan loh, Ga. Nanti kamu telat ke sekolah," kata Dita.
"Aku tahu! Makasih, Kak!" sahut Rangga. Semenjak itu, dia bertekad ingin menjaga jarak dari Dita. Kalau perlu, menghindari sebisa mungkin bertatap muka.
Rangga keluar kamar dan segera ke kamar mandi. Sedangkan Dita terlihat menyiapkan sarapan di meja.
"Eh, Ga. Nanti sekalian antar Kakak ke pasar ya. Kebetulan stok makanan kita di rumah sudah habis!" seru Dita.
"Iya..." Rangga menyahut sambil memejamkan mata. Dia yang tadinya ingin menghindar, malah harus melakukan hal sebaliknya.
Setelah mandi, mengenakan seragam dan sarapan, Rangga siap berangkat. Dita tampak naik ke jok belakang motornya.
"Kau itu sudah berapa sih umurnya?" celetuk Dita.
"17 tahun. Kenapa, Kak? Mendadak banget tanya umurku," jawab Rangga.
"Nggak apa-apa. Pengen tanya aja. Soalnya semenjak kenal kamu, aku nggak tahu umur kamu berapa."
"Emang penting ya umur buat orang saling mengenal?"
"Penting lah. Biar tahu muda atau tua." Dita terkekeh geli.
Tanpa sadar Rangga ikut tersenyum. "Yang jelas aku masih muda ya, Kak. Yang tua itu kan Kakak," balasnya.
"Dasar kamu ya." Dita menepuk pelan pundak Rangga. "Asal kau tahu ya, yang muda belum tentu bisa ngerasain jadi tua," sambungnya.
Bersamaan dengan itu, Rangga tak sengaja menabrak lubang di jalan. Saat itulah Dita refleks memeluknya dengan erat.
Mata Rangga terbelalak. Dia bisa merasakan pepaya kembar Dita nemplok ke punggungnya. Rasanya begitu kenyal dan besar. Seketika Rangga kembali teringat bagaimana penampilan Dita saat tanpa busana.
"Pelan-pelan, Dek..." ujar Dita. Namun anehnya Dita tak melepas pelukannya.
"I-iya, Kak..." gagap Rangga sambil menenggak salivanya. Kini motornya melewati jalanan berbatu, sehingga membuat gunung kembar Dita di punggungnya semakin terasa. Rangga bisa merasakan benda kenyal itu bergetar menyentuh punggungnya.
'Ini kenapa Kak Dita masih meluk aku?' batin Rangga. Walau heran, tapi dia menikmatinya.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari