Lanjutan dari novel Iblis penyerap darah, untuk baca season 2 gak wajib baca season 1,tapi kalau mau baca itu lebih bagus.
Kaisar Mo Tian adalah tirani hidup. Dikenal sebagai Iblis Darah Abadi, ia memimpin Kekaisaran dengan tangan besi dan kegilaan yang disengaja. Bagi Mo Tian, kesetiaan adalah segalanya; pengkhianatan dibalas dengan pembantaian brutal—seperti yang dialami para pemberontak Sekte Tinju Api, yang dihancurkan tanpa sisa olehnya dan Liu Bai, sang Tangan Kanan yang setia namun penuh kepedulian.
Di mata rakyatnya, Mo Tian adalah monster yang mendamaikan dunia melalui terror. Namun, di balik dominasinya yang kejam, bersembunyi luka lama dan kilasan ingatan misterius tentang seseorang Seorang wanita cantik misterius yang mampu memicu kegelisahan tak terkendali.
Siapakah dia? Apakah dia adalah kunci untuk menenangkan Iblis Darah, atau justru pedang bermata dua yang akan menghancurkan Takhta Abadi yang telah ia bangun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10: Aura sang Kaisar
Di luar, penjaga yang tadi berlari dan memeriksa kini membeku di tempat. Dia melihat dan merasakan sebuah kengerian yang tiada tanding, kengerian yang membuat lututnya lemas. Suara gemuruh petir ungu menyambar gila, petir berulir merah darah menyambar di sekitarnya, dan kilat merah yang memenuhi seluruh cakrawala.
Langit tertutupi oleh awan hitam pekat yang berputar-putar liar, dicampur dengan kilat merah yang terus berulang-ulang tanpa henti, menciptakan efek cahaya berulang-ulang dari neraka.
Penjaga tersebut menelan ludah kering dengan susah payah, ia merasa merinding luar biasa. "S-sebenarnya kenapa cuaca tiba-tiba berubah menjadi seburuk ini? Bukannya tadi cuaca masih baik-baik saja? Ah, lebih baik aku cepat periksa ke depan gerbang utama." Penjaga tersebut, walaupun ketakutan setengah mati, tetap menjalankan perintahnya, didorong oleh naluri kelangsungan hidup. Dia berlari dengan langkah cepat dan tidak teratur menuju gerbang utama.
Di gerbang utama, penjaga melihat ratusan penjaga lain sudah berkumpul, semuanya mematung, menatap ke depan dengan ekspresi ngeri yang sama. "Apa yang sedang kalian lakukan di sini?! Kenapa tidak ada yang melapor?" tanyanya dengan suara tercekat karena penasaran dan ketakutan.
Penjaga lain tidak menjawab, hanya mengacungkan jari yang gemetar ke depan. Hutan dan pepohonan tinggi di hadapan mereka telah rata dengan tanah, diukir oleh kekuatan gila menjadi kawah tak berbentuk. Semua yang menyaksikan fenomena luar biasa mengerikan itu menelan ludah, pundak mereka terangkat kaku, dan buku kuduk mereka berdiri tegak seperti jarum.
"K-kenapa... A-aku merasa ada yang menatapku ya? Tatapan yang dingin dan sangat tajam..." Tidak hanya satu atau dua orang yang merasakan tatapan spiritual yang menusuk itu, tetapi ratusan orang merasakannya, seolah jiwa mereka sedang dihitung.
"L-lihat itu!" Salah satu penjaga berteriak, suaranya melengking tinggi, dan menunjuk ke arah langit. Di langit, terpampang jelas makhluk spiritual besar berwarna putih salju, Harimau Putih Bao, layaknya tunggangan perang yang perkasa. Dan yang paling mencolok, seolah menjadi pusat gravitasi kehancuran, adalah Sang Kaisar sendiri di atasnya.
Aura merah darah dingin yang dipancarkannya sudah dapat membuat orang-orang ketakutan, apalagi Pedang Iblisnya yang legendaris, Ye Sha (Malam Kematian), seakan-akan meronta-ronta meminta makanan, mengeluarkan aura merah pekat yang sangat luar biasa tajam dan berbau tembaga.
Aura itu, walaupun cukup jauh dari mereka, sudah dapat membuat mereka kesulitan bernapas, paru-paru terasa tertekan, dan sulit bergerak, seperti terperangkap dalam lumpur spiritual. Tatapan Kaisar tajam dan mengintimidasi, sedingin bilah pedang di leher, membuat mereka terkencing-kencing di celana, bau amonia menyebar tipis di gerbang.
"K-kenapa... kenapa aku tidak bisa bergerak? K-kita... harus melaporkan i-ini kepada Tuan..." Mereka mencoba bergerak, tetapi sayangnya semakin mereka berusaha melepaskan diri. Tubuh mereka bergetar semakin kuat, seolah intimidasi Kaisar memerintah mereka untuk diam dan menerima nasib.
Kaisar yang sedang menunggangi Bao mengangkat Pedang Ye Sha ke atas sehingga membentuk garis vertikal sempurna. Mata iblis merah di gagang Ye Sha melotot tajam, pedang itu sudah tidak sabar menelan setiap jiwa-jiwa musuhnya.
Suara Kaisar bergema di seluruh benua Nan, bukan melalui teriakan, melainkan melalui resonansi qi spiritual yang menusuk gendang telinga dan jiwa:
"Jika kalian membunuh satu warga-Ku, maka Aku akan bunuh semua keluargamu. Jika kalian membunuh seratus warga-Ku, maka Aku akan membunuh semua orang yang pernah berurusan denganmu, bahkan kenalan masa kecilmu. Dan, jika kau membunuh mereka ketika hujan turun... maka Aku akan menciptakan Hujan Darah keluargamu untuk membunuh kalian semua!"
Suara Kaisar dingin, tajam, dan mutlak. Ketenangannya yang menakutkan menambahkan kengerian yang tiada tanding.
Pedang Ye Sha semakin mengeluarkan energi besar yang berputar-putar cepat di ujung pedangnya. Energi itu meluap-luap seperti air laut yang akan tsunami, berwarna merah kehitaman. "Aku akan menjadikan kalian sebagai air hujan darah itu sendiri. Dan setiap tetes darah kalian akan membasahi benua Nan sialan ini!"
Teknik Darah: Hujan Darah Abadi!
Energi di ujung Pedang Iblis Ye Sha meluncur ke atas dengan desisan mengerikan, menciptakan pancaran energi merah vertikal yang tampak seperti pantulan cahaya dari neraka. Energi itu menyatu dengan awan-awan hitam dan menyebar luas, sehingga menciptakan Awan Darah yang sudah siap menampung ribuan ton darah.
Suasana di sekitar semakin mengerikan dengan cahaya merah darah yang memenuhi seluruh Benua Nan tanpa sisa. Semua orang, baik kultivator maupun fana, yang melihat ke langit sudah sadar bahwa bencana sesungguhnya yang dibawa oleh Iblis Darah telah tiba.
"Aku ingin setiap orang yang berhubungan dengan Benua Nan yang memberontak ini harus musnah! Mati lah kalian!" Tidak ada teriakan, tidak ada kemarahan yang tampak di wajah Kaisar. Hanya ada ketenangan yang absolut, dan ekspresi datar yang stabil—ini adalah eksekusi, bukan pertarungan.
Efek dari kekuasaan Kaisar sudah membuat Dunia Fana berguncang sesaat, seolah-olah inti planet telah tersentuh. Liu Bai, yang sedang berlutut menangisi sang anak kecil yang telah mati, mendongak ke langit yang kini merah. Dia menyadari bahwa Tuannya sudah serius, melampaui batas kemanusiaan.
"Sudah dimulai! Tamatlah riwayat kalian semua!" Liu Bai tersenyum senang sekaligus mengerikan. Dia kemudian bangkit dan menghilang dari desa yang sudah hancur itu, meninggalkan jejak qi biru, untuk membunuh semua pasukan yang terpencar dari ketiga sekte pemberontak.
Kaisar menarik pedangnya lalu menebaskannya ke depan, horizontal, dengan kecepatan yang melampaui kecepatan suara. Energi pemusnah dari pedang itu melesat maju seperti Sinar Kematian berwarna merah darah, mengarah langsung ke arah kompleks megah milik ketiga sekte pemberontak.
BRUUGG!
Dampak serangan itu lebih dahsyat daripada sepuluh gempa bumi digabungkan. Gelombang kejutnya merobek udara dan tanah. Ribuan musuh yang berada di area terdepan kompleks seketika mati, tubuh mereka tercabik-cabik habis tanpa sisa, hanya menyisakan kabut merah dan debu halus.
Beberapa bangunan hancur dan meledak menjadi puing-puing. Bangunan di sekitarnya otomatis mengaktifkan Formasi Pelindung Inti yang berlapis-lapis, tetapi itu tidak berguna. Energi benturan itu masih terasa dan membuat formasi pelindungnya hancur berkeping-keping seolah terbuat dari kaca tipis, dan bangunan itu pun hancur lebur.
Paviliun utama yang megah, yang sedang digunakan oleh ketiga Master untuk melakukan hal keji, hancur separuhnya, memperlihatkan pemandangan memuakkan di dalamnya: mereka sedang melakukan adegan bejat dengan para wanita yang tidak bersalah.
Mereka bertiga terkejut, mata mereka melotot lebar karena syok dan amarah. "A-apa-apaan ini?! Siapa yang berani menyerang kita?!" Master Rou Shi marah besar, wajahnya memerah karena malu dan murka. Ia berjalan ke luar dengan cara melompat dari reruntuhan, meninggalkan wanita yang ia cumbu terkulai lemas dengan tatapan kosong, tidak ingin hidup.
"M-mati kau tua bangka sialan! K-Kaisar... Kaisar pasti akan membunuhmu dengan keji!" Wanita tersebut mengutuk bajingan yang telah menodainya, sumpah serapah itu terasa seperti doa terakhir di tengah kehancuran.
Master lain menyudahi adegan bejat itu dan memakai pakaian mereka dengan tergesa-gesa, lalu meninggalkan para wanita dalam keadaan menyedihkan.
Udara di sekitar dipenuhi oleh debu tebal, partikel batu, dan serpihan kayu. Bangunan-bangunan kuat dan megah itu hancur hanya dalam satu kali serangan saja, menyisakan puing-puing yang tidak berarti di bawah langit merah darah.