•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Di sinilah keduanya berada, di atas sofa empuk yang berada di sudut kamar Viona.
"Mau ngapain sih Om?" Tanya Viona heran.
Michael tersenyum. Tangannya bergerak merogoh saku celananya dan mengambil sesuatu dari sana.
Viona terbelalak saat melihat sebuah kotak beludru persegi panjang berwarna biru tua yang ada di tangan Michael.
Otaknya sudah menerka-nerka apa yang ada di dalam kotak tersebut "Ini.."
Tangan Michael bergerak membuka penutup kotak tersebut.
Viona semakin terperangah saat melihat isi kotak nya.
Sebuah kalung yang terlihat mewah namun elegan, dengan sebuah permata berwarna merah yang menggantung dengan sempurna.
Michael tersenyum saat melihat ekspresi Viona, "suka?" Tanyanya.
Viona menoleh ke arah Michael lalu mengangguk dengan semangat.
"Suka banget" ujarnya.
Michael segera mengeluarkan kalung dari kotaknya dan memakaikannya pada leher jenjang Viona.
Setelah selesai, ia kembali menjauh dan memandangi kalung pemberiannya yang terlihat pas dengan leher jenjang milik Viona.
"Kok om bisa kepikiran buat ngasih kalung sih? Kemaren pas aku minta oleh-oleh om gak mau beliin, ini malah lebih dari oleh-oleh" ucap Viona sambil memandangi permata yang ia mainkan dengan tangannya.
"Ya makanya saya nolak pas kamu minta oleh-oleh, karena emang saya udah pesen ini dari jauh-jauh hari."
Obrolan terus berlanjut dengan asyik. Banyak hal random yang mereka bicarakan sebagai pelepas rindu.
Hingga akhirnya waktu semakin larut, dan mereka memutuskan untuk tidur.
Jika biasanya mereka akan melakukan sebuah perdebatan untuk memutuskan siapa yang akan tidur di sofa, maka sekarang tidak.
Malam ini mereka kembali tidur bersama tanpa ada sebuah gerutuan yang di lontarkan Viona.
Saling berbagi ranjang di bawah selimut yang sama. Bahkan kini mereka tampak tertidur pulas dengan tangan yang saling memeluk memberi kehangatan di tengah dinginnya udara malam.
.
.
.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, namun dua insan yang kini masih saling memeluk tampak tak terganggu dengan sinar matahari yang mengintip di sela-sela gorden.
"Ugh" lenguhan yang di iringi dengan mata yang perlahan mengerjap menyambut pagi yang cerah.
Viona melirik jam dinding yang tergantung di dinding kamarnya. Matnya terbelalak saat menyadari bahwa ia kesiangan. Beruntung hari ini adalah hari minggu, jadi ia tak perlu panik memikirkan hukuman yang menantinya di sekolah.
Matanya melirik ke arah Michael yang masih tertidur dnegan tangan yang melingkar pada pinggangnya.
Pria itu tampak tenang dengan nafas yang teratur. Tak terganggu oleh pergerakan kecil uang di timbulkan oleh seorang gadis yang masih berada dalam pelukan hangatnya.
Dengan hati-hati, Viona mengangkat tangan besar Michael dari atas pinggangnya. Ia segera melepaskan firi dari pelukan pria tersebut tanpa berniat membangunkannya.
Ia berjalan dengan mengendap-endap menuju kamar mandi.
Namun tanpa di sadarinya, ternyata Michael terbangun saat Viona memindahkan tangannya.
Setelah terdengar suara pintu kamar mandi yang tertutup, Michael akhirnya membuka matanya dan tersenyum.
Tangannya bergerak meraih ponsel yang ada di sisi lain ranjang.
Wajahnya tampak serius memeriksa setiap email yang masuk. Ia terlarut dalam pekerjaan yang sengaja Leon kirimkan melalui email karena tau jika bosnya tidak akan pergi ke kantor.
Sementara di dalam kamar mandi, Viona kini menggigit jari telunjuknya saat menyadari bahwa ia tak membawa baju ganti.
Ini karena memang ia sudah terbiasa keluar kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk mengingat ia tak tinggal satu kamar dengan Michael.
Dan kini lelaki itu ada di dalam sana, di kamarnya. Rasanya tak etis jika ia keluar kamar hanya dengan handuk yang melilit di tubuhnya. Apalagi handuk yang di kenakan nya kini berukuran kecil hingga tak bisa menutupi sebagian besar tubuhnya.
Dengan sangat terpaksa, ia membuka pintu kamar mandi hingga memunculkan sedikit celah.
Kepalanya keluar untuk melihat apakah Michael sudah bangun ataukah belum.
Dan saat matanya menangkap tubuh tegap suaminya yang kini tengah berkutat dengan ponsel di tangannya, ia tersenyum mendapatkan ide.
Viona kembali memasukkan kepalanya dan menutup pintu, namun tidak benar-benar tertutup rapat.
"Om!, minta tolong dong!" Teriaknya kemudian ke arah celah pintu.
Michael menoleh ke arah kamar mandi. "Apa?" Balasnya ikut berteriak.
"Tolong ambilin baju aku, tadi lupa gak bawa baju ganti" pintanya dengan nada memelas.
Michael tampak berpikir sejenak sebelum tersenyum dengan lebar.
Lumayan kan kalo ia mendapatkan pemandangan pagi-pagi begini? Ya walaupun masih tertutup oleh handuk yang pasti menutup sebagian tubuhnya.
"Kamu keluar aja Vi, kan udah sah."
"Apaan sih Om, gak mau.. pokoknya ambilin baju aku, atau kalo enggak Om keluar aja deh."
"Ya udah saya keluar."
Lain di mulut lain juga yang ia lakukan. Mulutnya berkata akan keluar, tapi yang ia lakukan malah berjalan menuju sofa tunggal di sudut ruangan dekat kamar mandi.
Viona yang berada di dalam kamar mandi tampak mengintip ke dalam kamar, dan ia melihat jika Michael sudah tak ada di atas ranjangnya.
Akhirnya dengan bernafas lega, Viona membuka pintu dan keluar dari kamar mandi hanya dnegan handuk tang melilit di tubuhnya.
Ia berjalan menuju lemari tanpa menoleh ke arah sofa dekat kamar mandi, yang dimana sekarang Michael tengah menatap Viona tanpa berkedip dan jakun yang tampak naik-turun.
Saat mata Michael melihat tangan Viona yang kini terangkat seperti hendak melepaskan lilitan handuk yang membungkusnya, Michael segera berdiri dan berniat menghentikan pergerakan Viona.
Namun terlambat. Saa ia baru saja membuka mulutnya dan belum sempat mengeluarkan suaranya, handuk putih ukuran kecil yang membalut tubuh Viona terjatuh mengenaskan di atas lantai.
Michael membeku melihat tubuh Viona yang kini polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh indahnya.
Apalagi di seberang sana, terdapat sebuah kaca full body yang menampakan tubuh bagian depan Viona.
Sesuatu di dalam sana mulai bereaksi dan melakukan pemberontakan. Rasanya sangat sulit hanya untuk sekedar menelan ludahnya sendiri saat melihat pemandangan indah di depan matanya yang terlihat sangat jelas lekukannya.
Viona yang tak menyadari bahwa ia tengah menjadi tontonan pagi bagi Michael hanya acuh. Tangannya bergerak membuka satu persatu pintu lemari untuk memilih baju yang akan di kenakannya.
Setelah menemukan baju yang pas, Viona mengeluarkan nya dari dalam lemari dan menyimpannya di atas lantai.
Belum cukup sampai di sana, kini Viona malam membungkuk untuk mengambil sepasang pakaian dalam dati laci paling bawah.
Posisinya yang membungkuk memilih pakaian dalamnya membuat sesuatu yang sedari tadi bersembunyi terlihat.
Michael semakin menegang di buatnya, ia menahan nafas dengan bibir yang ia gigit kuat guna menahan has*at yang semakin memberontak.
Setelah Viona menemukan pakaian dalamnya, ia segera mengenakan nya dengan santai.
Sumpah, demi apapun. Michael sudah tak kuat melihat godaan di depan matanya.
Apalagi melihat pergerakan tangan Viona yang memakai pakaiannya dengan gaya sensual. Membuat sesuatu yang sedari yadi menegang semakin mengeras dan memberontak minta di lepaskan.
Michael mencoba mengeluarkan suaranya, namun rasanya sangat sulit.
Hingga akhirnya, dengan penuh perjuangan. Sebuah deheman serak keluar dari mulutnya.
Viona mematung. Tubuhnya menegang saat mendengar suara deheman yang berasal dari belakang tubuhnya.
Perlahan ia berbalik. Saat matanya menemukan Michael yang berdiri dn menatapnya, ia tak bereaksi.
Otaknya masih mencerna apa yang terjadi.
Setalah beberapa saat hanya sunyi, Viona yang tersadar bahwa ia masih belum mengenakan pakaiannya segera berjongkok dan meraih handuk yang tergeletak di bawah lantai yang dingin.
"Dasar om-om m*sum!" Teriaknya kesal.
"Saya gak liat tubuh kamu kok" elak Michael gugup.
Viona mengernyit mencerna ucapan Michael yang rasanya tak masuk akal.
Michael yang melihat Viona lengah, segera berjalan tanpa mengalihkan pandangannya dari Viona. Ia berjalan dengan cepat masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya dengan agak kencang.
Setelah mengunci pintu kamar mandi, Michael bersandar di balik pintu dnegan nafas terengah-engah.
Butiran-butiran keringat mulai keluar dan membuat tubuhnya terasa lembab.
Ia melirik ke bawah dan menatap sesuatu yang tampak menyembul di balik celana boxer miliknya.
Yang terjadi selanjutnya, biarkan menjadi rahasia Michael hhii.
Di sisi lain, tepatnya di dalam kamar. Viona terus mengomel dan mengumpati dirinya sendiri yang bisa-bisanya tidak menyadari keberadaan Michael di dalam ruangan yang sama dengannya.
Dan kenapa juga pria itu tidak langsung bersuara saat melihatnya tidak memakai baju? Kan ia jadi malu.
.
.
.
Waktu sudah beranjak sore. Michael yang kini duduk di atas ranjang yampal melamun memikirkan sikap Viona yang terus saja menghindari nya.
Apakah gadis itu marah padanya hingga menghindarinya seharian? Tadi saja saat ia mencoba menghampirinya di ruang keluarga, Viona langsung beranjak meninggalkan nya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Bukan hanya itu saja, saat mereka berpapasan, Viona malah berputar arah dan meninggalkan Michael yang menatapnya heran.
Dan kini kesabaran Michael sudah habis, ia akan menemui gadis yang dengan beraninya mengacuhkan bahkan menghindari dirinya seharian.
Langkahnya tegap menuju ruang keluarga dimana kini Viona tengah duduk di sofa panjang dengan layar televisi yang menayangkan drama favorit nya.
Sesampainya Michael di samping Viona, ia langsung duduk tepat di samping Viona. Bahkan ia sengaja duduk mepet ke arah Viona.
Viona melirik ke arah Michael dan meletakan snack yang berada di pangkuannya ke atas meja.
Saat Michael menyadari gelagat Viona yang akan kembali kabur darinya. Dengan cepat tangannya menggenggam pergelangan Viona. Tidak kuat, namun tegas.
Michael mendongak menatap wajah Viona yang kini tengah berdiri di hadapannya. "Kamu kenapa menghindari saya? Apa kamu marah soal kejadian pagi tadi?" Tanyanya.
Viona menoleh ke arah Michael dengan wajah yang kembali terlihat memerah, entah karena marah atau karena malu.
"Aku mau masak buat makan malam."
Lihatlah, ucapan Viona tak selaras dengan pertanyaan yang di lontarkan Michael padanya.
Michael menghembuskan nafasnya pasrah dan melepaskan cekalan nya pada tangan Viona agar Viona bisa pergi.
'Oke.. kamu bisa lepas sekarang, tapi jangan harap nanti malam kamu masih bisa menghindari saya' gumam Michael dalam hati sambil memperhatikan langkah Viona yang berjalan menuju dapur.
.
.
.
Makan malam kali ini terasa berbeda, jika biasanya ada saja pembicaraan random sebelum memulai acara makan, maka malam ini tidak ada.
Selain karena malam ini Alexander tidak ikut makan malam karena masih ada urusan penting di kantor, tapi juga karena sikap Viona yang masih saja menghindari Michael.
Memang sih, pelayanannya pada Michael tidak berubah. Ia masih menyendok kan nasi dan lauk pauk pada sayur Michael. Tapi itu semua ia lakukan tanpa mengeluarkan suara.
Amora yang menyadari perubahan anaknya hanya menatap heran pada pasangan yang kini duduk tenang memakan makanannya.
Setelah Viona selesai, Ia langsung naik ke lantai atas dan masuk ke kamarnya.
"Ada masalah ya Mic?" Amora segera bertanya saat Viona sudah menghilang dari pandangannya.
Michael yang tengah bersiap untuk menyusul Viona akhirnya menoleh ke arah Amora.
"Enggak kok mah, cuman slah paham dikit" jawabnya.
"Aduh.. anak itu emang duka gitu Mic, suka ngambek tanpa alesan yang jelas. Di bujuk bentar juga luluh pasti dia" ucap Amora.
Michael tersenyum. "Iya mah. Kalo gitu Michael pamit balik dulu yah mah. Mau nge-bujuk bayi besar yang lagi ngambek" ujarnya yang di iringi dengan kekehan.
"Iya sana, kokopin sekalian" balas Amora.
"Ya udah mah, Michael ke atas dulu" pamitnya yang kemudian berjalan meninggalkan Amora yang menatap kepergiannya dengan senyum dan gelengan kepala.