NovelToon NovelToon
CEO Dingin-Ku Mantan Terindah-Ku

CEO Dingin-Ku Mantan Terindah-Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duda / CEO / Office Romance / Mantan
Popularitas:22.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rere ernie

Nadira tak pernah menyangka bekerja di perusahaan besar justru mempertemukannya kembali dengan lelaki yang pernah menjadi suaminya tujuh tahun lalu.

Ardan, kini seorang CEO dingin yang disegani. Pernikahan muda mereka dulu kandas karena kesalahpahaman, dan perpisahan itu menyisakan luka yang dalam. Kini, takdir mempertemukan keduanya sebagai Bos dan Sekretaris. Dengan dinginnya sikap Ardan, mampukah kembali menyatukan hati mereka.

Ataukah cinta lama itu benar-benar harus terkubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter — 11.

Suasana kamar menjadi hening setelah kepergian Nyonya Rarasati. Ardan menarik napas panjang, rasa bersalah tiba-tiba menggerogoti dadanya karena ulah ibunya.

“Nadira... jangan menolak. Dokter sudah menjadwalkan operasi. Tentang ucapanku kemarin... soal kau jadi wanita simpananku, aku hanya terbawa emosi. Lupakan saja itu. Jangan pikirkan biaya, pikirkan saja kesehatanmu,” ucap Ardan dengan suara berat.

Nadira sontak menoleh, tatapannya tajam tak lagi ada kesedihan disana. “Kenapa tiba-tiba berubah pikiran? Apa Anda juga menganggap saya ingin memanfaatkan Anda? Jadi, Anda tidak jadi menjadikan saya wanita simpanan? Takut... uang Anda diambil? Kalau begitu, baiklah! Saya akan jadi wanita simpanan Anda saja sekalian, Tuan Ardan yang terhormat!”

Ardan terbelalak, tak percaya dengan ucapan Nadira. “Maksudmu... kau benar-benar ingin jadi wanita simpananku?”

Cepat-cepat Nadira menggeleng, tapi kemudian ia malah mengangguk. “Apa wanita simpanan dapat uang banyak?”

Wajah Ardan langsung mengeras, mata hitamnya menyipit. “Nadira! Apa ucapan ibuku membuat otakmu jadi bermasalah? Kenapa bicara seakan-akan harga dirimu bisa ditukar dengan uang?”

Nadira mencibir pedih. “Memangnya beda dengan Anda? Hanya sekali ditolong Claudia, nona kaya itu, Anda langsung terpikat...”

“Jangan samakan aku denganmu! Claudia juga adalah wanita baik, dia__”

“Wanita baik? Kalau benar begitu, kenapa Anda tega ingin mengkhianatinya dengan menjadikan saya wanita simpanan... padahal sebentar lagi dia akan jadi istri Anda? Bukankah itu terlalu naif?” Nadira kini tak lagi menangis. Suaranya bergetar, tapi tegas.

“Kamu!” Ardan benar-benar murka. Ia berdiri menjauh dari ranjang, dadanya naik-turun menahan emosi. “Apa sebenarnya yang kau inginkan, Nadira?”

“Untuk sekarang... tolong tinggalkan saya sendiri.” Nadira menoleh ke arah lain, mencoba menenangkan diri. “Soal biaya operasi, mari ambil jalan tengah. Potong saja dari gaji saya. Atau... buatkan perjanjian hutang piutang. Saya berjanji tidak akan kabur. Lagipula, saya tidak ingin dituduh macam-macam oleh Ibu Anda nantinya.”

Ardan terdiam, wajahnya menegang.

“Dan, benar kata Anda. Saya memang terlalu bodoh, uang masih bisa dicari... tapi nyawa saya sangat berharga.”

Sejenak Nadira memejamkan mata, tujuh tahun terakhir hidupnya memang tak pernah lepas dari luka. Semuanya berawal saat Ardan ditangkap, dituduh mencuri barang milik pengunjung restoran tempatnya bekerja. Nadira tak pernah mengerti mengapa manajer restoran itu tiba-tiba meminta syarat aneh—Ardan bisa bebas asal Nadira menceraikannya. Saat itu, ia tak punya pilihan lain.

Ironisnya, pada waktu yang sama perusahaan ayahnya jatuh bangkrut. Saat itu, bukan karena ayahnya tidak ingin menolong. Meski sejak awal pernikahannya dengan Ardan tak direstui, ayahnya bukanlah sosok kejam. Bahkan ketika ijab kabul berlangsung, ayahnya tetap maju menjadi wali. Semua itu hanyalah ujian—apakah Ardan mampu membuktikan diri sebagai suami meski tanpa bantuan keluarga Nadira. Hidup sederhana berdua, sebenarnya membuat ayahnya diam-diam bangga pada Ardan... menantunya.

Namun justru di saat itulah, kehancuran datang bertubi-tubi. Restoran tempat Ardan bekerja memfitnahnya, sementara bisnis keluarganya ambruk dan ibunya mulai sakit-sakitan. Demi menyelamatkan Ardan dari penjara, Nadira akhirnya memilih menyerahkan surat cerai kepada Nyonya Rarasati agar diurus prosesnya.

Waktu itu, seolah ada tangan tak terlihat yang memang berniat menghancurkan kebahagiaan mereka. Tetapi saat itu Nadira tidak punya ruang untuk mencurigai siapa pun. Yang jelas, ia tak sanggup membiarkan Ardan ikut terpuruk bersama dirinya. Maka dengan hati hancur, ia pergi membawa keluarganya menjauh dari kehidupan pria yang sangat ia cintai.

“Siapkan surat perjanjian hitam di atas putih, Tuan. Saya akan tanda tangan, saya tidak akan kabur,” ucap Nadira mantap.

Ardan mengepalkan tangan, menahan gejolak di dadanya. Akhirnya ia hanya menjawab pendek, “Oke.”

Pria itu berbalik, melangkah pergi dengan punggung yang dingin dan tak tersentuh. Begitu pintu kamar tertutup, sebuah rasa ganjil tiba-tiba merambati benak Nadira.

“Tunggu! Bukankah dulu manajer restoran berkata, asal aku menceraikan Ardan maka ia akan dibebaskan? Tapi barusan… Nyonya Rarasati dan Ardan bicara seolah-olah yang membebaskan dia adalah Claudia?“

Nadira memijit pelipisnya yang berdenyut, ada kepingan yang tidak pas seolah ada potongan kebenaran tersembunyi darinya selama ini.

Keesokan harinya, operasi segera dilakukan. Demi mencegah kanker menyebar, lebih cepat lebih baik.

Pasca operasi, Nadira akhirnya diperbolehkan pulang. Seminggu penuh ia cuti untuk pemulihan. Selama itu... tak sekalipun Ardan menjenguk, bahkan tidak juga menelepon.

.

.

.

Nadira akhirnya sembuh, meski belum sepenuhnya pulih namun dia sudah kembali masuk kerja.

Hari itu ada rapat, Nadira menjatuhkan pulpen seperti biasa kembali dengan kecerobohannya. Refleks, Ardan langsung menunduk mengambilkan. Semua orang di ruang rapat terkejut, mereka terbiasa dengan CEO yang selalu bersikap dingin dan cuek.

Nadira menerima pulpen dengan wajah kaku. “T-terima kasih, Tuan.”

Ardan hanya berdehem. “Jangan ceroboh.”

Sore itu, Nadira dipanggil ke ruangan Nyonya Rarasati di perusahaan. Wanita elegan itu mempunyai ruangan sendiri disana, saat Nadira masuk dia memandang mantan menantunya dengan tatapan intimidasi.

“Nadira, kalau kau hanya membuat Ardan sibuk mengurus hal-hal remeh... lebih baik kau mundur dari posisi sekretaris.”

Nadira tercekat. “Mundur?”

“Ya, aku tidak butuh pegawai yang membawa masalah untuk putraku.” Nada suara Nyonya Rarasati keras, meski sorot matanya berbeda — ada sesuatu yang seperti sengaja menantang.

Ardan yang tiba-tiba masuk ruangan langsung mengerutkan kening. “Mah! Tidak perlu berlebihan, aku sudah bilang... Nadira tidak salah apa-apa.”

Nyonya Rarasati menoleh dengan alis terangkat, seolah tersenyum tipis di balik wajah kaku. “Oh, jadi kau membela dia?”

Nadira bingung, sementara Ardan sendiri baru sadar kalau dia sudah secara refleks membela mantan istrinya. Hening sejenak menyelimuti ruangan, sampai akhirnya Nyonya Rarasati menutup pembicaraan dengan nada tegas.

“Baiklah, aku akan menilai sekertarismu dengan caraku sendiri.”

Begitu Nadira keluar, Ardan menatap ibunya penuh tanya. Tapi, Nyonya Rarasati hanya tersenyum samar.

Kau benar-benar masih perduli padanya, putraku.

Hari-hari di kantor berjalan dengan tensi aneh. Sejak Nyonya Rarasati menegurnya dengan keras, Nadira merasa seluruh pegawai menatapnya seperti pecundang yang sebentar lagi dipecat.

Di pantry, dua staf bisik-bisik.

“Kasihan Bu Nadira, pasti bakal habis kena marah Nyonya.”

“Tapi kok Tuan Ardan makin sering nongkrong di dekat ruangannya, ya? Dulu kan nggak pernah.”

Nadira berdiri kaku sambil mengaduk kopi sachet, dia tersenyum canggung. Di otaknya, berbagai pikiran berkelebat.

Kenapa ya, rasanya... justru Nyonya Rarasati sengaja bikin aku terlihat buruk? Tapi anehnya, tiap kali beliau menekanku... Ardan malah pasang badan membelaku?

Beberapa hari kemudian Nadira kembali dipanggil ke ruangan Nyonya Rarasati, wanita elegan itu duduk dengan aura tegas.

“Nadira, kau harus bekerja lebih hati-hati. Aku tidak suka sekretaris yang jadi pusat gosip!”

Nadira hanya bisa menghela nafasnya. “Saya mengerti, Nyonya. Saya akan berusaha lebih baik...”

Tapi saat hendak keluar, suara Nyonya Rarasati terdengar pelan.

“Kalau kau pintar kau akan tahu, tidak semua kata-kataku... berarti aku membencimu.”

Nadira berhenti. Menoleh dengan kening berkerut, matanya mencari-cari jawaban. Nyonya Rarasati hanya tersenyum samar, lalu melambaikan tangan seolah menyuruhnya pergi.

Nadira gelisah semalaman, ia mengingat nada suara Nyonya Rarasati. Terlalu… ambigu.

“Apa beliau sebenarnya sedang membantuku? Tapi caranya aneh sekali, seolah aku jadi musuhnya."

Pikiran itu membuat Nadira akhirnya tersenyum lebar. “Kalau memang benar... aku harus mainkan peran ini dengan baik, bukan?“

Keesokan harinya saat rapat besar, Nyonya Rarasati kembali menekan Nadira di depan direksi.

“Kalau sekretaris saja sering ceroboh, bagaimana bisa mendampingi CEO?!”

Nadira menunduk dalam, berakting seolah terpojok. “Maafkan saya, Nyonya…”

Beberapa direksi merasa kasihan, tapi Ardan langsung angkat bicara dengan wajah dingin.

“Mah, cukup! Nadira kompeten! Jika ada yang salah, aku yang akan bertanggung jawab.”

Hening.

Semua orang saling pandang, itu pertama kalinya Ardan terang-terangan membela seseorang. Bahkan tanpa sadar, kini Ardan membela Nadira bukan hanya di depan ibunya sendiri.

Nadira sendiri... hampir tertawa.

Sepertinya dugaannya benar, Nyonya Rarasati memang sengaja memusuhinya. Dan, mendorong Ardan keluar dari cangkang dinginnya.

Saat rapat bubar, Nyonya Rarasati melirik sekilas ke arah Nadira. Tatapan mereka bertemu sepersekian detik. Tidak ada kata-kata, tapi keduanya akhirnya sama-sama tersenyum samar.

Di luar ruang rapat, Nadira sengaja memegang berkas dengan sedikit gemetar. Seolah benar-benar trauma.

Ardan menghampiri dengan wajah dingin. “Kau jangan terlalu memasukkan omongan Mama ke dalam hati.”

“T-tapi, Tuan... kalau Nyonya benar-benar ingin saya mundur?”

“Tidak akan terjadi! Selama aku masih jadi CEO di sini, kau tetap di sisiku! Aku nggak perduli omongan siapapun, aku berhak atas kendali hidupku sendiri!“

Nadira terdiam, jantungnya berdetak terlalu keras. Dia menunduk, berakting seolah takut padahal hatinya justru ingin tertawa kecil.

.

.

.

Nyonya Rarasati duduk di balkon, menyesap tehnya dengan senyuman lebar.

Wirya menghampiri.

“Nyonya, sepertinya rencana berjalan lancar. Tuan muda mulai melunak terhadap Nona Nadira.”

Nyonya Rarasati masih dengan senyumannya. “Ya, dan Nadira cukup cerdas untuk membaca permainanku. Dia memilih berpura-pura menjadi korban, itu akan membuat Ardan tak punya pilihan selain melindunginya.”

Wirya mengangguk. “Apakah Nyonya yakin, Nona Nadira masih pantas untuk Tuan muda?”

“Dia selalu pantas,” jawab Nyonya Rarasati lirih. “Sejak awal...”

"Ohya, Nyonya. Ada kabar baik...“ Ucap Wirya.

"Katakan."

“Manajer restoran yang menghilang setelah kejadian tujuh tahun lalu... jejaknya sudah berhasil kami temukan. Memang benar, polisi yang menangkap Tuan muda kala itu sudah mati. Tapi manajer ini... cukup kuat untuk dijadikan saksi. Kesaksiannya bisa menguak bahwa semua itu adalah jebakan terencana, dan memperlihatkan wajah asli Nona Claudia.”

Senyum Nyonya Rarasati melengkung, dingin sekaligus puas. “Akhirnya, kebenaran itu akan menyeruak. Claudia... takkan lagi bisa bersembunyi di balik topengnya.”

“Selain itu,” sang bawahan melanjutkan, “Tentang perusahaan ayah Nona Claudia... Tuan muda kini sudah setara dengan mereka. Modal yang dulu diberikan telah lama dibayar, bahkan jauh melampaui nilainya. Tuan muda bisa bebas dari segala ikatan, dan tak lagi punya beban. Baik hutang uang, maupun hutang budi.”

Tatapan Nyonya Rarasati mengeras, kilatan tekad terpantul di matanya. “Bagus! Aku tak akan membiarkan anakku terus terjerat oleh perempuan bermuka dua itu. Wanita itu, sudah terlalu lama bermain di balik wajah manisnya. Claudia... waktumu hampir habis.”

Suasana hening sesaat, hanya menyisakan ketegangan yang terasa seperti badai yang siap pecah.

1
Rita
betul dih
Rita
Ardan tolong jelaskan apa prasangka istrimu benar pa salah
Rita
lah🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Rita
awas nih sakit gangguan jiwa
Rita
obsesi itu namanya
Rita
tuh Ardan sdh tau kan
Rita
mamer 🥰🥰🥰🥰🥰🥰👍👍👍👍👍👍👍
Rita
hei hei😅😅😂😂😂😂
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Rere💫: 😍😍😍😍😍
total 1 replies
Jeng Ining
good Clau provokasi Ardan terus, itubmemang yg dimaui mama Ardan, biar sepenuh hati Ardan melakukan pembelaan thd Nadira dn mengeluarkan semua isi hati yg hanya ada Nadira😁😁😁
Jeng Ining: biar polpolan nunjukin cintanya ke Nadira sesuai prediksi Mamanya🤭
total 2 replies
Tiara Bella
wow Ardan terlalu cepet ini mah ketemunya Nadira ....hehehhe...
Tiara Bella: hooh....
total 2 replies
Azahra Rahma
bagus, keren
Azahra Rahma
Ardan jangan percaya kata² Claudia,,dia itu wanita siluman ,,entah siluman laba² atau siluman ular putih
Rere💫: Siluman rubah 🦊🤣
total 1 replies
Desyi Alawiyah
Claudia emang licik...

Dalam keadaan terdesak pun dia masih bersikap sombong dan mencoba memprovokasi Ardan...😒
Rere💫: Cih, modelan gatal doang 🤣
total 1 replies
Desyi Alawiyah
Istrimu di culik mama kamu, Ardan... Udah jangan khawatir 🤭
Aditya hp/ bunda Lia
istrimu mamah mu yang culik Ardan ...
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Azahra Rahma
dalangnya adalah ibumu Ardan,,yg menculik Nadira
Azahra Rahma
tapi aku yakin Ardan tidak pernah berhubungan intim dengan Claudia,,,kalau Claudia dekat² saja sepertinya Ardan tidak menyukainya
Tiara Bella
aku udh takut Nadira diculik sm Claudia twnya sm mamer.....lega nya....sabar Ardan....et dah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!