Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.
Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.
Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.
"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.
Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”
Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.
Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Malam Pertama
Langit malam menggantung kelabu, hanya diterangi temaram lampu jalan yang memantul pada kaca jendela kamar Adriella. Di dalam kamar sempit berdekor lusuh itu, suara detik jam terdengar lebih nyaring dari biasanya. Zehan duduk di kursi kecil di sudut kamar, baru saja selesai mencuci muka. Rambutnya masih sedikit basah, dan kemeja yang tadi dipakainya sudah tergantung di balik pintu.
Adriella duduk di pinggir ranjang, menyisir rambutnya pelan dengan jari. Ia baru saja berganti pakaian—piyama abu-abu longgar yang menutupi lutut, sementara rambutnya dibiarkan tergerai. Sejak kejadian siang tadi, pikirannya terus melayang-layang tak karuan. Ada sesuatu dalam sikap Zehan yang mulai mengusik ketenangannya.
Hening.
Zehan menatap punggung Adriella yang membungkuk, mencoba mencari kata-kata. Suasana antara mereka kini jauh lebih canggung dibanding hari-hari sebelumnya. Bukan karena pertengkaran, tapi justru karena kedekatan yang mendadak terasa... nyata.
“Kamu capek, ya?” tanya Zehan pelan, akhirnya memecah keheningan.
Adriella hanya mengangguk tanpa menoleh. “Sedikit. Tapi lega karena hari ini semua selesai dengan baik.”
Zehan berdiri perlahan, mendekati ranjang. “Kalau kamu butuh dipijitin bahumu, mungkin?”
Adriella menoleh, kaget, lalu buru-buru menggeleng. “Nggak perlu. Saya bisa istirahat sendiri.”
Suasana hening lagi. Zehan merasa bodoh karena menawarkan itu. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, lalu duduk di pinggir ranjang.
Adriella menghela napas. “Tadi siang… makasih ya.”
Zehan menoleh. “Yang pas hampir ketabrak?”
“Iya. Kalau kamu nggak narik saya....”
“Refleks,” potong Zehan cepat. Tapi suaranya lembut. “Tapi saya senang bisa jagain kamu. Walau cuma pura-pura, saya tetap ingin kamu aman.”
Adriella menunduk, tangan di pangkuannya mengepal kecil. Pura-pura. Kata itu terasa pahit sekarang. Tapi memang itu kenyataannya. Pernikahan mereka hanyalah perjanjian.
“Zehan,” bisik Adriella, nyaris tak terdengar. “Kamu pernah... mikir kita ini aneh?”
Zehan mengangkat alis. “Maksud kamu?”
“Kita tidur sekamar, hidup serumah, semua orang kira kita suami istri. Tapi sebenarnya... kita hanya orang asing yang memiliki buku nikah.”
Zehan terdiam sejenak sebelum menatapnya dengan lembut. “Adriella, apakah kamu tidak pernah berpikir untuk membuat orang asing ini menjadi orang terdekatmu?”
Sebenarnya Zehan sudah lama ingin merubah status diantara mereka. Dia tidak tahu sejak kapan hatinya mulai tertambat pada gadis cantik, namun pekerja keras itu. Setiap malam berbaring bersama adalah sebuah siksaan buat Zehan. Hasratnya pada Adriella semakin hari semakin kuat.
Ia tidak tahu jika terus menemui kebuntuan apakah dia akan menjadi binatang buas di tengah malam.
Kata-kata itu menggantung di udara seperti bisikan takdir. Adriella menoleh, dan sebelum sempat menjawab, Zehan perlahan mendekat dan menyentuh bibirnya dengan lembut. Adriella membeku sejenak, jantungnya berpacu tak menentu. Tapi kemudian, ia membalas ciuman itu—perlahan, ragu, namun tulus.
Saat mereka saling melepaskan, Zehan menatapnya dalam-dalam. “Bisakah aku menjadi suamimu… seutuhnya?” bisiknya. “Bisakah kita melakukannya…? Aku ingin memilikimu, Adri.”
Adriella nyaris tak bisa bernapas. Matanya menatap Zehan yang kini tak lagi sekadar pelindung sementara, tetapi seorang pria yang benar-benar menginginkannya, menginginkan dirinya—seutuhnya. Sorot mata Zehan penuh kelembutan, namun menyimpan keteguhan dan kehangatan yang membuat Adriella merasa… dilihat, dimiliki, dan dicintai.
Tanpa sadar, Adriella mengangguk pelan.
Senyum Zehan merekah, lembut dan penuh rasa syukur. Ia memeluk Adriella, mencium keningnya, lalu menarik tubuhnya dalam pelukan hangat. Malam itu, untuk pertama kalinya, batas antara sandiwara dan kenyataan perlahan memudar. Dua hati yang semula hanya terikat perjanjian, mulai saling menemukan satu sama lain… dalam diam, dalam sentuhan lembut, dalam janji yang belum terucap.
🍁🍁🍁
Cahaya matahari pagi menelusup malu-malu melalui celah gorden, menerpa wajah Adriella yang masih terlelap. Di sampingnya, Zehan sudah bangun lebih dulu. Ia duduk di ujung ranjang sambil mengenakan kaus dan menatap wajah Adriella dengan senyum tenang yang belum sempat ia sadari semalaman telah tumbuh.
Dia merasa tubuhnya penuh energi sekarang meskipun semalam dia melakukan latihan intensitas tinggi. Zehan menatap kamar sempit yang mereka tinggali, dia tidak pernah menyangka akan melepaskan keperjakaannya di tempat lusuh seperti itu.
Mungkin cinta dan hasrat tidak pernah mengenal tempat.
Ia masih tak percaya apa yang terjadi malam sebelumnya. Bukan hanya karena kedekatan fisik, tapi karena bagaimana semuanya terasa alami. Seolah hatinya sudah tahu sejak awal bahwa gadis itu akan menjadi miliknya.
Adriella perlahan membuka mata. Matanya langsung bertemu dengan punggung Zehan yang tegap dalam cahaya pagi.
“Kamu bangun pagi,” gumamnya pelan.
Saat kesadarannya berkumpul sepenuhnya, dia merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya terutama suatu tempat di bagian bawah.
"Ah—" Adriella meringis kesakitan saat mencoba bangun.
Zehan menoleh dan menatap Adriella dengan Khawatir. ”Ada apa? Di mana kamu merasa tidak nyaman?"
Adriella menarik selimut menutupi wajahnya menahan malu.
Zehan menarik selimut yang menutupi wajah Adriella, melihat rona merah di wajahnya dia tiba-tiba memikirkan sesuatu. "Apakah aku terlalu keras kemarin dan menyakitimu? Bagaimana kalau kita ke rumah sakit?"
Adriella buru-buru menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku hanya merasa tidak nyaman sedikit."
Aduh, apa sih yang dipikirkan Zehan. Bisakah hal seperti ini di bawa ke rumah sakit?
Zehan melirik bekas yang ditinggalkannya di kulit putih dan mulus Adriella dan dia merasa sedikit bersalah. "Baiklah, lain kali aku akan lebih hati-hati saat melakukannya."
"Lain kali?" Mata Adriella membulat mendegar pernyataan Zehan.
Masih ada lain kali? Bisakah dia menahannya. Dia tidak pernah menyangka hubungan antara suami istri akan begitu menyakitkan.
Adriella merasa dirinya sangat ceroboh, saat Zehan memintanya semalam dia langsung mengiyakan. Dia tidak tahu Zehan sekarang mencintainya atau hanya tertarik pada tubuhnya.
"Sayang, setelah makan daging sekali, apakah kamu ingin aku menjadi vegetarian selamanya?" tanya dengan nada sedih.
Pria yang sudah membuka gerbang ke dunia baru tidak akan pernah puas jika dia dilarang memasuki dunia itu lagi.
Adriella meneliti Zehan. "Kamu, keluarlah dulu. Aku ingin bangun dan berpakaian."
Zehan terkekeh pelan. "Kenapa aku harus keluar. Kamu bisa bangun dan berpakaian di depanku. Apa yang membuat mu malu. Bagian mana darimu yang belum kulihat."
"Zehan...!"
"Aku malu. Kamu keluar dulu." Bujuk Adriella.
Jelas tidak mungkin melakukan apa yang dikatakan Zehan.
Adriella merasa tertipu, kemana perginya pria baik, perhatian, penuh pengekangan itu. Pria di depannya ini telah menjadi gengster yang tak tahu malu.
"Baiklah, baiklah aku akan keluar. Sekalian buat sarapan untukmu." Zehan mengecup bibir Adriella cepat sebelum keluar.
Adriella menarik napas lega melihat akhirnya pria itu keluar dari kamar. Ia bangun perlahan, meraih pakaiannya dan memakainya perlahan sambil menahan rasa tidak nyaman di tubuhnya.
"Lain kali kalau Zehan membujuknya dia tidak akan pernah menurutinya lagi," gerutu Adriella.
biar tahu kelanjutannya
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...