NovelToon NovelToon
Lorenzo Irsyadul

Lorenzo Irsyadul

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri
Popularitas:664
Nilai: 5
Nama Author: A Giraldin

Seorang pria bernama Lorenzo Irsyadul, umur 25 tahun hidup seorang diri setelah ibunya hilang tanpa jejak dan dianggap tiada. Tak mempunyai ayah, tak mempunyai adik laki-laki, tak mempunyai adik perempuan, tak mempunyai kakak perempuan, tak mempunyai kakak laki-laki, tak mempunyai kerabat, dan hanya mempunyai sosok ibu pekerja keras yang melupakan segalanya dan hanya fokus merawat dirinya saja.

Apa yang terjadi kepadanya setelah ibunya hilang dan dianggap tiada?

Apa yang terjadi kepada kehidupannya yang sendiri tanpa sosok ibu yang selalu bersamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A Giraldin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 28: Travel

“Ada 5 negara yang akan kita kunjungi. Jepang, Rusia, China, Thailand, dan terakhir Indonesia. Masing-masing dari kita akan menjelajahi satu negara. Lorenzo dan aku ke Rusia. Barto ke Jepang, Zero ke Thailand, Jason ke China, dan Xerphone ke Indonesia. Ada yang keberatan?” tanyanya kepada mereka semua.

Lorenzo mengacungkan tangan kanannya ke atas. “Aku ingin ke Jepang. Ada yang ingin ku lihat di sana. Apakah diperbolehkan, Liliana?” izinnya kepadanya.

Izinnya membuatnya berpikir sebentar dan langsung menjawabnya. “Baiklah. Kalau begitu, Barto ke Rusia, aku dan Lorenzo ke Jepang. Barto, kau keberatan kah?”

Ia menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak. Negara manapun bebas.”

Liliana menatap Xerphone. “Kau keberatan, Xerphone?”

Menggelengkan kepalanya juga. Saat ditanya lagi kepada sisanya, mereka menggelengkan kepala yang berarti tak ada lagi yang keberatan selain Lorenzo. Liliana langsung melanjutkan pembicaraannya. “Apa ada yang ingin kau tanyakan, Lorenzo? Karena semua orang sudah tahu, kecuali dirimu, jadi, ada yang ingin kau tanyakan?”

Lorenzo berpikir sebentar dan tersenyum kecil karena sudah tahu apa yang harus ia tanyakan kepadanya. “Liliana, aku sebenarnya ingin menanyakan ini dari dulu, yaitu: ekspresimu hanya datar saja kah! Tidak mencoba tersenyum!” tawarnya kepadanya.

Tawaran akan pertanyaannya langsung dijawab tanpa ekspresi. “Maafkan aku.” Menundukkan kepalanya. “Masa kecilku, aku... yahh... kurang lebih seperti itu.”

Lorenzo memiringkan kepalanya ke kiri. “Apa maksudmu?” tanyanya kepadanya untuk memperjelas masa kecilnya.

Menutup mata sebentar dan langsung menceritakannya. “Semuanya sudah tahu dan karena kau masuk ke dalam D.A.E. sudah tentu aku harus menceritakannya. Ini akan sangat panjang, jadi, kau mau mendengarkannya atau tidak?”

Pertanyaannya yang sudah dijawab dan pertanyaan dari penjawab membuatnya harus menjawabnya. “Ceritakan saja. Aku pendengar yang cukup baik kok!” senyumnya kepadanya.

Liliana menatapnya sebentar tanpa ekspresi dan langsung menundukkan kepalanya serta pandangannya lurus ke depan atau tak lagi lurus ke arah Lorenzo. “Aku tak terlalu ingat masa kecilku. Yang kuingat saat umurku 6 tahun, ayah dan ibuku dibunuh dengan tragis. Para anggota senjata pemerintahan salah satu dari mereka membunuh kedua orang tuaku.”

Tatapannya menjadi menakutkan. “Aku pasti akan melakukan hal yang sama kepada mereka. Semakin lama aku mengatakannya, semakin banyak juga orang-orang terdekatku yang tiada karena mereka.”

Ia menatap wajah Lorenzo dan agak mendekat ke arahnya. Lorenzo wajahnya memerah sedikit dan Liliana tiba-tiba memegang tangan kirinya dengan kedua tangannya. “Lorenzo adalah anggota D.A.E. atau keluargaku sekarang. Kalau Lorenzo kenapa-kenapa, aku mungkin juga kenapa-kenapa.”

Mendengar hal itu membuatnya bertanya. “Apakah itu berlaku kepada semuanya?”

Liliana menatap semuanya. Yang membelakanginya dan melihat ke arahnya mengharapkan jawaban darinya. Ia menundukkan kepalanya dan tiba-tiba air mata keluar sedikit dari kedua matanya. “Tentu saja.”

Semua anggota kecuali Lorenzo wajah mereka memerah semua karena bisa melihat kejadian hebat dari sang komandan. Tubuh mereka semua memutih dan Liliana menghapus air matanya serta kembali seperti semula. “Ada lagi yang ingin kau tanyakan, Lorenzo?”

Agak kaget karena berubah dengan cepat. Ia pun menatap Liliana seperti dirinya yang juga menatapnya. “Yang ingin ku tanyakan seperti nanti saja. Sekarang, fokus ke tujuan kita masing-masing bukan?”

Berhenti menatapnya dan menganggukkan kepalanya kecil. “Kau benar sekali. Lalu, kita sudah sampai mana sekarang, Jason?” tanyanya kepada sang pengemudi.

Jason langsung menjawabnya dengan tersenyum kecil. “Kita sudah sampai Kanada timur. 3 jam sudah berlalu dan waktu sekarang menunjukkan...” melihat ke arah jam yang ada di tengah-tengah bagian atas.

“Jam 09.00 pagi. 2 jam lagi kita akan sampai ke Newfoundland, lalu 6 jam lagi kita akan sampai ke Greenland selatan, 5 jam lagi kita akan sampai ke Islandia, 6 jam lagi akan sampai ke Norwegia, lalu melintasi Rusia Siberia yang membuat kita harus transit sampai belasan kali, dan sampai Jepang lewat Hokkaido.”

Lorenzo kaget karena tujuan awal adalah ke Jepang. “Apakah mungkin kalian sudah tahu akan hal ini dan... Liliana sengaja bertanya kepadaku?”

Pertanyaannya membuat mereka semua tersenyum kecil dan langsung mengangguk kecil semuanya, kecuali Liliana seorang yang tak tersenyum tapi tetap mengangguk kecil.

Lorenzo langsung tertawa kecil. “Ahahaha, kalian ini orang-orang baik. Tak salah aku memilih masuk ke sini.”

Liliana menatapnya tajam. “Baguslah kalau begitu. Lalu, kau tak keberatan pergi bersamaku kah!”

Wajah Lorenzo sedikit memerah. “Ti-tidak. Lebih tepatnya, aku merasa beruntung, hehehe.”

Tatapan setiap orang langsung terlihat kesal ke arah Lorenzo. Jason sedikit bercanda. “Mungkin ku belokkan dulu ke tujuanku kali ya!”

Lorenzo langsung kaget. “A-aku hanya bercanda. La-lagipula, Liliana itu milik semua dan... aku sudah punya pacar.”

Mereka semua langsung menghela napas lega dan tersenyum kecil serta Jason langsung membalas perkataannya. “Tadi hanya bercanda. Lagipula, alasan pergi ke Jepang, karena Komandan akan pergi ke sana. Pemimpin itu harus diutamakan, itu saja sih.”

Lorenzo tersenyum kecil. “Benar juga. Lalu, setelah aku dan Liliana sampai di Jepang, helikopter di simpan di mana?”

Pertanyaan yang membuat mereka semua diam dan tak berbicara sama sekali. Jason menundukkan kepalanya sambil terus mengendarai helikopter. “Dibuang.”

Lorenzo mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum kecil. “Oke, bagus. Karena sudah jelek dan masih ada yang bagus. Lalu, pulangnya bagaimana nanti?” tanyanya lagi kepada mereka semua.

Terdiam lagi dan Liliana langsung menjawabnya. “Pulangnya... nanti juga tahu.”

Terlihat keringat dingin darinya dan Lorenzo yang tak peduli lagi, langsung duduk diam saja. “Oke. Kalau begitu, waktunya menunggu sampai tujuan.”

Dari sini sampai tujuan, semuanya diam dan tak berkata-kata lagi. Setelah sampai di Hokkaido, Lorenzo dan Liliana diturunkan di tempat yang sudah disediakan. Sebuah Love hotel yang ada tempat helikopter mendarat adalah tempat mereka berdua akan tinggal sementara sampai tujuan selesai.

Setelah berpamitan, helikopter melandas ke tempat yang lebih jauh lagi. 3 minggu adalah waktu untuk sampai ke Jepang. Untuk ke tempat lainnya, sepertinya akan lebih lama lagi. Saat ini, terlihat langit gelap sekali. Bulan dan bintang muncul yang berarti sudah malam.

Helikopter sudah lepas landas dan mereka berdua sudah ada di salah satu kamar Love hotel. Kamar nomor 666 adalah kamar yang mereka tempati. Kamar yang berisi satu kasur besar yang cukup untuk dua orang, tirai yang menghubungkan ke balkon, onsen untuk keluarga, dsb.

Mereka berdua terlihat duduk di sofa hijau kecil dengan bagian tengah adalah meja empuk warna abu tua. Atap putih bersih dan lantai merah agak ke abu-abu mudaan. Lorenzo membuka obrolan dengan wajah memerah sambil menundukkan kepalanya. “Love hotel...” asap keluar dari atas kepalanya.

Berbicara sendiri di dalam hatinya. “Aaakhh,” jeritnya saking canggungnya suasana yang sedang dialami olehnya ini. “Tenang Lorenzo, Liliana mana mungkin tertarik akan hal seperti itu.”

Liliana langsung bertanya kepadanya. “Love hotel... karena uang kita tak banyak, pilih yang murah saja. Lalu, jangan membayangkan yang aneh-aneh saat kau sudah punya pacar, Lorenzo!” larangnya kepadanya.

Larangannya membuatnya tersadar dan langsung berjalan menuju kasur sisi kiri. Saat berada di kasur serba putih ini, ia langsung berbaring dan langsung menyelimuti dirinya dengan selimut. “Oke, waktunya tidur.”

Wajahnya yang tetap memerah dan pandangannya ke arah kiri membuat Liliana langsung berjalan ke situ dan berbaring di sebelahnya. Satu selimut untuk dua orang. Wajah Lorenzo semakin memerah dan Liliana biasa saja.

Lorenzo membalikkan badannya ke arah kanan. “Se-selamat malam.” Kondisi ruangan menyala dan lampu tak dimatikan.

Liliana langsung bertanya kepadanya. “Lorenzo tak ingin melakukannya?” tanyanya tanpa ekspresi.

Tubuh Lorenzo memutih hebat dan tak menjawab pertanyaannya. “Sudah tidur ya. Yahh... tadi hanya bercanda sih. Oke, waktunya tidur.”

Lorenzo merasa lega dan menangis keras di dalam hatinya. “Aku ini pria brengsek ya!” hinanya kepada dirinya sendiri.

Pada malam hari ini, semuanya tampak normal atau mungkin bisa dibilang... akan menjadi tak normal. Saat tengah malam tiba, pintu kamar yang ada di sebelahnya atau kamar nomor 667 terbuka sendiri.

Bersambung...

1
Siti H
tadi matanya dicongkel, kenapa masih bisa terbuka, Thor?

Tulisanmu bagus, Loh... semoga sukses ya...
ayo, Beb @Vebi Gusriyeni @Latifa Andriani
Siti H: astagfirullah... pantas saja gak dibalas chat kakk
Latifa Andriani: Kak Vebi akun baru dia kak, yg lama hp dia nge blank dan akun dia udah gak bisa login lagi
total 7 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!