NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:24.2k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 Hujan Di Pemakaman

Langit Temanggung menangis pagi itu. Rintik hujan turun perlahan membasahi tanah merah pemakaman desa. Di bawah payung hitam yang sudah tampak usang, Arjuna berdiri terpaku. Matanya sembab, menatap kosong pada gundukan tanah basah di hadapannya. Nisan sederhana dari kayu menancap di sana, bertuliskan nama yang begitu ia sayangi: "Mbah Darmi Wicaksono."

"Sabar ya, Jun..." Pak Karso, tetangga sebelah yang selama ini sering membantunya, menepuk pundak Arjuna pelan. "Mbah Darmi sudah tenang di sana."

Arjuna hanya mengangguk lemah. Tenggorokannya tercekat, bahkan untuk mengucapkan terima kasih pun ia tak sanggup. Tanpa Pak Karso dan warga desa, ia tak tahu bagaimana bisa mengurus pemakaman neneknya. Mereka mengumpulkan uang, membantu menggali kubur, bahkan Yu Minah yang biasanya galak soal hutang, rela memberikan kain kafan terbaiknya.

"Nak Arjuna..." Bu Tini, istri Pak Lurah, mendekat dengan payung hijau lusuh. "Ayo pulang dulu. Hujannya makin deras. Nanti kamu sakit."

Arjuna menggeleng pelan. "Sebentar lagi, Bu... Arjuna masih mau di sini..."

Para pelayat mulai bubar satu persatu. Beberapa ibu-ibu berbisik-bisik sambil mengusap air mata, merasa iba dengan nasib Arjuna. Delapan belas tahun, yatim piatu, dan sekarang sebatang kara. Apa yang akan terjadi pada anak sebaik dia?

"Jun..." Yu Minah, yang terakhir bertahan, menyodorkan bungkusan plastik. "Ini ada sedikit bekal. Dimakan ya? Dari tadi Yu lihat kamu belum makan apa-apa."

Air mata Arjuna kembali menetes, bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. Kebaikan para tetangga justru membuat dadanya semakin sesak. Mereka yang hidupnya pas-pasan masih mau berbagi, sementara ia... ia bahkan tak bisa membalas kebaikan mereka.

"Maaf..." suaranya bergetar. "Hutang di warung Yu Minah... Arjuna janji akan—"

"Ssst!" Yu Minah memotong dengan suara serak. "Jangan bahas itu sekarang. Yang penting kamu jaga diri baik-baik. Mbah Darmi pasti sedih lihat kamu begini."

Setelah semua orang pergi, Arjuna masih berdiri di sana. Payung hitam di tangannya gemetar. Cincin perak pemberian kakeknya terasa dingin di jari manisnya - satu-satunya peninggalan keluarga yang tersisa.

"Mbah..." bisiknya lirih pada pusara basah itu. "Apa yang harus Arjuna lakukan sekarang? Arjuna takut, Mbah... Arjuna sendirian..."

Angin berhembus kencang, menerbangkan dedaunan basah. Untuk sesaat, Arjuna seperti mendengar suara neneknya, lembut seperti dulu: "Kamu tidak sendirian, Jun..."

Sore itu, ketika Arjuna akhirnya melangkah pulang, langit masih menangis. Tapi hujan tak lagi terasa dingin di kulitnya. Ada kehangatan aneh yang mengalir dari cincin di jarinya, seolah membisikkan janji bahwa semua akan baik-baik saja.

Yang tidak ia sadari, batu biru di cincin itu mulai berpendar samar, memancarkan cahaya misterius yang akan mengubah takdirnya selamanya...

Langkah gontai Arjuna memasuki rumah bambu yang kini terasa begitu sunyi. Tak ada lagi suara batuk lemah neneknya, tak ada lagi sapaan hangat yang biasa menyambutnya. Hanya suara tetesan air dari atap yang bocor, berirama dengan isakan yang tak bisa ia tahan.

Tubuhnya yang basah kuyup terduduk di dipan tua. Matanya tertuju pada cincin perak di telapak tangannya. Di bawah cahaya senja yang temaram, ukiran-ukiran kuno di permukaannya seolah bergerak, menari dalam kilau batu birunya yang misterius.

"Apa maksud Mbah dengan kakek akan menjelaskan?" gumamnya lirih, teringat kata-kata terakhir neneknya.

Perlahan, Arjuna menyusupkan cincin itu ke jari manisnya. Pas. Seolah memang dibuat khusus untuknya. Namun tiba-tiba, sensasi aneh menjalar dari cincin itu. Hangat... lalu panas... kemudian seluruh ruangan seolah berputar.

"Apa ini... kenapa..."

Pandangannya mengabur. Kepalanya terasa berat. Arjuna mencoba berpegangan pada tepian dipan, tapi tubuhnya sudah tak sanggup melawan. Dalam hitungan detik, kesadarannya menghilang sepenuhnya.

.....

"Cucuku..."

Suara itu begitu dalam, penuh wibawa namun terasa familiar. Arjuna membuka mata, mendapati dirinya berdiri di ruang putih tanpa batas. Di hadapannya, seorang lelaki tua dengan surjan Jawa dan blangkon tersenyum hangat. Wajahnya teduh, mengingatkan Arjuna pada foto lusuh yang tersimpan di almari neneknya.

"E-eyang?" suaranya bergetar.

"Ya, Arjuna. Ini Eyang." Sosok itu mendekat, "Maaf, baru bisa menemuimu sekarang."

"Tapi... bagaimana... Eyang sudah..."

"Meninggal? Ya. Tapi ada yang harus Eyang sampaikan padamu." Tatapan mata tuanya melembut, "Tentang cincin itu."

Arjuna menunduk, menatap cincin perak di jarinya yang kini bercahaya redup.

"Cincin ini," lanjut sang kakek, "adalah warisan suci leluhur kita. Turun-temurun dijaga oleh keluarga Wicaksono sejak zaman Majapahit."

"Apa... kegunaannya, Yang?"

Eyang Prabu menggeleng pelan, "Eyang tidak bisa memberitahumu sekarang. Ada waktunya nanti kau akan mengerti sendiri. Yang perlu kau ingat hanya satu: Jagalah cincin ini, seperti kau menjaga hatimu."

"Maksud Eyang?"

"Berbuat baiklah selalu, Arjuna. Tetaplah rendah hati. Gunakan cincin ini untuk kebaikan, bukan kesombongan. Kekuatan sejati bukan pada benda, tapi pada hati yang tulus."

"Tapi Yang, Arjuna masih tidak mengerti... Arjuna harus bagaimana sekarang? Arjuna... sendirian..."

Eyang Prabu mengulurkan tangan, menyentuh bahu cucunya dengan kelembutan seorang kakek. "Kau tidak sendirian, Nak. Kami selalu menjagamu. Percayalah pada takdirmu. Dan ingat pesanku: Jangan pernah lepaskan cincin itu, apapun yang terjadi."

"Yang... tunggu..."

Tapi sosok sang kakek mulai memudar. Ruang putih di sekelilingnya berputar semakin cepat. Arjuna mencoba menggapai, tapi semuanya telah berubah gelap.

.....

"Jun! Arjuna! Bangun, Nak!"

Suara Pak Karso dan guncangan di bahunya membuat Arjuna tersentak bangun. Ia mendapati dirinya terbaring di lantai kayu yang dingin. Di luar, langit sudah gelap sepenuhnya.

"Ya Allah, Jun! Kamu tidak apa-apa? Badan kamu panas sekali!"

Arjuna mencoba duduk, kepalanya masih terasa berat. Cincin di jarinya kini tampak normal, seolah tak pernah bercahaya. Tapi ia tahu, mimpi itu nyata. Pesan kakeknya masih terngiang jelas:

"Jagalah cincin ini, seperti kau menjaga hatimu..."

"Nak Jun, ayo makan dulu." Pak Karso meletakkan rantang berisi nasi dan lauk di meja kayu yang sudah miring. "Tadi Yu Minah masak lebih. Ganti baju dulu sana, nanti masuk angin."

Arjuna menurut, mengambil kaus lusuh dan sarung dari lemari. Setelah berganti pakaian, ia duduk di depan Pak Karso yang sudah membuka rantang makanan.

"Makanlah yang banyak," Pak Karso menyodorkan piring. "Biar ada tenaga. Dari kemarin kamu belum makan."

Aroma tempe goreng dan sayur lodeh menguar, mengingatkan Arjuna pada masakan neneknya. Air matanya nyaris jatuh lagi, tapi ia menahannya. Perlahan, ia mulai menyuap.

"Jun," Pak Karso memecah keheningan. "Bapak boleh tanya?"

Arjuna mengangguk pelan.

"Setelah ini... kamu mau bagaimana? Sudah ada rencana?"

Arjuna meletakkan sendoknya. Matanya menatap cincin perak di jarinya sejenak sebelum menjawab. "Arjuna mau kerja, Pak. Sekalian... kalau bisa... kuliah."

"Di sini?"

"Sepertinya... di kota, Pak. Di sini kan tidak ada universitas." Arjuna menghela nafas. "Arjuna sudah pikir baik-baik. Kalau di sini, paling cuma bisa jadi buruh tani. Arjuna... Arjuna pengen jadi orang yang berguna, Pak. Biar bisa bantu orang lain, seperti Mbah dulu."

Pak Karso mengangguk paham. "Jakarta?"

"Iya, Pak. Kata teman-teman, di sana banyak kampus yang buka jalur beasiswa. Sambil kuliah, Arjuna bisa kerja part time."

"Sudah ada tempat tinggal di sana?"

"Belum, Pak..." Arjuna tertunduk. "Tapi kata Bambang, sepupunya ada yang punya kos-kosan murah di Bekasi."

Pak Karso terdiam sejenak, lalu merogoh saku kemejanya. "Ini..." ia menyodorkan sebuah amplop, "dari warga RT sini. Hasil patungan. Tidak seberapa, tapi lumayan buat ongkos sama makan beberapa hari di Jakarta."

"Pak... ini..." Arjuna tergagap, "Arjuna tidak bisa terima. Bapak sama warga sudah terlalu baik. Arjuna sudah banyak merepotkan..."

"Sudah, terima saja. Anggap ini wasiat terakhir Mbah Darmi. Beliau selalu bilang, kamu harus sekolah tinggi. Jangan sia-siakan kepintaranmu."

Air mata Arjuna akhirnya tumpah. Ia menunduk dalam-dalam, tak mampu berkata-kata. Cincin di jarinya terasa hangat, seolah memberi kekuatan.

"Kapan mau berangkat?"

"Besok pagi, Pak. Kereta pertama."

1
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
Achmad
semangat Thor lanjut semangat Thor
Achmad
bagus Thor lanjut semangat
agus purnomo
kopi dini hari suhu biar mata fokus update
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!