NovelToon NovelToon
Dinikahi Duda Mandul!!

Dinikahi Duda Mandul!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Romantis / Janda / Duda / Romansa / Chicklit
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Hanela cantik

Kirana menatap kedua anaknya dengan sedih. Arka, yang baru berusia delapan tahun, dan Tiara, yang berusia lima tahun. Setelah kematian suaminya, Arya, tiga tahun yang lalu, Kirana memilih untuk tidak menikah lagi. Ia bertekad, apa pun yang terjadi, ia akan menjadi pelindung tunggal bagi dua harta yang ditinggalkan suaminya.

Meskipun hidup mereka pas-pasan, di mana Kirana bekerja sebagai karyawan di sebuah toko sembako dengan gaji yang hanya cukup untuk membayar kontrakan bulanan dan menyambung makan harian, ia berusaha menutupi kepahitan hidupnya dengan senyum.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2

" Bu Kirana pulang dulu, ya Bu" pamit Kirana. Dia hanya bekerja sampai jam empat saja karena ada kariawan lain yang masuk di jam dua tadi.

"Ohh sudah mau pulang, ya udah hati-hati ya"

"Pulang duluan ya ki" ucap Kirana pada Kiki yang masuk jam dua itu

"Ohh iya mbak aman, titip salam buat anak mbak"

" Insyaallah nanti aku sampaikan ki"

Setelah pamit Kirana langsung pulang. Banyak orang yang menanyakan kenapa dia tidak menikah lagi padahal dirinya cantik, tapi Kirana hanya bisa membalasnya dengan senyuman

Kirana melangkah pulang dengan langkah letih namun ringan. Setelah seharian berdiri, mengangkat barang, dan melayani pelanggan, tubuhnya memang lelah, tapi hatinya lega karena pekerjaannya selesai untuk hari ini.

Ia baru berjalan sekitar dua ratus meter dari toko ketika seseorang tiba-tiba memanggilnya pelan.

"Mbak... mbak, bisa bantu saya nggak?"

Kirana berhenti dan menoleh. Seorang laki-laki matang berdiri di dekat motornya yang terparkir di pinggir jalan. Bajunya berkeringat, wajahnya cemas, dan helm masih menempel di kepala seolah ia baru saja berhenti mendadak.

"Ada apa, Mas?" tanya Kirana hati-hati.

Pria itu mengusap tengkuknya canggung. "Maaf ya, Mbak... saya mau minta tolong banget. Saya kehabisan bensin. Sementara saya buru-buru harus jemput inu saya... eh, dompet saya malah ketinggalan di rumah."

Seakan tahu keraguannya, pria itu buru-buru menambahkan, "Kalau Mbak keberatan nggak apa-apa. Tapi saya cuma butuh dua puluh ribu buat beli minyak. Nanti saya balikin, sumpah. Kalau perlu Mbak ikut ke pom, saya nggak kabur."

Kirana terdiam. Ia memegang ujung tasnya, berpikir cepat.

Uang di dompetnya... tinggal lima puluh ribu. Sisa dari gaji harian yang tadi ia ambil. Dan itu pun harus ia atur sampai beberapa hari ke depan, termasuk buat makan anak-anak.

Tapi...

Pria itu terlihat benar-benar panik. Entah kenapa wajahnya mengingatkan Kirana pada masa-masa saat Arya masih hidup ketika keduanya saling membantu orang asing tanpa berpikir panjang.

Ia menarik napas kecil. "Ya sudah, Mas. Ini dua puluh ribu, dipakai dulu."

Pria itu terperangah. "Serius, Mbak? Terima kasih banyak, ya Allah..." Ia menerima uang itu dengan kedua tangan. "Mbak tinggal di mana? Biar nanti saya balikin. Jangan khawatir, saya orangnya amanah."

Kirana menggeleng cepat. "Nggak usah dibalikin, Mas. Anggep aja buat nolong orang yang lagi kesusahan. Saya juga pulang buru-buru."

Pria itu tampak makin kikuk, seperti salah tingkah karena diberi tanpa syarat.

"Kalau gitu... boleh tahu nama Mbak siapa?" tanyanya sopan.

"Kirana," jawabnya singkat.

"Nama saya Yuda, Mbak. Sekali lagi makasih banyak. Semoga rezeki Mbak lancar."

Kirana hanya tersenyum tipis lalu melanjutkan langkahnya. Begitu jauh beberapa meter, barulah ia menghembuskan napas panjang yang berat.

Uangnya kini hanya tersisa tiga puluh ribu.

Tadi pagi anak-anak sarapan mie... besok apa ya? pikirnya getir.

Ia bukan menyesal telah menolong, tapi kekhawatiran mulai menghimpit dadanya. Setiap rupiah bagi mereka sangat berarti.

Namun Kirana mengangkat dagu, mencoba menguatkan diri seperti biasa.

Allah nggak pernah tidur. Rezeki nggak akan tertukar.

Ia menggenggam tali tasnya sedikit lebih erat, lalu melanjutkan perjalanan pulang. Hari masih sore, tetapi langkahnya terasa semakin berat.

Di kejauhan, rumah kontrakan kecilnya mulai terlihat. Dan seperti biasa... dua sosok kecil sudah menunggunya di depan pintu.

"ibuuuu!" seru bocah kecil itu sambil berlari kecil menghampirinya.

Arka menyusul.

Kirana tersenyum. Lelahnya hari itu seperti hilang seketika melihat dua anaknya menunggu dengan antusias.

"Kalian udah nunggu lama?" tanya Kirana sambil berjongkok, mengelus rambut Tiara lalu memandang Arka.

"Enggak kok, Bu," jawab Arka. "Tadi Abang baru pulang jam dua lewat dikit."

Kirana menatapnya pelan. "Jam dua lewat...? Bukannya kamu biasanya pulang setengah dua?"

Arka menunduk sebentar. "Tadi Bu Guru ada pembagian tugas kelompok, jadi agak lama, Bu. Maaf ya..."

Kirana menggeleng lembut. "Nggak apa-apa, Nak. Ibu cuma nanya. Yang penting kamu pulang aman."

Ia berdiri dan membuka pintu rumah yang telah Arka kunci dari dalam. Begitu masuk, Kirana melihat meja kecil di ruang tengah kosong. Tidak ada piring atau gelas tersisa.

"Arka... Tiara... kalian udah makan siang belum?" tanya Kirana hati-hati.

Arka menatap Tiara sekilas sebelum menjawab, "Belum, Bu."

Kirana menatapnya lebih dalam, menyadari Arka berusaha terlihat biasa saja. "Kenapa belum makan? Kan tadi Ibu udah bilang uang jajannya Arka dipakai buat lauk di warung."

Hati Kirana mencelos sejenak-Ia lupa bahwa buku Arka memang tinggal beberapa lembar.

"Terus Tiara kenapa nggak makan?" tanya Kirana lembut.

Tiara yang sedari tadi memeluk kaki ibunya menjawab polos, "Tiara nunggu Ibu... mau makan bareng Ibu..."

Kirana merasa dadanya sesak. Bukan karena marah, tapi karena sedih melihat kedua anaknya menahan lapar untuk alasan sesederhana itu.

Arka buru-buru menambahkan, "Abang nggak apa-apa kok, Bu. Abang nggak lapar banget."

"Tapi perut kamu bunyi dari tadi," celetuk Tiara tanpa rasa bersalah.

Arka langsung menatap adiknya, memerah, sementara Kirana menutup mulut menahan senyum pedih.

"Ya sudah," ucap Kirana pelan. "Ibu masak dulu ya. Hari ini kita makan seadanya dulu. Yang penting perut kalian isi."

Arka mengangguk, sementara Tiara menyenderkan kepala di pinggang ibunya.

Kirana berjalan ke dapur kecil mereka, membuka lemari bahan makanan-yang isinya hanya mie instan tersisa satu bungkus, sedikit beras, dan telur tiga butir.

Ia menatapnya lama.

Tiga perut, satu dapur yang hampir kosong.

Lalu ia menghela napas... dan memilih tetap tersenyum.

Bagaimanapun caranya, malam ini mereka harus makan.

1
Erna Riyanto
hahhh...ikut plong hatiku ...
Evi Lusiana
mewek thor dgr do'any kiran wktu sholat istikharoh,sungguh karakter wanita kuat,dan ttp mnjg iman ny walopun kesepian,kesusahan👍
Evi Lusiana
kiran org baik dn bertemu jodoh yg baik
Ds Phone
marah betul tak ada ampun
Ds Phone
orang kalau buat baik balas nya juga baik
Ds Phone
baru bunga bunga yang keluar
Ds Phone
mula mula cakap biasa aja
Ds Phone
terima aja lah
Ds Phone
orang tu dah terpikat dekat awak
Ds Phone
orang berbudi kitaberbads
Ds Phone
dia kan malu kalau di tolong selalu
Ds Phone
tinggal nikah lagi
Ds Phone
terlampau susah hati
Ds Phone
dia tak mintak tolong juga tu
Ds Phone
orang tak biasa macam tu
Ds Phone
senang hati lah tu
Ds Phone
dah mula nak rapat
Ds Phone
emak kata anak kata emak sama aja
Ds Phone
dah mula berkenan lah tu
Ds Phone
itu lah jodoh kau
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!