Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1
Bab 1
Siang itu Tirpitz sedang berada di pesisir pantai utara kota Semarang. Ia bersama dua orang anak buahnya yang dulu ikut dalam pertempuran melawan armada asing sedang menyusuri pantai berpasir sambil menikmati keindahan lautan disana. Tak terasa sudah hampir lima tahun lamanya umat manusia menjauh dari lautan setelah invasi armada asing, kini setidaknya orang-orang sudah bisa beraktivitas di sekitar pantai.
Kedua orang anak buahnya, Farel dan Takumi, sedang asyik memancing ikan, sedangkan Tirpitz sendiri memilih untuk sekedar berjalan-jalan menyusuri pantai itu. Matanya terus menatap pantulan sinar matahari yang sesekali terlihat digulung ombak. Angin yang berhembus sepoi-sepoi membawa aroma garam laut yang khas, membuat hati siapa saja yang menghirup nya merasa tenang setelah ketegangan selama bertahun-tahun.
Hingga tak sengaja kakinya tersandung sebuah gundukan pasir yang tidak ia perhatikan sebelumnya. Tirpitz tersungkur di atas pasir basah, sebagian wajahnya terbenam di dalam pasir. Ia segera bangkit sambil mengucapkan sumpah serapah yang ia tujukan untuk gundukan pasir itu. Kaki kanannya segera terangkat hendak menendang gundukan itu dengan penuh kekesalan, namun tindakannya segera berhenti setelah secara tak sengaja ia melihat sebuah lengan pucat yang muncul dari gundukan pasir itu.
"Astaga!" ujarnya terkejut.
Tirpitz segera berlutut lalu dengan perlahan menarik lengan pucat itu, rasanya sedikit berlendir dengan bau amis menyengat seperti ikan yang mulai membusuk. Setelah meneliti sesaat, ia segera memutuskan untuk menggali gundukan itu.
Beberapa saat kemudian kengerian terlihat jelas di wajah Tirpitz. Matanya terpaku menatap sesosok tubuh kaku seorang wanita yang muncul dari dalam pasir yang ia gali menggunakan tangannya. Ia lalu berteriak memanggil kedua anak buahnya yang berjarak sekitar tiga ratus meter dari tempatnya.
Kedua orang itu segera menoleh lalu menghampiri atasannya, nampak jelas bahwa atasannya itu merasa ketakutan.
"Lihat apa yang ku temukan!" ujar Tirpitz sambil menunjuk tubuh kaku di hadapannya.
Farel segera berlutut lalu memeriksa mayat gadis itu, sejenak ia menekan-nekan bagian lengan dan leher tubuh gadis itu sebelum menengadah lalu menggelengkan kepala.
"Sudah lama pak," ujarnya menjelaskan, "sekitar seminggu jika di lihat dari kondisinya."
Dengan lembut Farel menarik mayat itu hingga seluruh tubuhnya keluar dari dalam pasir. Kengerian segera menyambar bulu kuduknya hingga berdiri bagaikan sekelompok prajurit yang sedang melaksanakan parade. Pada kaki gadis itu, terdapat selaput tipis di sela-sela jari kakinya.
"Astaga! Lihatlah!" ucap Farel sambil menunjuk ke arah kaki kanan gadis itu, "kakinya berselaput!"
Tirpitz dan Takumi segera memperhatikan kaki gadis itu yang berselaput, sedang kaki kanan yang seharusnya berada di sana ternyata sudah tidak ada sampai ke lututnya.
Farel mencoba mengangkat mayat gadis itu hingga secara tak sengaja sebuah kubus kristal berwarna biru seukuran kepalan tangan balita terjatuh dari tangan kiri mayat itu. Tirpitz hendak meraih kubus kristal itu, namun sensasi dingin seketika menjalar di telapak tangannya hingga membuatnya tersentak dan segera menarik kembali lengannya.
"Ah sialan! Kubus itu beku!" ujarnya sambil menggosok-gosok telapak tangannya dengan gerakan cepat.
Namun sentuhan barusan seolah membuka sebuah segel. Kubus kristal itu bersinar terang dengan cahaya kebiruan, kubus kecil berwarna putih yang berada di tengah kristal itu berputar menciptakan kilatan-kilatan petir kecil berwarna biru sesekali muncul di sekeliling kristal biru.
"Tolong jaga pengetahuan ini..."
Sebuah suara seorang wanita seolah berbisik ditelinga Tirpitz.
"Satu-satunya cara untuk mengalahkan mereka adalah dengan kekuatan pengetahuan dari kubus ini."
Suara-suara yang muncul itu menyebabkan kepala Tirpitz terasa seperti dipukuli dengan seribu godam raksasa. Ia mengerang kesakitan lalu jatuh terduduk di atas pasir pantai.
"Saat pasang sedang surut, bawalah kubus ini ke atas geladak kapal yang kau kehendaki. Maka keajaiban akan muncul disana..."
Setelah itu terdengar suara-suara jeritan wanita yang sangat banyak, beberapa bahkan menyebutkan namanya disertai jeritan minta tolong. Tirpitz segera kehilangan kesadaran, matanya menatap seolah dunia sedang mengitarinya diiringi suara-suara jeritan minta tolong dan suara Takumi yang terdengar semakin menjauh.
***
Saat Tirpitz tersadar, dia sudah berada di atas ranjang empuk di villa nya. Orang yang paling pertama ia temukan adalah Takumi, gadis keturunan Jepang itu sedang tertidur di sofa yang tak jauh dari tempat terbaring, sedang Farel tak nampak dimanapun.
Tirpitz mencoba untuk duduk, namun sesuatu terasa seperti membakar kerongkongan nya sehingga ia muntah di samping ranjang. Takumi yang mendengar suara Tirpitz segera terbangun dan dengan cepat menghampiri atasannya itu.
"Sebaiknya jangan memaksakan diri mu, pak." ujarnya sambil membantu Tirpitz untuk duduk di tepian ranjang.
"Dimana Farel?" tanya nya dengan suara sedikit bergetar.
Sejurus kemudian Farel muncul dan berdiri di dekat pintu masuk kamar itu. Tatapannya terlihat seperti kebingungan melihat kondisi atasannya itu.
"Bagaimana dengan mayat gadis tadi?" tanya Tirpitz kepada Farel yang sedang menyalakan sebatang rokok di sela bibirnya.
"Sudah ku berikan pemakaman yang layak," jawab pemuda itu sambil menghisap rokoknya, "kelihatannya anda mengenalinya, pak."
Tirpitz segera teringat kubus kristal yang sebelumnya ia pegang lalu mencarinya di dekat bantal pembaringannya.
"Kemana kubus kristal itu? Apa kalian melihatnya?"
Farel dan Takumi terlihat kebingungan. Keduanya saling bertatapan sejenak lalu kembali menatap Tirpitz.
"Kubus kristal?" tanya Takumi heran.
"Ya, sebuah kubus yang terlihat dibuat dari kristal biru, ukurannya kira-kira segini," jelasnya sambil memberikan ukuran kubus yang ia pegang saat dipantai tadi. Lalu ia menambahkan, "di bagian tengah kubus itu terdapat sebuah kubus kecil berwarna putih, sepertinya terbuat dari berlian."
Kebingungan makin jelas nampak di wajah kedua bawahannya itu. Mereka tampaknya tak mengerti kubus yang dimaksud oleh Tirpitz.
"Maaf pak, tapi saya sama sekali tak melihat anda memegang kubus kristal seperti yang anda maksud." ujar Farel menjelaskan.
"Ah sudahlah," ujar Tirpitz menyerah, "sepertinya hanya khayalan ku akibat stress berlebih."
Saat ia hendak kembali rebahan, tiba-tiba bisikan wanita misterius tadi kembali terdengar.
"Hanya kau yang bisa melihat kami, shikikan-sama."
Tirpitz mencoba menghiraukan bisikan itu, tapi sepertinya bisikan itu terus mencoba mengganggu mentalnya.
"Beberapa bulan lagi, pasang akan surut. Dan kami akan terlahir kembali dalam wujud seorang manusia dari kapal yang kau kehendaki..."
Akhirnya suara itu menghilang bersama dengan Tirpitz yang kembali tak sadarkan diri.